BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Kekeringan Bukan Situasi Biasa

Kekeringan Bukan Situasi Biasa
Ikon konten premium Cetak | 27 Januari 2016 Ikon jumlah hit 251 dibaca Ikon komentar 0 komentar

Kekeringan panjang yang masih berlanjut dan menyebabkan mundurnya penanaman padi di sejumlah daerah jangan sampai membuat rakyat kesulitan.

Fenomena iklim El Nino yang menyebabkan musim kering berkepanjangan, menurut sejumlah prakiraan, masih berlanjut hingga Maret. Dalam keadaan iklim normal, musim tanam rendeng dimulai pada bulan November. Di daerah dengan pengairan cukup, petani dapat tiga kali bertanam padi. Mundurnya musim tanam rendeng menyebabkan musim tanam kedua mungkin tak terjadi.

Dampak mundurnya musim tanam adalah produksi beras yang bukan tidak mungkin akan turun dibandingkan dengan produksi tahun lalu. Dampak lain adalah pada harga. Meskipun saat ini stabil, tetapi bertahan rata-rata di atas Rp 10.000-Rp 12.000 per kilogram untuk beras kualitas medium. Harga ini jauh di atas harga dunia, yaitu 360-370 dollar Amerika Serikat per ton untuk beras dari Thailand dan Pakistan dengan kadar butir pecah 5 persen.

Perlu juga diperhatikan turunnya produksi dunia, terutama Asia yang terpengaruh musim kering panjang, serta rencana negara produsen beras meningkatkan cadangan di dalam negerinya. Hal ini akan memengaruhi ketersediaan dan harga beras di pasar dunia.

Produksi padi yang masih merupakan pangan utama sebagian besar masyarakat juga dipengaruhi ketersediaan lahan. Pemerintah menargetkan swasembada beras, jagung, dan kedelai bersamaan, sementara lahan yang digunakan tidak bertambah, bahkan cenderung berkurang karena alih lahan, apabila data statistik yang tersedia benar. Kenaikan produksi jagung karena perluasan lahan akan menggerus lahan bertanam padi.

Pemerintah mengantisipasi turunnya produksi dengan mengimpor beras tahun lalu. Saat ini, pemerintah mengklaim Bulog memiliki cadangan beras 1,4 juta ton, cukup untuk kebutuhan hingga lima bulan ke depan.

Operasi pasar oleh Bulog adalah untuk menjaga stabilitas harga beras dengan sasaran harga Rp 8.300-Rp 8.500 per kilogram. Harga di beberapa kota yang masih tinggi, 15-20 persen dari sasaran, pasti memengaruhi daya beli masyarakat luas, mulai dari petani yang saat ini tidak memiliki beras lagi hingga buruh, pegawai negeri, dan karyawan berpenghasilan tetap di batas hidup layak.

Bagi sebagian besar warga, pangan masih merupakan pengeluaran terbesar. Harga komoditas pangan lain, seperti daging ayam, telur ayam, bawang putih, bawang merah, dan cabai, yang tinggi makin menggerus daya beli.

Pemerintah tak dapat bekerja dengan cara biasa menghadapi situasi tidak biasa saat ini. Jangan pula saling menyalahkan di antara pimpinan lembaga yang bertanggung jawab atas pangan. Pangan adalah kebutuhan dasar dan hak asasi yang harus dijamin pemerintah.

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2016/01/27/Kekeringan-Bukan-Situasi-Biasa