BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Capaian KB Melambat Mobil Layanan dan Bakti Sosial KB Perlu Digerakkan lagi

JAKARTA, KOMPAS — Setahun pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional, sejumlah capaian program Keluarga Berencana justru turun daripada tahun sebelumnya. Masyarakat miskin sebagai target utama JKN justru banyak yang tidak terjangkau layanan KB yang ditanggung JKN.
Penelitian Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Universitas Gadjah Mada (PKMK UGM) bersama Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pendanaan Kependudukan (UNFPA) yang dipaparkan di Jakarta, Kamis (22/1), menunjukkan penurunan capaian program KB tersebut. Target peserta KB baru pengguna alat kontrasepsi jangka panjang di lima provinsi yang diteliti lebih rendah dibandingkan dengan capaian tahun 2013, sebelum JKN dilaksanakan.

”Suntik dan pil tetap jadi pilihan peserta KB baru,” kata Kepala Divisi Kebijakan Kesehatan Masyarakat dan dan Manajemen PKMK UGM Tiara Marthias, kemarin. Kelima provinsi itu adalah Sumatera Utara, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Papua.

Lebih detail, kontrasepsi jangka panjang yang dimaksud adalah spiral (intrauterine device/IUD), implan, tubektomi (metode operasi wanita/MOW) dan vasektomi (metode operasi pria/MOP).

Penggunaan kontrasepsi jangka pendek di beberapa daerah pada tahun 2014 tetap lebih rendah dibandingkan dengan pemakaian pada 2013. Untuk peserta KB aktif, penurunan hanya terjadi pada metode kontrasepsi tubektomi dan vasektomi.

Khusus di Papua, capaian penggunaan kontrasepsi jangka panjang dan pendek turun semua, seperti pengguna pil KB, yang pada 2013 mencapai 105 persen turun menjadi 32 persen pada tahun 2014.

Sesuai dengan JKN, alat kontrasepsi disediakan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Adapun jasa pemasangannya termasuk dalam kapitasi yang diberikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), seperti klinik dokter atau puskesmas.

Pola sebelumnya
Selama ini, masyarakat banyak ber-KB melalui bidan praktik mandiri, klinik KB, pondok bersalin desa (polindes), atau di pos pelayanan terpadu (posyandu).

Masalahnya, banyak bidan praktik dan klinik KB belum bekerja sama dengan FKTP karena aturan pembagian kapitasi yang dirasa masih merugikan mereka. Mereka juga tidak bisa bekerja sama langsung dengan BPJS Kesehatan untuk bisa mengelola kapitasi sendiri. Adapun polindes dan posyandu tidak bisa menerima kapitasi karena tidak bisa berjejaring dengan FKTP.

Selain itu, tidak semua masyarakat bisa mengakses FKTP karena lokasinya jauh. Jam operasi FKTP sering juga tidak sesuai dengan waktu peserta sehingga bidan praktik, polindes, dan posyandu masih jadi pilihan.

Kepala Departemen Manajemen Promotif dan Preventif BPJS Kesehatan Ansharuddin mengatakan, alat kontrasepsi belum tersebar merata dan belum semua FKTP mampu melayani KB karena keterbatasan sumber daya. Akibatnya, belum semua peserta JKN terlayani KB.

Kondisi itu menjadi catatan pelaksanaan KB. Saat kesadaran untuk menggalakkan kembali KB mulai tumbuh, pembiayaan melalui JKN yang seharusnya memberi kepastian bagi warga miskin di seluruh Indonesia untuk ber-KB justru jadi penghambat.

Pelaksana Tugas Kepala BKKBN Fasli Jalal mengatakan, hasil studi membuktikan kekhawatiran BKKBN sebelumnya, setahun pertama pelaksanaan JKN akan ada banyak kendala. Oleh karena itu, lembaga-lembaga pelaksana KB di daerah perlu meningkatkan koordinasi agar bisa menjangkau masyarakat miskin dan tinggal di daerah terpencil.

”Mobil pelayanan KB dan bakti sosial KB perlu digalakkan lagi sehingga bisa menjangkau warga yang ingin ber-KB, tetapi jauh dari fasilitas kesehatan yang bisa melayani KB,” katanya. (MZW)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000011559621

Related-Area: