BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Batas Tidak Jelas, Kawasan Lindung Rawan Dirambah

 Pelestarian
Batas Tidak Jelas, Kawasan Lindung Rawan Dirambah

GORONTALO, KOMPAS — Batas kawasan Suaka Margasatwa Nantu di Gorontalo yang tidak jelas kerap menjadi alasan bagi masyarakat untuk membuka lahan atau menambang emas secara liar di kawasan tersebut. Pemerintah seharusnya menetapkan batas kawasan untuk mempertegas mana kawasan lindung dan mana yang bukan.

Suaka Margasatwa Nantu berada di Kabupaten Gorontalo, Gorontalo Utara, dan Boalemo. Kawasan ini menjadi habitat satwa endemik Sulawesi yang langka, seperti babi rusa, anoa, maleo, dan tarsius. Kelestarian satwa-satwa itu terancam perburuan satwa, alih fungsi lahan, dan penambangan emas ilegal.

”Saat ini, sebagian kawasan Nantu diserobot oleh aktivitas pembukaan lahan yang kabarnya untuk pembukaan kebun sawit. Pihak penyerobot beralasan kawasan tersebut bukan bagian dari Suaka Margasatwa Nantu. Padahal, saat kami periksa titik koordinatnya, lokasinya berada di dalam kawasan Nantu,” kata Kepala Resor Suaka Margasatwa Nantu Mochtar Maksum, Rabu (5/2), di Gorontalo.

Mochtar mengatakan, tiadanya tanda atau patok batas juga menjadi pintu masuk bagi petambang emas ilegal. Ada sekitar 20 lokasi tambang emas ilegal di kawasan Nantu. Para petambang beralasan bahwa wilayah operasi mereka di luar kawasan Nantu.

Pemerhati lingkungan di Gorontalo, Verrianto Madjowa, mengimbau pemerintah segera memasang patok batas kawasan Nantu. Selain mempertegas batas kawasan, tidak akan ada alasan bagi mereka yang tidak berhak untuk masuk ke kawasan Nantu.

”Penyerobot lahan ataupun petambang ilegal tidak bisa membantah lagi jika mereka memaksa melakukan kegiatan ilegal di dalam kawasan jika sudah ada patok batas,” kata Verrianto.

Perambahan kawasan lindung juga terjadi di Taman Nasional Lore Lindu di Kabupaten Sigi dan Poso, Sulawesi Tengah. Ada sekitar 10.000 hektar kawasan yang dirambah masyarakat untuk dijadikan kebun. Laju perambahan sekitar 100 hektar per tahun. Luas lahan yang sudah dirambah sekitar 5 persen dari total 218.000 hektar luas taman.

Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu sejak 2011 merevitalisasi kawasan yang dirambah. Pada 2011, kawasan yang direvitalisasi seluas 2.000 hektar dan pada 2012 seluas 1.250 hektar. Tahun ini, lahan yang akan direvitalisasi seluas 275 hektar.

Kepala Bidang Teknis Konservasi Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu Ahmad Yani, Rabu, di Palu, mengatakan, revitalisasi dilakukan dengan menanam aneka pohon yang bernilai ekonomi.

Sementara itu, anggaran sektor kehutanan yang dialokasikan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan selama beberapa tahun terakhir dinilai tidak memadai untuk mengelola 3,7 juta hektar hutan di provinsi itu. Berdasarkan studi Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran dan The Asia Foundation pada 2013, selama 2009-2011, rata-rata 1 hektar hutan di Sumsel hanya mendapat anggaran Rp 4.345 per tahun. (APO/HRS/VDL)

 

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000004587216