BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Petani Arfak Sulit Jual Panenan

Petani Arfak Sulit Jual Panenan
Ongkos Transportasi Mahal karena Kondisi Jalan Buruk

ANGGI, KOMPAS — Petani di sejumlah wilayah Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat, mendesak pemerintah memperbaiki jalan dari daerah mereka menuju Manokwari, ibu kota Papua Barat. Kondisi jalan yang buruk membuat petani kesulitan saat hendak menjual hasil panen. Ongkos kendaraan yang mahal membuat petani tak bisa mendapat laba yang memadai.

Berdasarkan pantauan Kompas di Distrik Minyambouw, Pegunungan Arfak, Sabtu (13/12), petani harus menempuh jarak puluhan kilometer ke Kabupaten Manokwari untuk menjual hasil panen. Sebagian besar jalan yang mereka lalui berupa perbukitan terjal dan belum diaspal.

Pegunungan Arfak merupakan kabupaten baru hasil pemekaran dari Manokwari yang terbentuk pada 2012. Sebagian wilayah Pegunungan Arfak, termasuk Minyambouw, merupakan penghasil tanaman hortikultura, misalnya kol, daun bawang, buncis, dan kentang.

Warga Kampung Demaisi, Distrik Minyambouw, Agus Ullo (32), mengatakan, untuk mengangkut hasil panen ke Manokwari yang berjarak sekitar 70 kilometer dibutuhkan ongkos Rp 140.000 sekali jalan. Mahalnya ongkos kendaraan itu karena kondisi jalan yang sangat buruk sehingga hanya mobil dengan gardan ganda yang bisa lewat.

Setiap petani di Demaisi harus menjual sendiri hasil panen ke Manokwari karena belum ada tengkulak yang membeli hasil panen di kampung mereka. Sistem penjualan hasil panen secara kolektif juga belum ada.
Ongkos mahal

Agus mengatakan, warga Demaisi biasanya menjual hasil panen ke Pasar Wosi di Manokwari. Mereka akan menginap di Manokwari sekitar tiga hari sebelum kembali ke kampung. Ongkos transportasi yang mahal ditambah biaya hidup selama menginap di Manokwari membuat keuntungan yang diperoleh petani menjadi sangat kecil.

”Tiap kali ke Manokwari, kami cuma bisa bawa tiga atau empat karung sayuran. Kalau tambah karung, harus tambah biaya juga,” ujar Agus yang mengaku hanya bisa meraup untung sekitar Rp 200.000 dari setiap panen.

Yohana Indouw (24), warga Kampung Demaisi, bahkan mengaku hanya bisa membawa pulang uang puluhan ribu rupiah. ”Kami biasanya sekalian belanja kebutuhan sehari-hari di Manokwari, seperti gula dan minyak goreng. Jadi bawa pulang ke kampung sedikit saja, kadang cuma Rp 30.000,” ujarnya.

Kadang-kadang, katanya, sayuran hasil panen tak bisa dijual ke Manokwari karena mobil angkutan tidak ada. Akibatnya, sayuran-sayuran itu membusuk. Karena itu, warga berharap jalan dari Manokwari ke Minyambouw bisa segera diperbaiki.

Saat melintasi jalan Manokwari-Minyambouw, Sabtu, Kompas melihat sejumlah pekerja sedang membangun jalan. Di beberapa lokasi, rambu petunjuk lalu lintas sudah terpasang. Namun, sebagian besar jalan masih berupa tanah yang sangat sulit dilewati apabila hujan.

”Jalan ini sebenarnya jalan lintas kabupaten karena menghubungkan Manokwari dengan pusat Kabupaten Pegunungan Arfak di Distrik Anggi. Tapi memang kondisinya masih sangat jelek,” kata staf lapangan Yayasan Perdu, Andreas BD Arep, yang terlibat pemberdayaan masyarakat di Minyambouw.

Sementara itu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara bersiap mengusulkan program- program pembangunan infrastruktur strategis di wilayah itu kepada Presiden Joko Widodo. Presiden dijadwalkan berkunjung ke Kota Tarakan dan Nunukan, Kaltara, pada Senin (15/12)-Selasa (16/12).

”Pembangunan infrastruktur ini memiliki efek jangka panjang untuk kepentingan 50 bahkan hingga 100 tahun ke depan,” kata Penjabat Gubernur Kaltara Irianto Lambrie di Kota Tarakan, Kaltara, Minggu (14/12).

Proyek-proyek tersebut antara lain pembangunan jembatan penghubung Pulau Tarakan-daratan Kalimantan, Kawasan Industri Pelabuhan Internasional Tanah Kuning, serta jalan paralel perbatasan di Nunukan dan Malinau. (HRS/ENG)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010667680

Related-Area: