BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Bonus Demografi Bisa Menjadi Beban

Perencanaan Pembangunan
Bonus Demografi Bisa Menjadi Beban

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia periode 2014-2019 perlu menerapkan kebijakan tepat terkait bonus demografi atau kenaikan jumlah penduduk usia produktif jika ingin mencapai target pertumbuhan ekonomi 7 persen. Jika tidak disiapkan dengan baik, bonus demografi akan menjadi beban pembangunan.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida S Alisjahbana mengemukakan hal itu saat menjadi pembicara kunci pada Musyawarah Perencanaan Nasional Iptek 2014, Jumat (8/8), di Jakarta. Acara yang digelar Kementerian Riset dan Teknologi itu bertema ”Inovasi Pangan, Energi, dan Air untuk Daya Saing Bangsa”.

Armida memaparkan, peluang bonus demografi tidak otomatis menumbuhkan perekonomian nasional, tetapi harus disertai dengan kebijakan tepat, terutama peningkatan mutu sumber daya manusia yang akan masuk angkatan kerja lewat kesehatan dan pendidikan. Pendidikan diperlukan untuk menyiapkan tenaga kerja terampil dan kompeten.

Pemerintah mesti menyediakan lapangan kerja dan menciptakan fleksibilitas pasar tenaga kerja agar terjadi pertumbuhan ekonomi yang diinginkan. Kini, pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,7 persen per tahun. Dalam 10 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi hanya sekali mencapai 6,5 persen pada 2012 karena pengaruh ekonomi global. Jadi, target pertumbuhan ekonomi 7 persen sulit tercapai, kecuali memanfaatkan bonus demografi.

Untuk itu, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional III/2015-2019 harus sejalan dengan program Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) berikutnya yang dibahas PBB. Program itu menyangkut berbagai aspek kependudukan, seperti mengatasi kemiskinan, pengangguran, jender, dan kesehatan.

”Indonesia terlambat tiga tahun melaksanakan MDG, yang seharusnya dimulai pada 2000,” kata dia. Saat itu, jumlah penduduk yang banyak tak termanfaatkan optimal dengan indikator pendidikan. Angka partisipasi sekolah membaik, tetapi akses pendidikan menengah dan tinggi bagi masyarakat miskin rendah.

Reorientasi perencanaan

Menurut Armida, indikator iptek menunjukkan, tenaga peneliti banyak, tetapi produktivitas rendah. Peneliti Indonesia lebih banyak dibandingkan negara ASEAN lain, tetapi rasio peneliti dan jumlah penduduk rendah.

Jumlah peneliti di Indonesia 21.367 orang, tetapi rasio per 1 juta penduduk hanya 90. Di Singapura, jumlah peneliti 30.788 orang dengan rasio 6.173. Pengeluaran penelitian dan pengembangan amat kecil (0,08 persen) sehingga perlu ditingkatkan secara signifikan.

Untuk merencanakan program iptek lima tahun ke depan berdasarkan isu pembangunan itu, Menristek Gusti Muhammad Hatta mengatakan, Kementerian Ristek menyelenggarakan Musrenas Iptek 2014. Itu sesuai tujuan RPJMN III yang menekankan tiga hal pokok, yaitu pembangunan ekonomi kompetitif berbasis sumber daya alam, SDM bermutu, dan kemampuan iptek.

Perencanaan program riset iptek di Kementerian Ristek diharapkan bisa dipadukan dengan perencanaan pembangunan di Bappenas sehingga tercapai sinergi dengan semua lembaga, kementerian, dan pemda. Dalam Musrenas Iptek akan dibuat konsensus dan komitmen perencanaan program dan kegiatan iptek. (YUN)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008256236

Related-Area: