BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Berharap Otoritas Khusus

Berharap Otoritas Khusus

DESENTRALISASI  pada galibnya memberi ruang lebar kepada daerah untuk mengeksplorasi potensi daerah guna mewujudkan pembangunan berkeadilan bagi rakyat. Satu dekade berjalan, saatnya daerah diberi otoritas khusus untuk mengembangkan potensinya.

Berikan otoritas khusus kepada pemerintah daerah (provinsi). Saya jamin pemda akan mengelola itu sesuai potensi daerahnya. Beri saya, misalnya, Rp 1 triliun, saya
akan bangun infrastruktur dan sektor unggulan. Tentu saja di sana ada perencanaan dan pertanggungjawabannya,” ujar Gubernur Sulawesi Barat Anwar Adnan Saleh di Mamuju, Kamis (27/2).

Otoritas khusus yang dimaksud Anwar adalah kewenangan daerah menggunakan anggaran yang alokasinya ditentukan sendiri oleh daerah sesuai dengan potensi yang ingin dikembangkan. Gagasannya berdasarkan pengalamannya membangun Sulbar. Hampir satu windu dia ”berakrobat” melobi ke pusat. Dia memang punya jaringan yang cukup kuat di pusat. Sebelum terpilih menjadi gubernur pada 2006, ia adalah anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar.

Jaringan inilah yang dimanfaatkan Anwar untuk membangun Sulbar. ”Saya datangi kementerian-kementerian yang menurut saya berkepentingan untuk memajukan daerah saya, seperti Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Pertanian. Bahkan, saya undang
mereka datang ke Sulbar,” kata dia.

Dari lobi jaringan tersebut, infrastruktur mulai dibenahi. Jalan negara sebagai poros utama distribusi barang sepanjang 620 kilometer dikembangkan. Setiap kabupaten membangun pelabuhan, kecuali Mamasa. Bandar udara dipercepat pembangunannya meskipun sekarang belum optimal dipakai karena hanya didarati pesawat kecil, padahal kapasitasnya bisa untuk jenis pesawat Boeing.

Sulbar mungkin adalah cerita sukses pemimpin daerah yang gigih menjolok pusat. Berkat lobi tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulbar hampir dua kali lipat di atas pertumbuhan nasional dalam dua tahun terakhir. Pada 2011, pertumbuhan ekonomi Sulbar mencapai 11,9 persen dan mencapai 12,9 persen pada 2012. Kucuran dana dari pusat ke Sulbar pun mendekati Rp 6 triliun pada tahun ini.
Menyangkut sistem

Namun, rasanya lobi saja tak cukup. Lobi lebih pada kemampuan pribadi atau sesuatu yang bersifat personal. Di lain pihak, pembangunan merupakan sesuatu yang sengaja direncanakan. Pembangunan menyangkut sistem.

Dengan penduduk mencapai 1,2 juta jiwa, jumlah penduduk miskin di Sulbar tergolong tinggi, yaitu 154.000 jiwa, atau mencapai 12,30 persen. Jumlah itu memang berkurang cukup drastis dalam tujuh tahun terakhir. Tahun 2007, jumlah penduduk miskin di Sulbar mencapai 27 persen.

Selain itu, infrastruktur belum sepenuhnya bebas hambatan. Dari 420 km jalan provinsi yang sudah dibangun, hampir 60 persen dalam keadaan buruk. ”Butuh sekitar Rp 500 miliar untuk membenahi itu, termasuk untuk menambah panjang jalan provinsi,” ujar Anwar.

Untuk memacu pertumbuhan sekaligus memerangi kemiskinan, pemerintah pusat harus membangun sistem yang memungkinkan daerah bisa berkreasi. Dasarnya adalah potensi pembangunan hanya ada di daerah. ”Dengan begitu, masyarakat akan merasakan kehadiran negara dalam kebijakan pemerintah provinsi dan kabupaten yang sinergis,” lanjut Anwar.

Dekan FISIP Universitas Tomakaka, Mamuju, Misbahuddin Anas mengakui, kepala daerah yang lincah melobi pusat sangat dibutuhkan. Namun, untuk konteks pembangunan jangka panjang, revitalisasi konsep desentralisasi mendesak dilakukan.

”Dalam desentralisasi, daerah atau desa adalah garda terdepan. Desa diberdayakan. Selama ini, tujuan tersebut tidak terwujud. Semua kebijakan masih dikendalikan pusat,” katanya.

Membangun Indonesia berarti juga membangun daerah. (Videlis Jemali)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000005146503