BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

15.000 Hektar Hutan di Sulteng Diusulkan agar Dikelola Masyarakat

Sumber Daya Alam
15.000 Hektar Hutan di Sulteng Diusulkan agar Dikelola Masyarakat

PALU, KOMPAS — Hutan seluas 15.000 hektar di Sulawesi Tengah sedang dibahas untuk dikelola masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan. Penetapan ini diharapkan mengakhiri konflik tenurial antara masyarakat dan negara.

”Luasan itu ada di 12 kabupaten di Sulteng yang menjadi bagian dari revisi tata ruang. Saat ini, Komisi IV sedang membahasnya bersama Kementerian Kehutanan. Mudah-mudahan hasilnya keluar dalam waktu dekat,” kata Kepala Dinas Kehutanan Sulteng Nurhadi seusai mengikuti Kongres Masyarakat Tepian Hutan, Selasa (25/3), di Palu, Sulteng.

Nurhadi tampil sebagai narasumber dalam kongres yang dimulai sejak Senin dan berakhir Rabu ini dengan jumlah peserta mencapai 100 orang. Hadir juga sebagai narasumber Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Abetnego Tarigan. Kegiatan diselenggarakan Yayasan Merah Putih Sulteng.

Luas hutan di Sulteng mencapai 4 juta hektar. Masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan yang meliputi 740 desa itu sekitar 800.000 jiwa.

Nurhadi mengatakan, cakupan luasan hutan yang diserahkan kepada masyarakat merupakan kawasan yang saat ini sudah diduduki, diolah, dan diyakini sebagai hutan adat atau hutan masyarakat. ”Kami jamin hutan tersebut bebas dari investasi. Hutan sepenuhnya milik masyarakat dengan tetap memperhatikan prinsip konservasi. Ini diharapkan menyelesaikan konflik lahan di kawasan hutan yang sampai saat ini belum diselesaikan secara memuaskan,” ujar dia.

Penetapan luas lahan telah dikaji di lapangan dengan melibatkan tim terpadu yang terdiri dari Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, akademisi, pemerintah kabupaten dan provinsi, serta masyarakat setempat.

Koordinator Program Kehutanan Yayasan Merah Putih Azmi Sirajuddin melihat rencana penetapan itu merupakan bentuk keadilan spasial/ruang. Ini komitmen politik pemerintah terhadap masyarakat di dalam dan sekitar hutan yang selama ini tidak diakui hak-haknya.

Ketua Badan Permusyawaratan Desa Sepa, Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai, Markoni Gumpa (43) mengharapkan konsistensi pemerintah terkait penetapan kawasan hutan diserahkan kepada masyarakat. ”Pada 2011, kami mengajukan hutan desa kepada Kementerian Kehutanan, tetapi ditolak karena ada izin untuk perusahaan kayu,” ujarnya. (VDL)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000005672874