BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Lumbung Pangan Perlu Tata Distribusi Antar daerah Surplus dan Minus

JAKARTA, KOMPAS — Kemandirian pangan masyarakat dan daerah menjadi kunci bagi masyarakat agar tidak terombang-ambing kenaikan harga barang kebutuhan pokok. Oleh karena itu, pemerintah perlu mendorong agar setiap daerah mempunyai lumbung pangan sesuai potensi.
Setiap daerah juga perlu membuat neraca komoditas untuk menjaga pasokan pangan. Neraca komoditas itu bisa berfungsi sebagai tolok ukur distribusi pangan dari daerah yang surplus ke daerah minus.

Hal tersebut dikatakan Wakil Ketua Umum Bidang Pemberdayaan Daerah dan Bulog Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Natsir Mansyur dan Direktur Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati, di Jakarta, Kamis (22/1).

Menurut Natsir, lumbung pangan rakyat sangat penting karena bisa menjadi basis pertahanan masyarakat ketika harga kebutuhan pokok melambung. Saat ini, tradisi menyimpan beras dan hasil pangan lain di lumbung sudah luntur.

”Pemerintah perlu mendorong masyarakat dan pemerintah daerah untuk menumbuhkan kembali lumbung pangan. Dengan keberadaan lumbung pangan, saya yakin spekulan tidak akan leluasa bermain-main,” kata Natsir.

Selain itu, lanjut Natsir, pemerintah perlu menata kembali pola distribusi pangan antardaerah, terutama dari daerah surplus ke daerah minus pangan. Beberapa daerah secara mandiri telah saling bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan pangan.

Misalnya, Provinsi Sulawesi Selatan. Sulsel sudah lima tahun ini surplus beras dan memasok beras ke Jakarta, Papua, Ambon, dan Kalimantan. Selain itu, Sulsel juga telah mengirim sayur-mayur dan telur ke Kalimantan. Adapun Nusa Tenggara Timur (NTT) mengirim sapi ke DKI Jakarta dan Banten. ”Sayangnya infrastruktur masih menjadi kendala sehingga interkoneksitas antardaerah kurang berjalan dengan baik,” kata Natsir.

Enny Sri Hartati menekankan pentingnya setiap daerah membuat neraca komoditas pangan. Neraca tersebut bisa menjadi dasar bagi daerah tersebut untuk menjaga keseimbangan antara permintaan dan pasokan.

Pemerintah juga perlu mengefisienkan gudang-gudang yang menjadi aset mereka. Gudang-gudang itu bisa dimanfaatkan untuk menyimpan pasokan sejumlah komoditas pangan dan bisa berfungsi sebagai sarana pemantauan. ”Neraca komoditas dan sistem pergudangan atau lumbung komoditas itu bisa menjadi acuan untuk mengembangkan perdagangan antardaerah dan pulau,” kata Enny.

Mulai turun
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Srie Agustina mengatakan, Kemendag telah mengimbau para pelaku usaha yang menguasai 20 persen pangsa pasar agar menurunkan harga. Mereka adalah para pengusaha minyak goreng, terigu, dan gula. ”Harga sejumlah bahan pokok itu sudah mulai turun. Yang masih tinggi hanya beras dan daging sapi,” katanya.

Berdasarkan data Kemendag, harga daging sapi pada 22 Januari 2015 Rp 101.466 per kilogram (kg). Harga itu masih jauh dari harga ideal yang berkisar Rp 85.000-Rp 90.000 per kg. Harga beras medium Rp 9.730 per kg. Harga itu belum mendekati harga ideal Rp 9.000 per kg.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Adhi S Lukman meminta pemerintah segera memfasilitasi perundingan antara pelaku sektor industri, perdagangan, dan angkutan. Langkah ini diperlukan untuk menyusun tabel mengenai pengaruh fluktuasi harga bahan minyak terhadap harga ongkos angkut barang yang berpengaruh signifikan terhadap harga jual produk. (HEN/CAS/DRI/MAS)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000011559736

Related-Area: