BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

PEMBANGUNAN SEKTOR BERBASIS KEPULAUAN

Oleh : Chairullah Amin

Dosen Fakultas Ekonomi, Unkhair Ternate

            Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, pendekatan kebijakan pembangunan berlandaskan pada prinsip minimalisasi biaya yang serendah-rendahnya sangat tepat dilakukan khususnya bagi daerah-daerah tertinggal atau daerah-daerah kepulauan seperti di Maluku Utara. Pendekatan ini sangat berguna mengingat pola penyebaran penduduk yang mendiami suatu pulau tidak sama sehingga membutuhkan biaya transportasi untuk memobilisasi arus barang dan jasa yang tidak murah. Dengan membangun konektivitas yang baik antar pulau dengan dukungan armada transportasi yang murah maka biaya distribusi logistik dapat ditekan pada tingkat harga yang lebih rendah. Sebagai contoh harga semen di kota Ternate sebesar Rp 85 ribu/sak namun jika sudah melintasi laut ke pulau-pulau atau daerah peripherinya bisa mencapai Rp100-125 ribu/sak. Harga barang-barang komoditas yang mahal tentunya sangat merugikan pihak konsumen atau rumah tangga karena akan mengurangi disposable incomenya.

            Dalam hal pengembangan sektor maka penerapan kebijakan berbasis minimalisasi cost dilakukan dengan menyediakan berbagai sarana dan infrastruktur yang mendukung proses distribusi barang dan jasa yang lebih murah sehingga akan berdampak pada pengembangan sektor yang menjadi basis keunggulan suatu daerah. Daerah dituntut untuk membuat program-program pembangunan yang dapat berdampak pada minimalisasi biaya ekonomi yang tinggi yang selama ini menjadi beban bagi para investor untuk berinvestasi di daerah. Kebijakan tersebut dapat berupa insentif atau alokasi subsidi anggaran yang lebih besar untuk kebutuhan pembangunan di sektor publik seperti membangun jalan, jalur kereta api, jembatan, pelabuhan, bandara, pembangkit listrik dan sarana transportasi yang lebih murah.

Untuk itu pembangunan wilayah kepulauan seperti di Provinsi Maluku Utara, sangat dimungkinkan pembangunan jembatan atau jalan tol antar pulau-pulau kecil dalam rangka untuk mempercepat aksessabilitas transportasi yang lebih efektif dan efisien. Pembangunan jembatan yang paling memungkinkan bisa dilakukan dalam jangka pendek kedepan yaitu jembatan yang dapat menghubungkan pulau Ternate, Pulau Tidore dan pulau Halmahera (Kota Sofifi). Hal ini sangat memungkinkan karena jarak antara ketiga pulau tersebut tidak begitu jauh (lihat gambar 4), hanya jarak antara Pulau Tidore dan Pulau Halmahera (Kota Sofifi) yang mencapai 9,78 km. Sehingga pembangunan jembatan penghubung ini dapat dilakukan secara bertahap, sebagai tahap awal yaitu jembatan yang menghubungkan kota Ternate dan kota Tidore dan tahap selanjutnya jembatan antara kota Tidore dengan Kota Sofifi di pulau Halmahera.

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh jika jembatan tersebut dapat terealisasi yaitu, mobilisasi penyebaran penduduk akan lebih merata antara pulau Ternate dengan Pulau Halmahera, orang akan dapat dengan mudah berpindah tempat dari Ternate dan mau menetap tinggal di Halmahera, demikian pula dengan pulau Tidore. Mengingat minat masyarakat untuk membangun rumah di kota Ternate cukup tinggi membuat kota Ternate terlihat sangat padat. Umumnya mereka  tidak mau pindah dan hidup di pulau Tidore dan kota Sofifi padahal mereka berkantor dan bertugas di kota tersebut. Dengan kehadiran jembatan diharapkan konsentrasi kepadatan penduduk di kota Ternate akan dapat berkurang seiring dengan keinginan masyarakat untuk mau membangun rumah dan hidup secara permanen di pulau Tidore dan kota Sofifi Halmahera. Disamping itu proses distribusi barang dan jasa akan lebih cepat jika menggunakan tranportasi darat melalui jembatan dibandingkan menggunakan transportasi laut karena tidak lagi terganggu dengan kondisi cuaca, biaya distribusi barang akan lebih murah sehingga perbedaan harga komoditas kebutuhan antara pulau dapat ditekan.

Sebagai gambaran, saat ini jarak tempuh antar pulau Ternate menuju pulau Tidore jika menggunakan kapal feri membutuhkan waktu ± 20-30 menit dengan biaya angkutan sebesar Rp 6 ribu untuk orang dan Rp 50 ribu untuk kendaraan mobil sedangkan jika menggunakan speedboat membutuhkan waktu tempuh selama 15 menit dengan biaya angkut/orang sebesar Rp 10 ribu. Demikian pula jika ingin menyebrang ke kota Sofifi dari kota Tidore dengan transportasi kapal feri, waktu yang dibutuhkan ± 1 jam  dengan biaya Rp 12 ribu/orang dan untuk kendaraan mobil sebesar Rp 100 ribu. Adapun untuk penyeberangan dari Kota Ternate menuju kota Sofifi dengan menggunakan kapal feri, biaya yang harus dibayar sebesar Rp 17 ribu untuk orang dan Rp 300 ribu untuk kendaraan mobil dengan jarak tempuh ± 2 jam. Sedangkan jika ingin menggunakan speedboat biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp 50 ribu/orang dengan waktu tempuh ±1 jam.     

Mobilisasi penduduk dengan menggunakan jasa tranportasi angkutan laut baik feri maupun speedboat antar pulau Ternate dan pulau Tidore cukup padat. Dalam sehari, pelayanan transportasi feri dari Ternate menuju Tidore sebanyak 4 kali sedangkan untuk jalur Ternate menuju Sofifi sebanyak 3 kali. Kebutuhan akan transportasi laut yang baik dan murah akan sangat membantu masyarakat terutama untuk kalangan ekonomi menengah kebawah yang tinggal di pulau ternate dan pulau-pulau sekitarnya. Apalagi bagi kalangan PNS provinsi yang harus berkantor di kota Sofifi dan masih memilih menetap di kota Ternate, bantuan subsidi untuk biaya transportasi akan sangat membantu meringankan beban mereka. Dapat di bayangkan seorang PNS provinsi yang bekerja di kantor pemerintahan di kota Sofifi harus mengeluarkan biaya ± 150ribu/hari hanya untuk ongkos transportasi saja.

Dengan dibangunnya jembatan yang menghubungkan pulau Ternate, Tidore dan kota Sofifi di pulau Halmahera diharapkan dapat mengurangi besarnya biaya transportasi sehingga inflasi pada beberapa komoditas barang dan jasa dapat ditekan. Pusat konsumsi tidak lagi hanya berada di kota Ternate, tetapi akan menyebar ke wilayah Tidore dan kota Sofifi seiring dengan keinginan penduduk untuk membangun pemukiman permanen di kedua wilayah tersebut.  

Pembangunan jembatan antar pulau bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dilaksanakan. Jepang adalah salah satu negara kepulauan dimana satu pulau dengan pulau lainnya dapat terhubung dengan jembatan. Di negara lain pun banyak dijumpai jembatan untuk menghubungkan konektivitas antar satu pulau dengan pulau lainnya, khususnya antar pulau yang relatif dekat dan layak dihubungkan melalui jembatan seperti jembatan Penang di Malaysia, jembatan Hiroshima di Jepang, serta jembatan yang menghubungkan antara negara Singapura dan Malaysia.  Khusus di Indonesia sendiri ada jembatan Suramadu yang menghubungkan antara pulau Jawa dengan pulau Madura dengan panjang ±5,48 km.  

Disamping jembatan, pembangunan bandara dan pelabuhan berskala international dapat direalisasikan dalam rangka untuk melayani konektivitas antar wilayah dan antar negara. Tentunya prasyarat untuk menuju kesitu harus disiapkan seperti penyediaan lahan yang besar, kedalaman laut yang memadai, serta infrastruktur penghubung lainnya. Dengan dibukanya jalur penerbangan dan jalur pelayaran international maka proses ekspor barang-barang komoditas unggulan seperti cengkeh dan pala dapat langsung ke negara tujuan tanpa harus melalui Surabaya atau Jakarta lagi. Potensi pariwisata Maluku Utara dapat lebih berkembang dengan membuka jalur penerbangan langsung dengan negara seperti Australia, Jepang, Philipina, Cina dan negara-negara kawasan pasifik lainnya.

Wilayah Maluku Utara yang berhadapan langsung dengan samudera Pasifik berpotensi menjadi pintu gerbang internasional bagi kawasan Indonesia Timur. Proses distribusi barang khususnya barang ekspor dan impor dapat berlangsung di wilayah Malut. Beberapa komoditas unggulan di sektor pertanian seperti pala, cengkeh, hasil-hasil perikanan tuna, cakalang, lobster, teripang, dan hasil tambang nikel, emas dapat langsung di jual melalui pelabuhan atau bandara di Malut. Begitupun juga dengan kebutuhan barang-barang import untuk kegiatan industri di wilayah timur Indonesia dapat terlayani. Pembangunan infrastruktur tersebut akan lebih meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara sehingga sektor tourism akan lebih maju berkembang. Sektor-sektor lain pun diharapkan akan tumbuh seperti sektor perkebunan dan perikanan, sektor industri pengolahan dan pertambangan dan sektor perdagangan sebagai sektor unggulan di kabupaten/kota di Provinsi Maluku Utara.

Mengingat saat ini biaya pengiriman logistik ke daerah Malut cukup mahal. Seorang pengusaha yang ingin mengirim barang dari pulau Jawa ke daerah Malut harus membayar ongkos dua kali lipat karena harus menanggung biaya pemulangan container yang kosong akibat dari tidak adanya barang yang harus diangkut ke pulau Jawa. Jika perkonomian Malut berkembang pesat dimana jumlah produksi pala, cengkeh, ikan tuna, lobster, cakalang, kerapu, kakap dan hasil-hasil perikanan lainnya dapat meningkat maka dapat dipastikan komoditas tersebut makin banyak mengalir ke Jawa dan daerah lain di Indonesia. Maluku Utara dapat menjadi lumbung pangan nasional berbagai komoditas laut tersebut. Investasi di sektor industri pengolahan ikan seperti pengemasan dan pengalengan ikan tuna, Sashimi “Gohu” kaleng dapat berkembang lebih maju di wilayah Malut.