BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Mengurangi jumlah "Gajah" yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir Sampah

please insert content

Related-Area: 
field_vote: 
Your rating: None Average: 2.7 (3 votes)
Komentar

Metode yang menarik Pak, saya kira perlu ada kesadaran terlebih dahulu dari masyarakat atau dari diri kita sendiri untuk menyadari bahwa masalah sampah adalah masalah yang penting untuk ditanggulangi bersama dan hal ini bisa dimulai dari penanganan sampah di rumah kita.

Kita mudah menyesuaikan diri pada lingkungan sekitar. Bila di luar negri kita bisa rapih dan bersih. Di lingkungan kerja dan tempat tinggal kita kita bisa tidak rapih dan tidak bersih. Kesungguhan kita bila regulasi pemerintah diterapkan membuang sampah dikenakan Denda. Pertanyaanya berapa perusahaan dan orang yang telah terkena Denda. Nihil atau Minim? Semoga menjadi kekuatan kita semua untuk berubah.

Saya pernah dengar di Belanda, pemerintah setempat memberikan subsidi untuk masing-masing rumah untuk mengurus sampah dan lingkungannya. Saya tidak tahu besarannya berapa, tetapi itu memberikan stimulus untuk masyarakat agar concern dengan sampah dan lingkungannya. Mungkin pemerintah kita bisa mencontoh hal ini, bukan hanya denda tapi ada reward yang membuat mereka terpacu atau tertarik dengan sampah dan lingkungan :)

Peraturan / UU persampahan kini sudah ada jalan untuk "reward and punishment" dan tentunya diharapkan tidak menghapuskan kekuatan budaya lokal. JICA pernah mencoba menangani sampah di sepanjang kanal di Mks, warga menimbang sampahnya yang biasa di buang ke kanal untuk ditukar dengan beras tetapi upaya inovatif ini tidak dapat berkelanjutan. Kiranya upaya inovatif khususnya penanganan sampah belum sepenuhnya diinformasikan oleh jurnalistik. Keterbatasan pengetahuan lingkungan sehingga sejumlah jurnalistik gagal membuat informasi lingkungan menjadi hal yang "seksi" untuk dibahas oleh semua stakeholder dibanding berita koin prita dan bank century.

Saya pernah melihat tayangan TV di suatu tempat di Jakarta yang menerapkan bank Sampah... ini mungkin bisa dijadikan untuk salah satu solusi mengubah kebiasaan masyarakat akan kebersihan.. Karena dari program bank sampah itu semua masyarakat berkeinginan untuk membersihkan lingkungannya dengan dihargainya sampah yang dikumpulkan dan uangnya disimpan pada bank yang ditunjuk oleh kelompok tersebut.... Menarik juga.. belajar untuk bersih dan akan terbiasa dan menanamkan kebiasaan menabung, selain pengolahan sampah yang di atas...

Jujur saja, karena tidak adanya tempat sampah di kendaraan umum , maka tidak heran bila anak sekolah, ibu rumah tangga membuang seenaknya sampah dijalan raya ketika melaju kendaraan tersebut...padahal jika saja sadar, pasti akan diupayakan untuk menahannya dulu untuk dibuang pada tempatnya.... Nilai kesadaran pada masyarakat kita masih rendah. padahal jika ditanya mereka suka dengan keindahan dan kebersihan, kenapa tidak bisa menjalaninya... kenapa pendidikan Indonesia belum bisa membentuk kebiasaan ini???? Dimana yang salah ???

Pernah dengar Bank Sampah ???

Ada dalam suatu berita di salah satu stasiun TV yang menjabarkan program bank sampah.. Menarik untuk ditiru. karena akan membiasakan masyarakat untuk hidup bersih dan menabung dari hasil sampah yang dikumpulkan dinilai dengan uang untuk disimpan dan dikelola... Sampah itu nantinya ada yang melalui proses di atas misal dibuat pupuk kompos, sampah kering seperti plastik dikirim kembali ke pabriknya untuk di daur ulang....

Jika di Belanda ada subsidinya, kenapa kita tidak mencobanya subsidi ini dangan bentuk bank sampah ini... Duit didapat , lingkungan bersih....

Betul sekali, upaya Pemkot Makassar dengan Mks Green and Clean mulai mensosialisasi Bank Sampah melalui pengalaman kota Surabaya ini dimulai tahun 2009 bagi kelurahan yang masuk 20 besar dari 143 kelurahan. Upaya sustainable bagi pengelola Bank Sampah dan Keranjang kompos organik merupakan impian di masa depan. Best Practice Bank sampah di Sby tentunya menjadikan tambahan pendapatan bagi pengelola dan keluarga miskin. Pertanyaan akan Produk lanjutan dan Bisakah cukup anggaran Pemkot untuk membeli produk daur ulang buatan mereka?