BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Mendorong Efisiensi dan Efektivitas Dana Desa

Jika pembangunan desa dimaknai sebagai pencapaian penghidupan berkelanjutan warga desa, diperlukan langkah diferensiasi dalam pemanfaatan dana desa. Peningkatan efisiensinya juga harus menjadi agenda.

SIWI NUGRAHENI
Dana desa merupakan salah satu instrumen penting dalam pembangunan desa di Indonesia. Pemerintah menyatakan, dana desa telah menghasilkan banyak hal, mulai dari pembangunan berbagai infrastruktur sampai pelatihan-pelatihan yang menjadi bagian dari upaya pencegahan stunting di wilayah perdesaan. Dana desa antara lain juga digunakan untuk membiayai kegiatan pemberdayaan masyarakat serta menjadi modal pendirian badan usaha milik desa.

Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa efisiensi dan efektivitas pemanfaatan dana desa masih dapat ditingkatkan.

Pembangunan desa, menurut amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa), bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta menanggulangi masalah kemiskinan. Secara formal, tujuan pembangunan perdesaan dinyatakan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) Desa yang berisi 18 tujuan dengan sejumlah target dan indikator. Oleh karena itu, pencapaian pembangunan di wilayah perdesaan dapat dinilai dari terpenuhinya target dari setiap tujuan SDGs Desa.

Kendati demikian, saya ingin menggunakan pendekatan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood approach/SLA) untuk memahami proses dan tujuan pembangunan perdesaan. SLA diperkenalkan oleh Chambers & Conway (1992) sebagai kerangka berpikir dalam kegiatan pendampingan pemberdayaan masyarakat.

Penghidupan masyarakat adalah hasil mendayagunakan berbagai jenis modal untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih baik.

Dalam konteks pembangunan desa, SLA dimaknai sebagai proses menyusun penghidupan (livelihoods) warga desa dari hasil mendayagunakan semua jenis dan jumlah modal yang mereka miliki. Chambers & Conway (1992) membagi modal menjadi lima macam, yakni sumber daya alam (termasuk lahan), modal fisik (infrastruktur dan alat-alat produksi), sumber daya manusia, modal finansial, dan modal sosial.

Penghidupan masyarakat adalah hasil mendayagunakan berbagai jenis modal untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih baik.

Desa wisata, misalnya, adalah hasil mendayagunakan keindahan alam (sumber daya alam) dan modal finansial untuk membangun modal fisik berupa spot-spot wisata atau sarana homestay, misalnya. Hal ini juga menggunakan sumber daya manusia, misalnya berupa kemampuan mengelola desa wisata atau menjadi pemandu wisata.

Masyarakat miskin dan rentan biasanya tidak memiliki modal dengan jenis atau jumlah yang memadai. Bukan hanya tak memiliki, bahkan mungkin akses terhadap modal pun sulit.

Masyarakat miskin tidak memiliki modal finansial yang cukup, sekaligus sulit mengakses kredit dari lembaga keuangan resmi, karena tidak memiliki agunan. Oleh karena itu, ketika penghidupan yang akan dibangun memerlukan sejumlah modal finansial, perlu ada upaya untuk memberi kemudahan bagi mereka mendapatkan kredit. Di sinilah diperlukan peran kebijakan pemerintah dan bantuan berbagai lembaga pendamping desa.

Jika pembangunan desa dimengerti sebagai proses menyusun penghidupan warga desa yang berkelanjutan, keberadaan dana desa (modal finansial) diharapkan dapat meningkatkan kualitas, keberagaman, dan jumlah modal-modal yang lain.

Bagaimana pemanfaatan dana desa sejauh ini?

Jika pembangunan desa dimengerti sebagai proses menyusun penghidupan warga desa yang berkelanjutan, keberadaan dana desa (modal finansial) diharapkan dapat meningkatkan kualitas, keberagaman, dan jumlah modal-modal yang lain.

Prioritas infrastruktur fisik
Sejak 2015 sampai 2023, sebanyak Rp 538 triliun anggaran pemerintah dialokasikan untuk dana desa. Penelitian SMERU (2018) menyimpulkan, sebagian besar dana desa tahun 2015 dan 2016 dialokasikan untuk membangun infrastruktur fisik. Studi yang dilakukan rekan kami, Mokoginta dan kawan-kawan (akan terbit), atas alokasi dana desa tahun 2018 dan 2019 masih menemukan hal yang sama.

Penelitian SMERU (2018) menemukan beberapa alasan mengapa infrastruktur fisik masih menjadi prioritas penggunaan dana desa. Pertama, pemerintah dan warga desa menganggap bahwa hasil dana desa harus kasatmata. Pembangunan infrastruktur fisik memenuhi syarat ini.

Kedua, pembangunan infrastruktur fisik dianggap lebih adil karena semua lapisan masyarakat dapat menikmatinya. Jalan, jembatan, atau gedung sekolah tidak dibatasi penggunaannya hanya untuk sekelompok warga.

Ketiga, pelaksanaan pembangunan infrastruktur fisik dirasakan lebih mudah dibandingkan pelaksanaan kegiatan atau program lain. Kegiatan pelatihan, misalnya, mengharuskan desa menghadirkan narasumber kompeten, yang sering menjadi pekerjaan tidak mudah bagi perangkat desa.

Bukan hanya prioritas penggunaan dana desa yang perlu bervariasi. Mokoginta dkk juga menemukan, efisiensi penggunaan dana desa tahun 2018 dan 2019 masih rendah. Dengan menitikberatkan pada pencapaian tujuan penanggulangan kemiskinan dan penghapusan kelaparan di desa, penelitian itu menyimpulkan, rata-rata tingkat efisiensi penggunaannya hanya 25 persen. Artinya, kegiatan dan program untuk penanggulangan kemiskinan dan penghapusan kelaparan yang dilakukan sebetulnya dapat dicapai dengan 25 persen dari dana yang digunakan.

Hampir delapan tahun usia dana desa, pembangunan infrastruktur fisik masih menjadi prioritas penggunaan dana desa. Dapat dimengerti jika di tahap-tahap awal, pembangunan infrastruktur menjadi pilihan. Sebab, banyak desa tidak memiliki infrastruktur yang memadai. Namun, pada tahap selanjutnya, keberagaman alokasi dana desa perlu lebih diupayakan.

Jika pembangunan desa dimaknai sebagai pencapaian penghidupan berkelanjutan warga desa sebagai hasil mendayagunakan berbagai jenis modal, diperlukan langkah diferensiasi dalam pemanfaatan dana desa.

Tidak hanya fokus pada pembangunan infrastruktur fisik, tetapi juga untuk meningkatkan jenis, jumlah, atau kualitas aset-aset lain di desa. Selain melakukan diferensiasi penggunaan dana desa, peningkatan efisiensinya juga harus menjadi agenda.

Editor:
NUR HIDAYATI

Sumber: https://www.kompas.id/baca/opini/2023/07/10/mendorong-efisiensi-dan-efektivitas-dana-desa?open_from=Search_Result_Page