BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Tarikan Elite dan Masyarakat

PERUBAHAN Indonesia berada dalam sebuah kontinum antara kuatnya tarikan kepentingan elite politik dan tuntutan kesejahteraan. Meskipun di sejumlah daerah mulai muncul kesadaran untuk fokus pada perbaikan kesejahteraan masyarakat, secara umum perubahan demokrasi masih sebatas pada sirkulasi elite. Tarikan ke arah kepentingan masyarakat masih lemah.

Kurun waktu 30 tahun terakhir, banyak gejolak di dunia yang menuntut perubahan sistem politik dari rezim otoritarian menjadi demokrasi. Demokratisasi kerap dikaitkan dengan upaya sebuah negara untuk semakin menyejahterakan masyarakat.

Gelombang perubahan juga mengena pada Indonesia sehingga sejak 1999, Indonesia mulai menganut prosedur-prosedur demokrasi. Dengan sistem pemilu multipartai, pemilihan presiden dan kepala daerah secara langsung, serta pelaksanaan otonomi daerah, kini Indonesia menjadi garda depan negara-negara dengan sistem politik demokratis.

Setelah hampir 15 tahun menerapkan prosedur demokrasi, sebetulnya Indonesia telah mulai menapak pada rel perbaikan dan ke depan bisa menjadi sebuah negara yang cukup kuat. Bahkan, jika percaya terhadap yang dikatakan Jim O’Neill, masa depan Indonesia cukup cerah. Ekonom senior ternama dari Inggris yang ahli dalam memprediksi perkembangan suatu negara tersebut mengatakan, Indonesia akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi baru dunia, bersama dengan Meksiko, Nigeria, dan Turki. Reformasi birokrasi yang mulai bergulir menjadi salah satu alasan, bakal menguatnya roda perekonomian negara-negara itu.

Namun, jika melihat lebih jauh ke dalam, sebetulnya masih sangat banyak ketimpangan, baik dalam proses politik maupun jalannya pemerintahan. Kekuatan politik belum jadi alat perubahan signifikan. Pemerintahan daerah sebagai ujung tombak perbaikan kualitas kehidupan masyarakat juga belum efisien membantu percepatan kesejahteraan.

Provinsi yang efisien

Hasil kajian Litbang Kompas menunjukkan, hanya tiga daerah di level provinsi yang efisien dalam mengelola belanja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, yaitu Kalimantan Timur, Riau, dan Kepulauan Riau. Sementara semua provinsi di wilayah Jawa cenderung tidak efisien, terlebih Jawa Barat dan Jawa Timur. Nusa Tenggara Timur dengan nilai indeks 0,96 adalah wilayah yang paling tidak efisien.

Rasio efisiensi relatif belanja daerah merupakan ukuran yang menunjukkan kinerja daerah dalam menggunakan anggarannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di wilayahnya. Rasio tersebut diperoleh dengan menghitung realisasi belanja daerah untuk setiap poin indeks kesejahteraan. Semakin tinggi angkanya, penggunaan anggaran semakin tidak efisien karena menunjukkan pemanfaatan anggaran yang tidak maksimal untuk meningkatkan kesejahteraan. Sebaliknya, semakin rendah angkanya, semakin efisien pula penggunaan anggarannya. Poin indeks kesejahteraan meliputi ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar.

Penetrasi partai politik dalam mendorong upaya perbaikan wilayah juga menunjukkan gejala yang tak signifikan. Partai Golkar, misalnya, di beberapa wilayah yang menjadi basisnya terdapat pengelolaan belanja daerah yang efisien (Kalimantan Timur, Riau, dan Kepulauan Riau), tetapi tidak terjadi di wilayah-wilayah basis Golkar yang lain (Papua, Papua Barat, Maluku Utara, Sulawesi Utara, dan Gorontalo). Hal yang sama terjadi di wilayah-wilayah yang dikuasai Partai Demokrat dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Gejala ini menunjukkan, sesungguhnya partai-partai politik di Indonesia tidak mempunyai platform yang jelas terhadap kesejahteraan rakyat setelah sejumlah elite politik mereka duduk di tampuk pemerintahan daerah.

Kemandirian fiskal

Di samping persoalan kurang maksimalnya pengelolaan anggaran untuk kesejahteraan, umumnya pemerintah daerah juga masih sangat lemah dalam mengusahakan keuangan daerah secara mandiri. Ketergantungan terhadap pusat masih dominan. Hasil kajian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menunjukkan, sebanyak 91 persen (446 daerah) kabupaten dan kota tak mandiri fiskal. Pendapatan asli daerahnya masih kurang dari 20 persen terhadap total pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Standar internasional umumnya memakai acuan suatu daerah bisa dikatakan mandiri fiskal jika pendapatan asli daerah (PAD) minimal 20 persen dari total APBD. Dengan manajemen pemerintahan daerah yang masih lemah, juga perilaku korupsi pejabat yang masih kental, peluang untuk mendapatkan dana bagi peningkatan kesejahteraan pun terhambat. Jika PAD riil bisa masuk semua ke kas pemerintah daerah, bukan ke kantong pejabat, pendapatan daerah akan meningkat drastis.

Di tengah masih buruknya pengelolaan pemerintah daerah, upaya-upaya ke arah pemekaran wilayah terus terjadi. Walaupun upaya ini dipandang perlu untuk makin mendekatkan masyarakat terhadap pelayanan pemerintah, daerah-daerah baru pada umumnya menjadi beban yang makin berat bagi pemerintah pusat karena kegagalan mereka mengelola pemerintahan dan keuangan. Hasil evaluasi yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri menunjukkan, 80 persen daerah otonomi baru dinilai gagal.

Secara umum masih buruk, tetapi bukan berarti tidak ada kemajuan sama sekali. Pelayanan birokrasi di sejumlah daerah mulai menunjukkan gejala perbaikan. Dalam tiga tahun terakhir, hasil evaluasi akuntabilitas kinerja pemerintah kabupaten/ kota menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Untuk tahun 2013, dari 492 kabupaten/kota yang dievaluasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menunjukkan, sebanyak 4 kabupaten/kota berhasil meraih predikat baik dan 150 kabupaten/kota mendapat predikat cukup baik.

Padahal, pada tahun 2011 baru ada satu kota yang meraih predikat baik dan 21 kabupaten/kota dengan nilai cukup baik. Pemerintah daerah yang kali ini meraih predikat baik adalah Kota Sukabumi, Kabupaten Sleman, Kabupaten Badung, dan Kota Manado. Jika kinerja pemerintah daerah terus diperbaiki, bukan mustahil, yang dikatakan Jim O’Neill tersebut di atas akan menjadi kenyataan.
(BAMBANG SETIAWAN/Litbang Kompas)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000004548382