BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Rasio Elektrifikasi Terus Ditambah, Dana Subsidi untuk Listrik Desa

JAKARTA, KOMPAS — Penghematan subsidi listrik sebagai dampak pencabutan subsidi bagi sebagian pelanggan rumah tangga golongan 900 volt ampere diusulkan untuk membiayai infrastruktur ketenagalistrikan. Penghematan itu diusulkan untuk membiayai program listrik desa.

Alokasi subsidi listrik tahun ini sekitar Rp 44 triliun, sedangkan realisasi subsidi tahun 2016 sekitar Rp 60 triliun.

Direktur Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa mengatakan, penghematan subsidi bisa dialokasikan untuk meningkatkan akses listrik bagi masyarakat di kawasan timur Indonesia. Di wilayah itu, rasio elektrifikasi masih rendah.

Rasio elektrifikasi adalah perbandingan jumlah penduduk yang mendapatkan listrik terhadap total jumlah penduduk.

"Selain rumah tangga yang ada di daerah terpencil, golongan rumah tangga miskin yang belum menikmati aliran listrik juga perlu mendapat perhatian pemerintah. Dengan penghematan subsidi itu, akses terhadap listrik bagi golongan keluarga tersebut bisa ditingkatkan," kata Fabby, Selasa (3/1), di Jakarta.

Hal senada disampaikan anggota Komisi VII DPR dari Partai Golkar, Satya Widya Yudha. Menurut dia, pemerintah perlu memperkuat infrastruktur listrik di wilayah terpencil. Berdasarkan catatan pemerintah, ada sekitar 2.500 desa di Indonesia yang belum menikmati listrik.

"Selain untuk pembiayaan infrastruktur listrik, (dana dari penghematan subsidi) bisa juga dialokasikan dalam bentuk subsidi langsung kepada masyarakat miskin untuk meningkatkan daya beli," ujar Satya.

Mulai 1 Januari 2017, subsidi listrik bagi 23 juta rumah tangga golongan 900 volt ampere (VA) dicabut secara bertahap. Sekitar 4,1 juta rumah tangga golongan 900 VA masih menikmati tarif listrik bersubsidi. Melalui verifikasi data pelanggan, sebanyak 23 juta rumah tangga tersebut adalah rumah tangga yang tidak termasuk sebagai rumah tangga miskin dan tak mampu.

Selanjutnya, mulai 1 Juli 2017, sebanyak 23 juta rumah tangga golongan 900 VA bakal dikenai tarif listrik nonsubsidi. Tarif listrik nonsubsidi berdasarkan tiga indikator, yaitu inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, dan harga minyak Indonesia (ICP). Perubahan salah satu indikator itu berdampak terhadap perubahan tarif listrik setiap bulan.

"Penyesuaian tarif bagi 23 juta rumah tangga golongan 900 VA dilakukan bertahap per 1 Januari, 1 Maret, dan 1 Mei. Setiap tahap tersebut kenaikannya 32 persen," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sujatmiko.

Listrik desa

Rasio elektrifikasi nasional saat ini sekitar 90 persen. Namun, di beberapa provinsi, rasio elektrifikasi masih rendah, di antaranya Papua (46,67 persen) dan Nusa Tenggara Timur (58,34 persen). Pemerintah menargetkan rasio elektrifikasi menjadi 97 persen pada 2019 melalui program pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW).

Terkait dengan program ketenagalistrikan di wilayah terpencil, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 38 Tahun 2016 tentang Percepatan Elektrifikasi di Perdesaan Belum Berkembang, Terpencil, Perbatasan, dan Pulau Kecil Berpenduduk Melalui Pelaksanaan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Skala Kecil.

Swasta atau badan usaha milik daerah diizinkan membangun pembangkit dan menjualnya langsung kepada masyarakat tanpa melalui PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Adapun kapasitas maksimal penyediaan listrik adalah 50 MW.

Dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 38 Tahun 2016 disebutkan, tarif listrik golongan bersubsidi 450 VA sebesar Rp 325 per kWh dan 900 VA sebesar Rp 455 per kWh. (APO)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/ekonomi/energi/2017/01/04/Rasio-Elektrifikasi-Terus-Ditambah

Related-Area: