BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Kawasan Bebas Rokok Jadi Indikator Penilaian Kota/Kabupaten Layak Anak

Hingga tahun 2021, prevalensi anak Indonesia yang merokok masih tetap tinggi. Perlu upaya bersama untuk melindungi anak dari bahaya rokok.

Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak hingga kini masih berupaya mencegah dan melindungi anak-anak Indonesia dari keterpaparan bahaya rokok. Selain menyosialisasikan peraturan yang terkait perlindungan anak dari bahaya rokok, Kementerian PPPA juga menetapkan ketersediaan kawasan yang bebas dari rokok, sebagai salah satu penilaian untuk menjadi Kota/Kabupaten Layak Anak.

Hal itu masuk dalam Indikator 17, Kluster III Kota/Kabupaten Layak Anak (KLA), yakni Tersedia Kawasan Tanpa Rokok dan Tidak Ada Iklan, Promosi, dan Sponsor Rokok, sebagai salah satu indikator Kota/Kabupaten Layak Anak.

”Dengan adanya indikator tersebut, pemerintah daerah akan memberi perhatian jika ingin mendapatkan predikat Kota atau Kabupaten Layak Anak. Saat ini sudah 320 kota atau kabupaten yang telah mengikuti Kota Layak Anak,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak, Kementerian PPPA, Rini Handayani, Minggu (2/7/2023).

Saat ini sudah ada sejumlah praktik di sejumlah daerah, yakni adanya gerakan masyarakat untuk mencegah anak dari keterpaparan rokok, di desa/kelurahan yang ramah anak. Misalnya di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, ada desa yang melarang pedagang menjual rokok kepada anak dan orangtua juga dilarang menyuruh anaknya membeli rokok.

Para ibu dapat memainkan peran penting dalam membantu keluarganya agar lepas dari jerat konsumsi rokok,

Selain terus menyosialisasikan hak anak atas kesehatan sebagaimana diatur dalam konvensi anak, Kementerian PPPA juga menyosialisasikan Peraturan Presiden No 18 tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024 yang menetapkan salah satu target tentang pengendalian rokok yang harus dicapai sepanjang tahun 2020 hingga 2024.

PP No 18/2020 menargetkan untuk menurunkan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun menjadi 8,7 persen. Selain itu, meningkatkan peringatan kesehatan bergambar di bungkus rokok, pelarangan iklan promosi dan sponsor rokok, dan peningkatan cukai rokok. ”Ini masih menjadi tantangan karena sampai saat ini kita belum mencapai 8,7 persen. Karena itu, selama beberapa tahun terakhir Forum Anak Nasional menyuarakan lindungi anak dari bahaya rokok,” kata Rini.

Hingga saat ini, berdasarkan evaluasi KLA untuk indikator Kawasan Tanpa Rokok dan Tanpa Iklan, Promosi dan Sponsor (IPS) Rokok masih menghadapi sejumlah tantangan. Misalnya, saat ini meskipun sebanyak 82 persen kabupaten/kota di Indonesia memiliki peraturan daerah (perda) terkait kawasan tanpa rokok (KTR) dan 63 persen kabupaten/kota memiliki pelarangan IPS rokok, implementasinya belum secara menyeluruh, termasuk sosialisasi, pemantauan, evaluasi dan pemberian sanksi bagi pelanggar.

Selain, Perda KTR belum secara jelas melarang IPS rokok di sekitar lingkungan satuan pendidikan termasuk pada jalur perjalanan menuju dan pulang sekolah. Tantangan lain adalah baru sedikit pemerintah daerah yang memiliki kebijakan tertulis tentang tidak menerima pemasangan iklan, promosi, dan sponsor rokok pada kegiatan yang melibatkan anak/remaja.

”Pengaturan iklan, promosi, dan sponsor rokok dalam Perda KTR hanya tentang teknis pemasangan, bukan melarang secara penuh IPS rokok dan hanya berlaku di KTR bukan seluruh wilayah kabupaten/kota,” ucap Rini. Komitmen yang kuat dari pemimpin daerah menjadi faktor yang paling kuat untuk mengimplementasikan KTR dan pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok.

Mahasiswa mengumpulkan puntung rokok dari taman Kawasan Megamas di tepi Teluk Manado, Sabtu (11/5/2019).

Hingga kini, selain menjadikan salah satu indikator penilaian KLA, sejumlah upaya yang dilakukan Kementerian PPPA untuk mencegah anak terpapar rokok antara lain sosialisasi bahaya rokok dan kesehatan reproduksi bagi anak sebagai Pelopor dan Pelapor (2P); kampanye anak Indonesia hebat tanpa rokok, lokakarya peran forum anak sebagai 2P mengenai bahaya rokok; mengawal dan mendorong pemerintah untuk merevisi PP No 109/ 2012; serta melaksanakan policy roundtable yang menghasilkan rekomendasi untuk Bappenas dalam menyusun RPJMN 2020-2024.

Upaya lain adalah mendukung WHO dalam pertemuan internasional terkait tobacco advertising, promotion, and sponsorship (TAPS): mengawal dan menyelesaikan kasus atribut berlogo Djarum pada ajang pencarian bakat bulu tangkis; serta menginisiasi smoke-free family (keluarga bebas rokok) pada 2020.

Semua diajak berperan
Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati saat membuka Webinar Peringatan Hari Tanpa Tembakau 2023: Suara Ibu Bangsa Selamatkan Indonesia dari Hegemoni Zat Adiktif, pada awal awal Juni 2023 menegaskan, Kementerian PPPA dalam mendukung pencapaian target RPJMN 2020-2024, untuk menurunkan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun menjadi 8,7 persen, melakukan sejumlah program melalui sejumlah pihak.


Pertama, melalui peran anak-anak sebagai pelapor dan pelopor (2P) pada wadah Forum Anak. Kedua, pada tingkat keluarga, melalui Pusat-pusat Pembelajaran Keluarga. Ketiga, intervensi melalui satuan pendidikan lewat kebijakan Sekolah Ramah Anak. Keempat, melalui lingkungan di sekitar anak berada, lewat inisiasi beragam fasilitas umum ramah anak. Kelima, melalui wilayah (region) yang diimplementasikan melalui kebijakan KLA.

Menteri PPPA meminta orangtua agar memberi perhatian khusus terhadap bahaya rokok bagi anak-anak. Bintang Darmawati mendorong peran ibu dalam mencegah dan mengendalikan konsumsi rokok di lingkungan keluarga. Sebab, konsumsi rokok di lingkungan keluarga dapat memberikan efek negatif bagi kesehatan dan mengurangi konsumsi gizi bagi perempuan dan anak.

Konsumsi rokok merupakan konsumsi kedua terbesar rumah tangga. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022 menunjukkan, rokok merupakan komoditas tertinggi kedua dalam pengeluaran rumah tangga setelah beras, lebih tinggi daripada pengeluaran untuk konsumsi protein, seperti telur dan ayam, tahu dan tempe yang lebih dibutuhkan keluarga.

Perempuan memiliki peran penting sebagai pengasuh dan pelindung di unit keluarga. Perempuan sebagai ibu perlu membangun komunikasi yang baik kepada setiap anggota keluarga mengenai dampak buruk rokok, mulai dari masalah kesehatan, potensi kecanduan, dan konsekuensi sosial dari merokok.

”Selain pencegahan, pemberian dukungan juga sangat penting bagi mereka yang sudah terkena dampak penggunaan rokok. Para ibu dapat memainkan peran penting dalam membantu keluarganya agar lepas dari jerat konsumsi rokok, salah satunya dengan memberikan pendampingan, berupa pengingat, dukungan emosional, hingga bantuan dari profesional,” tutur Menteri PPPA.

Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Giwo Rubianto Wiyogo mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk melindungi generasi muda dari penggunaan zat adiktif, serta melakukan upaya promotif dan preventif untuk meningkatkan kesadaran dan mengubah perilaku masyarakat sehingga dapat mengendalikan konsumsi tembakau.

”Kami mendorong pemerintah untuk dapat merumuskan kebijakan yang mampu menekan produksi zat adiktif dari rokok konvensional maupun rokok jenis baru. Karena dengan berkurangnya jumlah perokok di Indonesia tidak hanya akan berdampak baik pada sektor kesehatan, tapi juga sektor ekonomi sebab keluarga Indonesia butuh bahan pokok bukan rokok,” kata Giwo.

Editor:
ICHWAN SUSANTO

Sumber: https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/07/02/kawasan-bebas-rokok-jadi-indikator-penilaian-kotakabupaten-layak-anak

Related-Area: