BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Setelah data kesehatan kemudian

Humoris . Itu kesan awal saat berjumpa dengan Adolof Andatu, Kepala Puskesmas Kombut, Kabupaten Boven Digul, Provinsi Papua. Sikap seperti itu jelas diperlukan untuk menghadapi segudang masalah yang dihadapinya sebagai orang nomor satu untuk urusan kesehatan di distrik yang sulit dijangkau itu.

Masalah transportasi, itu yang pertama. Betapa tidak, Kombut adalah wilayah di perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini. Jarak dari ibu kota kabupatan Boven Digul, Tanah Merah, memang hanya sekitar 70 km. Tapi butuh waktu sekitar lima jam dari Tanah Merah menuju wilayah Kombut. Itu jika jalan kering. Jika hujan datang, waktu tempuh bukan hanya bisa bertambah, bahkan rencana perjalanan harus ditunda karena risiko terlalu besar.  Sebagian jalan kondisinya buruk. Penuh lubang dalam dengan tanah liat khas Boven Digul yang bersejarah. Sekitar 20 km dari Tanah Merah jalan memang baik. Beraspal baik. Setelahnya, jalan berlubang dalam, berbatu dan beragam masalah lainnya.

Jangan harap kita bisa sering berpapasan dengan mobil lain dari arah berlawanan. Di depan dan di belakang kendaraan yang kita pakai, jarang sekali kita lihat kendaraan. Hanya sedikit kendaraan yang lalu lalang di jalur Tanah Merah-Kombut dan sekitarnya.

Hanya mobil dengan cc besar lengkap dengan ban khusus di medan terjal itu yang bisa melalui jalur itu. Lalu mengapa sosok pria penuh canda ini yang harus kita perhatikan? Pria itu yang bertanggung jawab pada masalah kesehatan masyarakat Kombut. Dan ia mengerjakannya dengan baik.

Nama baik Puskesmas Kombut tersebar melintasi wilayah distrik Kombut dan menyebrang Sungai Muyu, hingga ke wilayah Papua Nugini. Penduduk Papua Nugini sering sekali melintasi perbatasan hanya untuk berobat ke Puskesmas Kombut. “Ini gara-gara Program KOMPAK-LANDASAN II. Mata saya jadi lebih terbuka mengenai arti penting manajemen Puskesmas setelah ikut pelatihan mereka,” kata Adolof diiringi tawa lepas.

Pria yang beristri Saloma Kaan ini benar-benar menghadapi tugasnya sebagai Kepala Puskesmas Kombut dengan semangat. Dan ceria. Ada saja jawaban segar sepanjang wawancara. Ketika disinggung soal jarangnya dia berkumpul dengan keluarga yang berada di Jayapura, dia hanya tersenyum.

Dia malah mengungkapkan, meskipun terkadang hanya bisa bertemu istrinya dua kali dalam setahun, dia bisa punya dua anak: John Terry Andatu dan Yudah Suriel Andatu. “Pemain bola favorit saya ialah kapten Inggris, John Terry, jadi saat anak pertama saya lahir saya beri nama John Terry saja,” jelasnya. “Mau tahu arti nama Andatu? Andatu itu singkatan dari ‘anugerah dari Tuhan’. Saya yakin semua hidup saya ini adalah anugerah dari Tuhan.”

Adolof masih ingat dengan jelas pengalaman ikut pelatihan yang diadakan di Jayapura, Papua. Pagi itu dia masih memeriksa beberapa berkas laporan dari para perawat di Kombut dan menyiapkan laporan untuk Dinas Kesehatan. “Waduh, kamar saya ada yang mengetuk. Setelah saya buka ternyata ada Ibu Julia Christina dari KOMPAKLANDASAN II yang meminta saya segera masuk ke ruang pelatihan. Bu Julia tegas, saya agak malu pagi itu terlambat masuk ruangan,” ungkapnya. Senyum tak lepas dari wajahnya.

“Saya baru sadar arti penting data itu dari teman-teman KOMPAKLANDASAN II. Setelah berjumpa dengan teman-teman dari KOMPAKLANDASAN II, saya sadar kelemahan pengetahuan saya tentang arti penting data. Saya belajar SOP Puskesmas yang intinya bertujuan menata Puskesmas, bukan hanya menanti pasien datang tapi juga lebih aktif membantu kesehatan masyarakat dengan lebih baik,” tambahnya.

Secara rinci dia berkisah tentang apa yang dia peroleh dari persentuhannya dengan tim KOMPAKLANDASAN II. Materi pelatihan diberikan dengan sederhana. Tidak banyak teori. Materi yang baru ialah mengumpulkan data kesehatan dan bekerja sama dengan kampung serta distrik.

Berkat kerja kerasnya, Puskesmas Kombut menjadi Puskesmas terbaik dan percontohan di Boven Digul. Tidak jarang dia diundang ke beberapa Puskesmas di Boven Digul untuk memberikan saran-saran perbaikan. Para Kepala Puskesmas dan perawat dari daerah lain sering juga datang ke Puskesmas Kombut untuk melihat secara langsung praktik penanganan kesehatan di Kombut. Para teman sejawatnya dari distrik lain belajar mengenai manajemen dan sistem kerja Puskesmas di Kombut. Beberapa di antaranya ialah petugas Puskesmas Ninati dan Kombay serta Getentiri.

Kesibukan Adolof semakin bertambah setelah dia dipercaya menjadi pendamping akreditasi Puskesmas se-Boven Digul bidang Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM). Lalu apakah kesibukannya sekarang ini tidak mengganggu tugasnya sebagai Kepala Puskesmas Kombut?

Menurutnya, materi pelatihan yang diberikan Program KOMPAK LANDASAN II membuatnya bisa mengefektifkan semua pegawainya. “Sekarang semua adik-adik sudah paham tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Jika saya ada tugas luar, fungsi pelayanan saya pastikan akan tetap berjalan dengan baik,” tegasnya.

Benarkah demikian? Tujuh petugas medis di Puskesmas Kombut dengan cepat membenarkan jawaban itu. Semua petugas, baik itu bidan, perawat, tenaga farmasi maupun petugas kesehatan lingkungan mengisahkan betapa Kepala Puskesmas sudah memberi contoh kerja yang baik dan efisien, dan terutama mendelegasikan wewenang dan tanggungjawab kepada rekan kerja. Mereka tahu apa yang sudah dan tengah dikerjakan Kepala Puskesmas.

“Saya kangen bertemu kedua orang tua di Bandung. Tapi di sini masyarakat membutuhkan kami semua. Kebetulan suasana kerja di sini menyenangkan meskipun tempatnya terpencil. Kepala Puskesmas juga berhasil menciptakan iklim kerja yang baik sehingga kami semua semangat bekerja di tengah berbagai tantangan yang ada,” kata Dita, bidan asal Bandung yang sudah enam bulan bertugas di Puskesmas Kombut tanpa sekalipun pulang ke Bandung.

“Saya sangat senang dan bangga karena program KOMPAK-LANDASAN II yang dampingi saya sampai saya bisa berubah. Saya tidak hanya bisa meningkatkan kinerja Puskesmas saya sendiri, tetapi juga sudah bisa menjadi pendamping Puskesmas lain. Saya ajari mekanisme dan sistem puskesmas kepada mereka. Terakhir saya mendampingi Puskesmas Getentiri di Distrik Jair,” kisah Adolof dengan bangga. “Staf saya di Puskesmas bisa saling mengisi posisi supaya kerja bisa tetap jalan kalau ada yang cuti. Siapa yang mau minta cuti, pasti saya kasih izin. Tapi sampai sekarang belum ada yang minta izin. Luar biasa adik-adik saya itu, mereka kerja bagus karena betah di tempat tugas. Jika mereka turun ke kota, itu hanya untuk antar laporan atau ada panggilan dari dinas. Setelah itu langsung pulang ke Kombut.”

Keceriaan, disiplin kerja, dan manajemen yang manusiawi dari Kepala Puskesmas Kombut ini barangkali yang menyebabkan para petugas Puskesmas Kombut bersemangat kerja, dan setia tinggal di daerah terpencil.