Pada seorang gadis nan enerjik ini, ada kagum membuncah rasanya. Ia bernama Nurdana R Pratiwi atau biasa dipanggil Tiwi, dan berasal dari Raja Ampat. Pada kumpulan pulau – pulau nan cantik dan memesona itu, ia habiskan waktu sekolah sedari SD sampai SMA. Kemudian ia melanjutkan kuliahnya di Yogyakarta, tepatnya di UIN Sunan Kalijaga. Selepas lulus kuliah dan kembali ke Raja Ampat, ia memilih berjualan Ice Blend, sebuah bisnis waralaba untuk menambah pundi – pundi rupiah “anak muda Papua itu bisa berusaha dengan berwirausaha”, ujarnya.
Selain menjadi entrepreneur, Tiwi juga anggota Pengurus Hari – Hari Besar Islam atau PHBI, tidak hanya itu, bersama teman – teman alumi SMA, Tiwi membentuk komunitas Lentera Negeri Bahari (LNB), sebuah komunitas yang fokus kegiatannya di bidang pendidikan dan sosial. Nah kira – kira apa saja kisah Tiwi, komunitas serta buku – buku yang ia senangi, simak dalam wawancara kami berikut ini.
Apa ada buku yang sedang dibaca bulan ini ?
Oh iya ada. Karena ini awal tahun, saya berniat untuk memperbaiki kebiasaan membaca yang terseok-seok ini. Sekarang lagi baca dua buku, yang satu novel, lainnya buku motivasi. Novel tetralogi “Muhammad, Lelaki Penggenggam Hujan” karya Tasaro GK ini membuat saya penasaran, bagaimana sang penulis mengisahkan kehidupan Nabi Muhammad SAW dalam bentuk novel. Membaca novel ini seperti kita diajak berkeliling dari satu negara ke negara lain di dunia, seolah penulis memasuki setiap sudut kota persia sampai Arab. Ada rasa seru, tapi belum selesai dibaca sih. Hehe.
Buku kedua yang sedang saya baca adalah “Terapi Berpikir Positif” yang ditulis oleh Dr. Ibrahim Elfiky, sesuai judulnya, buku ini lebih banyak mengupas tentang kekuatan daya pikir manusia. Alasan membaca buku ini, karena saat ini saya merasa perlu afirmasi positif terhadap diri sendiri, merenungi setiap keputusan-keputusan, tanggung jawab, evaluasi tahun kemarin, aduh kok jadi berat begini ya sepertinya, tapi ini belum selesai dibaca juga. Hehe
Boleh cerita tentang kecintaan membaca itu sejak kapan dan apa saja kisah menariknya ?
Nasib saya sepertinya sama seperti anak Papua pada umumnya, waktu SD itu keinginan membaca ada, cuma karena minimnya buku jadi ya aktivitas membaca itu menjadi asing. Masih ingat dulu sering diajak bapak ke kantor distrik, masuk ke gudang dan mencari buku-buku yang menarik dari tumpukan buku-buku berdebu. Mulai suka membaca lagi saat SMA, suka sama tulisan-tulisannya Kang Abik, juga Andrea Hirata. Tapi ya, lagi-lagi masih terbatas. Di perpustakaan sekolah buku-buku bacaan yang tersedia terbatas, lebih banyak buku pelajaran.
Oh iya, saat kelas satu SMA ada kegiatan pesantren kilat di sekolah yang diadakan sama mahasiswa STID Muhammad Natsir saat itu, kegiatan ini mempertanyakan banyak hal, dan ruang – ruang diskusi yang hidup itu memantik rasa ingin tahu, semangat membaca itu muncul kembali dan ada buku – buku yang direkomendasikan utuk dibaca juga yang dipinjamkan oleh mereka. Ini sepertinya sebuah permulaan kembali, awal mula menyukai buku.
“Ruang – ruang diskusi yang hidup itu memantik rasa ingin tahu, semangat membaca itu muncul kembali”
Kalau misalnya punya kesempatan bertemu dan belajar dari seorang penulis ?
Wah ini pertanyaan sulit, saya mau bertemu siapa ya ? Dulu saya menyukai Kang Abik. Hampir semua bukunya sudah saya baca, dan sudah bertemu, tapi saat itu tidak berkesempatan bertanya. Jadi kalau diberi kesempatan bertemu penulis, rasanya bukan lagi Kang Abik, tetapi ingin bertemu dan berdiskusi dengan Andrea Hirata.
Sebagian novel Andrea Hirata pun sudah saya baca. Sepertinya beliau punya banyak cadangan senjata untuk mengeksplorasi Belitung dalam cerita yang seolah tak habis – habis. Menurut saya, beliau penulis yang terkenal tetapi bersahaja. Pilihan hidup sederhana dan tujuan kebermanfaatan dari setiap karyanya yang bikin siapa pun ingin duduk dan mengobrol banyak dengannya, terlebih saya.
Oh iya, kalau bicara soal buku yang paling berkesan, ada kah ?
Ada dong, ada buku dengan judul “Dari Puncak Baghdad”, yang ditulis oleh Tamim Anshary. Mengapa begitu berkesan ? Setelah membaca buku ini membuat otak saya bertanya dan sekaligus meragukan banyak hal. Ini salah satu buku yang cukup mempengaruhi saya saat itu, sampai harus mencari beberapa buku perbandingan tentang tema yang sama sebagai konfirmasi. Buku ini membuat benang merah pertemuan antara sejarah peradaban Islam dan peradaban Barat. Mulai dari zaman Iskandar Muda sampai kehidupan para filsuf di Barat. Menariknya, Tamim Anshary menulis buku ini seperti sedang mengobrol dengan pembaca. Ia menulis dengan luwesnya membuat saya betah membacanya, dan pandangan orentalismenya begitu kental mempengaruhi gaya penulisan bukunya ini.
Buku kedua yang saya sukai dan berkesan betul adalah dari penulis cum jurnalis Leila S Chudori, yaitu pada novelnya dengan judul : Pulang. Novel apik ini, mempunyai penulisan dan tata bahasanya yang enak, dan membacanya membuat saya bersyukur diberikan kesempatan hidup di Indonesia dengan kondisi yang lebih aman. Walau sebenarnya, setiap tindakan diskriminasi yang tidak adil masih diterima oleh beberapa kalangan saat ini. Dalam buku itu, kita bisa membaca bahwa mereka yang di Praha, hanya bisa merindukan Indonesia tanpa bisa mencium aroma tanah lahirnya lagi. Itu menyedihkan sih. Persisnya, saya hampir menangis setiap membaca surat Kenanga untuk Dimas Suryo. Bercerita tentang Indonesia dan hukuman mati yang harus diterima oleh bapaknya. Hal lain dari novel ini adalah filosofi kehidupan setiap tokohnya, yang membuat kita sebagai pembaca merenungi banyak tujuan dan alasan-alasan menjalani kehidupan.
Saya juga ingin menambahkan, saya percaya kalau buku itu mengubah seseorang. Karena seseorang itu dipengaruhi salah satunya dari buku yang dia baca. Saya pun demikian. Ketika kita banyak membaca, hal itu akan sangat memudahkan kita untuk menulis atau mengungkapkan apa yang kita rasakan. Saya merasa sangat terbantu karena punya kebiasaan membaca, terlebih ketika kuliah dulu. Sebab sepertinya nasib anak Papua yang kuliah dan merantau jauh dari kampung halaman, mirip seperti apa yang saya rasakan. Maksudnya itu, rasanya kita akan tertinggal jauh ketika bertemu dengan anak-anak yang lulusan sekolah di kota-kota besar, tetapi selalu ada cara untuk mengejar mereka, antara lain dengan banyak membaca mencari tahu banyak hal, mengikuti diskusi – diskusi, membincangkan buku – buku yang telah kita baca, mengikuti organisasi-organisasi yang melatih kita terus berpikir. Itu semua akan memberikan pengaruh pada kita, dan akan mempengaruhi cara berpikir kita. Semua itu akan terlihat ketika kita menyampaikan argumentasi atau presentasi di kelas.
“Selalu ada cara untuk mengejar mereka, antara lain dengan banyak membaca mencari tahu banyak hal, mengikuti diskusi – diskusi, membincangkan buku – buku yang telah kita baca, mengikuti organisasi-organisasi yang melatih kita terus berpikir”
Itu kalau buku, kalau aktivisme Tiwi dengan komunitas Lentera Negeri Bahari ?
Iya, Lentera Negeri Bahari itu dibuatnya bersama teman – teman alumni sekolah. Filosofinya, lentera itu penerang ketika gelap, cahayanya bukan untuk dirinya sendiri tetapi juga tempat sekitar. Kami ingin seperti itu, apa yang kita punya semoga bisa menjadi manfaat buat orang lain.
Kami punya keresahan yang sama, misalnya mengapa isu tentang Papua lebih banyak gerakan yang dibuat oleh orang-orang di Jawa, dan kami sebagai orang Papua lebih cenderung untuk menerima saja. Padahal harusnya kami yang besar dan tumbuh di tempat ini yang seharusnya lebih paham dan punya tanggung jawab untuk memberi yang terbaik. Seiring berjalan waktu, kami menemukan sasaran kegiatannya, yaitu di bidang pendidikan dan sosial. Untuk bidang pendidikan khususnya literasi kami bekerja sama dengan Setara atau Senat Raja Ampat ke beberapa kampung, gelar lapak buku dan membaca bersama anak-anak di kampung. Setelah membaca, biasanya kami mengajak anak – anak bercerita tentang isi bukunya atau kami pun menjelaskan tentang buku tersebut.
Minat baca anak-anak itu tinggi, tetapi karena terbatasnya buku bacaan berkualitas yang mereka punya, membuat mereka tak terbiasa menyukai buku. Dan sebenarnya yang peduli pada literasi di Raja Ampat itu banyak, baik perorangan maupun bentuknya komunitas, hanya saja belum ada irisan yang menghubungkan jejaring ini. Jadi saya juga berharap semoga kami bisa saling bersinergi dan mendukung.
Amin, semoga harapan baik ini bisa terwujud, bersinergi. Nah kembali lagi soal buku, apa pesan untuk calon pembaca buku lainnya terkait kesukaan membaca ?
Begini, beberapa waktu yang lalu saya menerima nasihat dari seorang kawan tentang semangat membaca. Mulai dengan tema-tema yang disukai, coba membaca beberapa lembar halaman setiap hari. Satu lembar ataupun dua lembar tidak masalah, yang penting konsisten. Atau buat waktu membaca lima menit, setelah lima menit silahkan tutup buku dan dilanjutkan besok. Ketika sudah terbiasa, lama kelamaan kita akan merasa butuh dengan membaca. Saya pun sampai sekarang sedang mempraktikkan itu kembali, karena beberapa waktu belakangan saya merasa jenuh dalam membaca.
Membaca novel adalah salah satu cara untuk memicu semangat membaca itu tetap ada. Sebab itu, sekarang saya membaca dua buku sekaligus. Novel sebagai pembakar semangat dan buku motivasi sebagai kebutuhan saya saat ini. Teman-teman pasti bisa ketika mencobanya. Tapi ya membaca itu melalui banyak media, tidak hanya buku. Membaca lingkungan sekitar, membaca alam, membaca online. Mulailah dari media mana yang kita sukai. Selamat membaca.
**
Tentang Nurdana Rizky Pratiwi
Entrepreneur Muda di Raja Ampat, impian besarnya bisa membuat sebuah bisnis sosial berkelanjutan di Raja Ampat yang bersinergi dengan banyak pihak. Menyukai buku dan mendengarkan deburan ombak (Bukuntukpapua/GemarBaca/DayuRifanto/Pitohabi)
#bukuntukpapua #anakpapuagemarmembaca #literasipapua #kolaborasibaik #gemarbaca #literasipapuabarat #gerakliterasi #terusbergerak #bakubantu #forumliterasisorongraya #kolaborasyik