BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Indonesia Perlu Memperkuat Pendidikan Inklusif dan Plural

Pluralisme
Indonesia Perlu Memperkuat Pendidikan Inklusif dan Plural

JAKARTA, KOMPAS — Inklusivitas dan pluralisme dalam pendidikan di Indonesia perlu dikembangkan. Pola pikir inklusif akan mempermudah pemahaman dan penerimaan akan pluralisme yang ada di Indonesia, yang wilayahnya penuh dengan keragaman suku, agama, budaya, ras, ataupun golongan.

Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia Edy Suandi Hamid, di Jakarta, Kamis (20/11), mengatakan, pengembangan sifat inklusif dan plural seperti ini akan melahirkan sikap saling pengertian dan harmoni sehingga dapat mencegah terjadinya konflik antarmasyarakat yang memiliki perbedaan. Hal ini juga dapat menghindarkan terjadinya gerakan-gerakan radikal yang bisa menimbulkan instabilitas berkepanjangan dan merugikan bangsa.

Sekolah atau perguruan tinggi yang mengembangkan sikap inklusif perlu terus didorong sehingga bisa menjadi inspirasi. Edy yang beberapa waktu lalu menghadiri wisuda di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Muhammadiyah, di Jayapura, mengatakan, meskipun perguruan tinggi Islam, ternyata dari 146 wisudawan, 86 persen beragama Kristen/Katolik, sedangkan yang Muslim sekitar 14 persen.

Edy mengatakan hal ini patut diapresiasi. Upaya mencerdaskan anak bangsa yang dilakukan perguruan Muhammadiyah tak hanya bagi komunitas Muslim, tetapi juga umat lainnya. Demikian juga sekolah atau perguruan tinggi Kristen/Katolik atau lainnya yang menerima peserta didik tanpa membedakan agama dalam kiprahnya mencerdaskan bangsa.
Modal sosial

Dengan memberi bekal sikap inklusif dan plural di dunia pendidikan, kata Edy, peserta didik memiliki modal sosial yang besar untuk terjun ke masyarakat. Sebab, mereka nanti bertebaran di muka bumi untuk berkarya, yang dihadapi di mana pun adalah situasi dan masyarakat yang majemuk. ”Pandangan pluralisme yang menjadi pola pikirnya akan memudahkan mereka beradaptasi di masyarakat. Kemampuan beradaptasi ini merupakan suatu soft skill yang menjadi salah satu modal kesuksesan di dalam karier mereka,” ujar Edy.

Oleh karena itu, semangat pluralisme, dalam artian mengakui perbedaan dalam masyarakat, dan dalam perbedaan itu harus saling menghormati, perlu terus dipelihara dan dikembangkan.

Henny Supolo Sitepu, Ketua Yayasan Cahaya Guru, mengatakan keragaman di sekolah-sekolah harus ditegakkan kembali. (ELN)



Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010215058

Related-Area: