BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Tedong Saleko, Kerbau Unik Toraja Berharga sampai Rp1 Miliar

Oleh Wahyu Chandra

Tedong saleko atau kerbau dengan belang terbaik. Kulit didominasi warna putih pucat, dengan bercak atau belang hitam di sekujur tubuh. Harga jenis kerbau ini bisa mencapai Rp1 miliar, tergantung kondisi tanduk, belang dan ekor. Foto: Sharif Jimar

Tedong saleko atau kerbau dengan belang terbaik. Kulit didominasi warna putih pucat, dengan bercak atau belang hitam di sekujur tubuh. Harga jenis kerbau ini bisa mencapai Rp1 miliar, tergantung kondisi tanduk, belang dan ekor. Foto: Sharif Jimar

Bagi masyarakat Tana Toraja di Sulawesi Selatan (Sulsel), meyakini kerbau adalah kendaraan bagi arwah menuju Puya (dunia arwah, atau akhirat). Kerbau pun memiliki kedudukan unik bagi masyarakat Toraja. Ia diternakkan dan sebagai alat pembajak sawah, sekaligus dianggap hewan sakral dan simbol status sosial.

Yoshafat, tokoh adat dari Tana Toraja, mengatakan, kerbau dinilai sesembahan tertinggi bagi masyarakat adat Toraja yang meninggal, melalui ritual rambu solo’. Rambu Solo’ ini dilakukan berhari-hari, bahkan ada berminggu-minggu, dan dihadiri ribuan warga. Salah satu ritual penting adalah penyembelihan kerbau.

Dalam kepercayaan Aluk To Dolo, atau agama Toraja kuno, rambu solo’ dilakukan keluarga bangsawan. Makin tinggi nilai kebangsawanan, makin besar dan mewah pula acara. Belakangan ritual ini bisa juga oleh non bangsawan, tetapi memiliki keuangan cukup.

“Sekarang siapa pun bisa, meski dulu hanya bangsawan. Namun, tidak semua daerah di Toraja boleh. Di beberapa daerah tetap mengacu kepada aturan Aluk To Dolo, hanya boleh bangsawan,” katanya kepada Mongabay, awal Desember 2013.

Dalam ritual kematian ini, kerbau yang dikorbankan sangat tergantung hasil rembuk keluarga besar. Ada sampai menyembelih 1.000 kerbau. Persyaratan wajib minimal 40 ekor dan puluhan babi. Dalam rembuk ini, biasa juga ditetapkan kapan ritual dilaksanakan.

Selama ritual berkabung belum dijalankan, jasad tetap berada di dalam rumah adat yang disebut tongkonan dan dibungkus beberapa helai kain. Segala kebutuhan hidup tetap diberikan, seperti pakaian, sajian makanan bahkan tetap diputarkan acara TV favorit.

Hal menarik dalam ritual ini adalah jenis kerbau yang dikorbankan ternyata memiliki kasta beragam, antara lain tedong bonga, tedong pudu’ dan tedong sambao’. Tedong bonga adalah kerbau dengan kasta tertinggi. Dinamai bonga karena memiliki belang di sekujur tubuh. Tedong bonga ini memiliki beberapa jenis, didasarkan jenis dan belang berada.

Ada bonga sanga’daran, yaitu kerbau belang bagian mulut didominasi warna hitam. Ada juga bonga randan dali’ jika warna alis mata hitam. Juga bonga lotong boko’ jika memiliki warna hitam di bagian punggung. Tedong bonga dengan nilai tertinggi adalah tedong saleko atau kerbau belang terbaik. Kulit didominasi warna putih pucat, dengan bercak atau belang hitam di sekujur tubuh.
Salah satu ritual terpenting Rambu Solo. Ini adalah adu kerbau. Tak jarang acara ini dijadikan kesempatan warga untuk taruhan uang atau barang. Foto: Sharif Jimar

Salah satu ritual terpenting Rambu Solo. Ini adalah adu kerbau. Tak jarang acara ini dijadikan kesempatan warga untuk taruhan uang atau barang. Foto: Sharif Jimar

Menurut Yoshafat, tedong saleko inilah merupakan kerbau harga termahal, dari ratusan juta hingga miliaran rupiah. Harga sangat tergantung kondisi kerbau itu, yaitu dari belang, panjang tanduk, tanda khusus di tubuh, hingga panjang ekor. “Makin besar tanduk, makin panjang ekor, jika lokasi belang di tempat persyaratan, makin mahal. Terakhir saya mendengar ada terjual Rp1 miliar per ekor.”

Ada juga tedong pudu’, ciri berwarna hitam dan fisik kuat. Kerbau ini biasa sebagai kerbau aduan di akhir acara rambu solo’. Harga bisa setengah dari tedong bonga. Kasta kerbau lain tedong sambao’, yaitu kerbau kasta terendah. Kerbau ini berwarna kulit abu-abu atau coklat, hampir menyerupai kulit sapi. Inilah jenis kerbau paling banyak disembelih saat rambu solo’.

Tedong saleko, kerban endemik Toraja. Ia sangat mahal mungkin karena digunakan buat ritual, dan sulit mendapatkan kerbau ini. Dibanding kerbau lain, proses pembiakan saleko relatif susah karena masa birahi betina yang sulit diketahui. “Sangat beruntung dan dinilai berkah jika ada yang bisa membiakkan. Sangat sulit mendapatkan,” kata Yoshafat.

Meski demikian, baru-baru ini Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (2002), melaporkan bisa membiakkan melalui teknologi transfer embrio.

Kebutuhan kerbau di Sulsel tinggi, terutama buat ritual kematian rambu solo’ ini. “Diperkirakan setiap tahun sekitar 18 ribu kerbau dipotong sebagai bagian dari upacara adat di Tana Toraja, atau sekitar 70 persen kerbau di daerah ini. Tapi tak dibarengi produksi memadai,” kata Syamsuddin Hasan, Dekan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, pada acara Buffalo International Conference 2013 di Makassar, awal November lalu.

Dia mengatakan, jika tak dibarengi upaya peningkatan produksi ternak, populasi kerbau di Sulsel makin terbatas. Apalagi kebutuhan kerbau makin meningkat setiap tahun, seiring peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Fenomena penurunan populasi kerbau ini juga terjadi secara nasional. Jika tahun 1990-an, populasi kerbau mencapai 3,5 juta ekor, kini diperkirakan merosot hingga 1 juta ekor.“Jika tidak segera ada upaya budidaya intensif berbasis teknologi, bisa berdampak kelangkaan ternak ini.”

Di Sulsel, peternakan kerbau banyak ditemukan di dua daerah, yaitu Tana Toraja dan Toraja Utara. Di kedua daerah ini kerbau menjadi ternak utama, sebagai salah satu unsur penting dalam ritual kematian.

Penurunan populasi kerbau juga disebabkan, alih fungsi mekanisasi pertanian dan luas lahan penggembalaan atau perkubangan kerbau berkurang. “Ini karena beralih fungsi menjadi lahan pemukiman dan industri.”

Padahal, kata Syamsuddin, budidaya kerbau sebenarnya sangat menguntungkan. Sebab, selain produksi daging, susu kerbau pun jauh lebih sehat dibanding susu sapi, rendah kolesterol dan baik untuk penderita diabetes.

Sumber : http://www.mongabay.co.id/2013/12/05/tedong-saleko-kerbau-unik-toraja-berharga-sampai-rp1-miliar/