BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Sampah Dikumpulkan, Buku Dipinjamkan

Hari belum terlalu siang, ketika para ibu berkumpul di rumah Raden Roro Hendarti (44) di Desa Muntang, Kecamatan Kemangkon, Purbalingga, Jawa Tengah (Jateng). Mereka berkumpul di bagian depan rumah yang berbentuk “pendopo”. Setelah berkumpul, mereka kemudian bekerja untuk membuat berbagai macam kerajinan dari barang-barang bekas yang dikumpulkan.

Ada lebih dari 20 perempuan baik ibu maupun remaja yang tekun membentuk pernik-pernik berbahan baku kertas bekas, plastik, bekas sedotan, dan lainnya. Mereka membentuk lingkaran-lingkaran kecil saat membuat berbagai macam kerajinan tersebut.

“Sebagian sampah anorganik yang kami kumpulkan, dibuat berbagai pernik dan kerajinan. Ada tas, hiasan dinding, bunga plastik dan lainnya. Harganya lumayan, bahkan ada yang sampai Rp60 ribu. Dalam sebulan omzetnya sudah lumayan mencapai Rp500 ribu hingga Rp1 juta,” ungkap Hendarti yang juga Koordinator Bank Sampah Sahabatku Desa Muntang.

Hendarti mulai mengumpulkan sampah-sampah anorganik sejak tahun 2014. Pengumpulan sampah dilakukan karena dirinya bersama ibu-ibu desa setempat membentuk bank sampah yang dinamakan Sahabatku. “Setelah membentuk bank sampah, mau tidak mau saya harus berkeliling mengumpulkan sampah dari rumah-rumah. Sampah yang kami kumpulkan adalah anorganik, terdiri dari kertas, plastik dan barang pecah belah,”katanya.

Setelah berjalan selama satu tahun, bank sampah tersebut mendapat bantuan kendaraan roda tiga dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Purbalingga. Sehingga dengan adanya kendaraan tersebut, maka untuk mengangkut sampah jadi lebih mudah. Setiap akhir pekan, dia berkeliling untuk mengumpulkan sampah-sampah dari rumah penduduk.

“Sampah yang dikumpulkan menjadi tabungan para ibu rumah tangga. Mereka hanya mengumpulkan sampah saja, nanti kami para pengurus bank sampah bakal mencatat dan menimbang. Setelah selesai, kiriman sampah tersebut bakal dibeli oleh bank sampah. Uangnya langsung masuk ke dalam tabungan,” ujar Hendarti.

Dijelaskan oleh Hendarti, tabungan para ibu rumah tangga belum terlalu banyak, paling baru mencapai Rp50 ribu. Namun demikian, kata Hendarti, persoalannya tidak hanya sebatas uang, melainkan bagaimana mendidik warga untuk peduli terhadap sampah.

“Apalagi, bank sampah baru berjalan sehingga yang penting konsisten dulu. Untuk menyemangati saja membutuhkan pendampingan. Yang penting telah muncul kesadaran akan pentingnya mengelola sampah. Menumbuhkan kesadaran seperti ini tidak gampang. Kami tetap berharap bank sampah ini akan terus berkembang,”katanya.

Hendarti yang juga merupakan Kepala Urusan (Kaur) Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Desa Muntang sebetulnya juga mengelola perpustakaan desa setempat. Karena itu, setelah mengelola perpustakaan dan bank sampah, Hendarti memiliki ide.

“Saya punya ide, kenapa tidak menggabungkan antara perpustakaan dan bank sampah. Yakni dengan berkeliling meminjamkan buku kepada warga. Nah, nantinya warga menyerahkan sampah mereka. Jadi, mereka dapat ilmu dari buku, saya mendapatkan sampah dari mereka. Ini sukarela, mau setor sampah berapa, silakan. Yang penting buat saya, mereka juga jadi gemar membaca,” jelasnya.

Para siswa menyetorkan sampah plastik sebagai syarat meminjam buku. Foto : L Darmawan

Makanya, kata Hendarti, ia kemudian menyulap sepeda motor roda tiganya untuk mengangkut buku-buku. Sebelumnya, motor yang memiliki bak pada bagian belakang hanya mengangkut sampah. Lalu, Hendarti meminta tukang kayu untuk membuat rak buku yang bakal ditaruh pada bagian kanan kiri bak sepeda motor. Alhasil, rak kanan kini tersebut bisa dijadikan sebagai tempat buku.

“Mulailah pada akhir 2016 silam, saya berkeliling mengumpulkan sampah sambil membawa buku. Harapannya, selain dapat menarik sampah, saya juga dapat meminjamkan buku kepada warga. Ini sekaligus menanamkan kepada warga agar suka membaca,”katanya.

Pada awalnya, lanjut Hendarti, ia gamang. Sebab, apa mungkin warga mau meminjam buku dengan menyerahkan sampahnya. Namun, ternyata kekhawatirannya tidak terbukti. Pasalnya warga terutama ibu-ibu sangat antusias meminjam buku. Dengan begitu, setoran sampah juga menjadi lancar.

“Saya memulai berkeliling membawa buku ke Posyandu I, Desa Muntang. Para ibu ternyata sangat senang ada buku yang dapat dipinjam. Ada yang meminjam buku menu masakan, resep obat herbal, dan pengetahuan umum. Bagi saya, yang penting mereka mau membaca. Apalagi, saat meminjam buku, mereka setor sampah,”ujar Hendarti.

Sampah-sampah yang dikumpulkan dipisah-pisahkan di rumah Hendarti. Ada sebagian sampah yang dijual, ada pula yang dibuat kerajinan. Foto : L Darmawan

Dengan cara seperti itu, maka apa yang dilakukannya disebut sebagai limbah pustaka. Nama itu disematkan seorang pegawai perpustakaan daerah di Purbalingga. Nama itu unik, menyesuaikan dengan aktivitas Hendarti, yakni menjemput sampah atau limbah sambil meminjamkan buku.

“Saya terima saja dan nama itu memang cocok. Karena saya memang mengumpulkan sampah atau limbah dari penduduk dengan meminjamkan buku. Kendaraan yang saya pakai membawa limbah sekaligus sebagai perpustakaan keliling,”ungkapnya.

Setelah kepada para ibu, Hendarti juga mulai merambah ke anak-anak sekolah. Salah satu yang disambangi adalah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Muhammadiyah Muntang. Di sekolah setingkat SD itu, anak-anak sangat antusias untuk meminjam buku. Mereka membawa berbagai sampah dari rumah. Ada yang bawa gelas plastik bekas minuman, kertas bekas, tas plastik bekas dan lainnya. Mereka rela antre untuk meminjam buku bacaan.

“Saya sangat senang, karena anak-anak juga antusias. Mereka membawa sampah bekas dari rumah mereka masing-masing. Saya memang meminta kepada mereka, kalau meminjam buku bawa sampah. Memang, masih ada yang tidak membawa dan masih diperbolehkan meminjam. Namun, nantinya mereka saya suruh bawa sampah. Karena hal ini bentuk penyadaran dari kecil mengenai pengelolaan sampah. Tentu saja juga meningkatkan minat baca para siswa. Sejauh ini, mereka sangat antusias. Ke depan, saya akan menggandeng sekolah-sekolah lainnya, sehingga sampah yang dikumpulkan kian banyak dan gerakan literasi untuk siswa semakin meluas,”jelas Hendarti.

Sesungguhnya, apa yang dilakukannya tidak menjadi bagian kewajiban dari pekerjaannya sebagai seorang Kaur Kesra di Desa Muntang. Hanya saja, sudah menjadi panggilan dirinya untuk bekerja demi kepentingan sosial. Apalagi, kini setidaknya sudah ada setidaknya 400 pelanggan peminjam buku. Dan mereka jugalah yang mengumpulkan sampah anorganik. Pelan tapi pasti, langkah Hendarti menjadi inspirasi bahwa ternyata mengumpulkan dan mengelola sampah bisa sinergi dengan gerakan literasi.

L. Darmawan 

http://www.mongabay.co.id/2017/06/04/sampah-dikumpulkan-buku-dipinjamkan/

Related-Area: