BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Hutan Sulteng Diperkirakan Habis Dalam 16 Tahun Kedepan. Akankah Terjadi?

Hutan Sulteng Diperkirakan Habis Dalam 16 Tahun Kedepan. Akankah Terjadi?
Mongabay

Oleh Christopel Paino dan Syarifah Latowa, Palu | Mongabay – 53 menit yang lalu

Cagar Alam Morowali, hutan konservasi yang tetap dibabat demi tambang. Siapa yang akan memulihkan kondisinya? Foto: Jatam Sulteng

Relawan Orang dan Alam (ROA) Sulawesi Tengah, memprediksi bahwa hutan di Sulawesi Tengah (Sulteng) akan habis dalam kurun waktu kurang dari 16 tahun ke depan.

Pernyataan tersebut didasarkan pada Dokumen Strategi Daerah REDD+ Provinsi Sulteng yang menuliskan ada 902.776 hektar luas hutan berkurang yang sudah disahkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2014-2030.

“Sebenarnya masih ada hutan yang tersisa seperti kawasan lindung dan budidaya lainnya. Namun, itu semua sudah dikuasai oleh pengusaha yang sahamnya dimodali asing,” kata Gifvents, Koordinator Riset dan Kampanye ROA, Kamis (27/11/14).

Dengan demikian, katanya, jika dihitung  dari tahun 2014 sampai tahun 2030 berarti 16 tahun kedepan, Provinsi Sulteng akan kehilangan hutan. Namun bisa saja perubahan di Sulteng akan lebih cepat dengan apa yang diprediksikan.

Berdasarkan pantauan ROA di lapangan, banyak faktor yang mempengaruhi penghancuran hutan di Sulteng. Diantaranya, penyediaan jasa pengolahan kayu oleh oknum aparat sendiri yang memfasilitasi mesin pemotong kayu (chainsaw). Lalu, mengikat masyarakat sekitar hutan dengan hutang.

ROA mencatat, kurang lebih 1.100 industri pengelola kayu yang ada di Sulteng, namun hanya sekitar 310 yang aktif. Itupun hanya empat perusahaan yang terdaftar verifikasi legalitas kayunya (VLK). Sisanya, dipastikan mengambil dari tebangan ilegal.

“Kami mencatat, ada sekitar 553 IUP pertambangan dengan modal asing menguasai lahan 1.773.880,41 hektar yang tumpang tindih dengan kawasan hutan seluas 1.242.972 hektar,” ungkap Givents.

Ia melanjutkan, belum lagi ditambah dengan 40 izin perkebunan sawit dengan modal asing, yang menguasai lahan 608.081 hektar. Jika ditotal, mencapai 2.381.961 hektar. Sedangkan pengelolaan hutan desa oleh masyarakat hanya 0,2 persen dari luas hutan Sulteng yang hanya tinggal seluas 3.492.156 Ha,

“Jika Pemda tidak melakukan moratorium perizinan penggunaan kawasan hutan maka hutan Sulteng dalam 16 tahun mendatang akan habis,” tandasnya lagi.

Pengelolaan sumber daya alam

Sebelumnya, Dinas Kehutanan Sulteng melalui Kepala Seksi Konservasi Alam, Nurudin mengungkapkan bahwa pihaknya memiliki kebijakan pengelolaan sumber daya hutan dan lahan tahun 2011-2016. Ada empat kebijakan prioritas yaitu pemantapan kawasan hutan, pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutan, rehabilitasi hutan, dan perlindungan hutan dan konservasi sumber daya alam.

Untuk pemantapan kawasan hutan dilakukan melalui proses pengukuhan kawasan hutan. Proses ini diawali dengan penunjukan, penetapan batas, pemetaan dan penetapan kawasan hutan. Tujuan akhirnya adalah terdapatnya suatu kawasan hutan yang legal dan terlegitimasi. “Kawasan hutan yang legal dan terlegitimasi ini memberikan kepastian hukum tidak hanya bagi negara tetapi juga bagi masyarakat.”

Menurutnya, sebagai wujud adopsi kebutuhan di masyarakat terhadap lahan, dilakukanlah perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dan telah ditetapkan melalui Perda No. 8 Tahun 2013. Implikasinya, berubahnya luas kawasan hutan yang semula 4.394.932 hektar menjadi 4.053.176 hektar.

Untuk pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan dilakukan dalam rangka pemanfaatan sumber daya hutan secara optimal dan berkeadilan. Model pemanfaatan hasil hutan ini diformulasikan ke dalam skema Hutan Desa (HD) dan Hutan Kemasyarakatan (HKM) yang dilakukan di hutan lindung maupun hutan produksi, sedangkan skema Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dilakukan di hutan produksi.

Sementara rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.

“Pada kawasan yang telah dibebani izin/hak pemanfaatan hutan kepada pihak ketiga, pelaksanaan rehabilitasinya dilakukan oleh pemegang izin/hak yang bersangkutan. Sedangkan pada kawasan yang tidak dibebani izin/hak pemanfaatan hutan, pelaksanaannya dilakukan oleh unit kelola, seperti KPH atau Tahura.”

Sedangkan kebijakan yang terakhir adalah prinsip perlindungan hutan untuk mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. Namun perlindungan hutan pada wilayah unit pengelolaan hutan yang wilayahnya telah dibebani izin atau hak pemanfaatan hutan kepada pihak ketiga, maka  pelaksanaannya dilakukan oleh pemegang izin atau hak yang bersangkutan.

“Perlindungan hutan pada wilayah unit pengelolaan hutan yang wilayahnya tidak dibebani izin atau hak pemanfaatan hutan kepada pihak ketiga, pelaksanaannya dilakukan oleh unit pengelolaan hutan.”

Mongabay Indonesia telah mencoba menghubungi dinas pemerintah terkait untuk mengkonfirmasi hal ini, namun hingga berita ini diturunkan belum ada komentar dan tanggapan dari pemerintah setempat.

Sumber: https://id.berita.yahoo.com/hutan-sulteng-diperkirakan-habis-dalam-081628478.html