BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Longsor Memutus Trans-Sulawesi

Longsor Memutus Trans-Sulawesi
Tasikmalaya Intensifkan Mitigasi Bencana

MAKASSAR, KOMPAS — Hujan deras di wilayah Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara, sejak Senin malam hingga Selasa (7-8/4) pagi mengakibatkan longsor di sejumlah tempat. Longsor salah satunya terjadi di jalan Trans-Sulawesi dan memutus jalur utama penghubung Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan itu.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kolaka Utara Munir, yang dihubungi dari Makassar, mengatakan, longsor terjadi pada Selasa sekitar pukul 01.00 Wita. Lokasi longsor berada di Desa Pohu, Kecamatan Ranteangin, sekitar 30 kilometer arah tenggara Lasusua, ibu kota Kolaka Utara.

Longsor terjadi di wilayah perbukitan yang dilintasi jalan Trans-Sulawesi. ”Ada sejumlah titik longsor, tetapi terdapat satu titik yang paling parah karena material longsor menutupi seluruh badan jalan,” kata Munir.

Munir mengatakan, tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut karena lokasi longsor jauh dari permukiman warga. Namun, arus lalu lintas terganggu karena kendaraan tidak bisa melintas.

Pemerintah Kabupaten Kolaka Utara pun langsung mendatangkan alat berat dari dinas pekerjaan umum untuk membersihkan jalan dari timbunan tanah dan batu pada Selasa pagi. ”Menjelang siang, jalan sudah bisa dilalui lagi,” ujar Munir.

Hujan deras melanda wilayah Kolaka Utara sejak Senin sekitar pukul 20.00 dan baru berhenti pada Selasa pagi. Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Kendari, Aris Yunatas, mengatakan, hujan berintensitas tinggi itu disebabkan adanya peningkatan awan konvektif di hampir seluruh wilayah Indonesia.

”Awan konvektif itu muncul akibat banyak daerah bertekanan rendah pada masa transisi dari musim hujan ke musim kemarau ini. Durasi hujan yang lama juga disebabkan adanya penumpukan massa udara,” kata Aris.

Ia pun meminta warga mewaspadai musim transisi atau pancaroba ini. Selain memicu longsor, cuaca buruk masa pancaroba biasanya disertai angin kencang atau puting beliung.
Mitigasi bencana

Rawan longsor juga terjadi di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Tiga kejadian tanah longsor yang menyebabkan enam orang tewas dipicu curah hujan tinggi dalam dua bulan. Kini, Kabupaten Tasikmalaya dalam status waspada kejadian tanah longsor hingga musim hujan selesai pada pertengahan-akhir April 2014.

”Kami semakin mengintensifkan sosialisasi mitigasi bencana kepada warga, khususnya meminimalkan kejadian longsor. Kami dibantu relawan bencana yang tersebar di sejumlah daerah rawan longsor Tasikmalaya,” kata Kepala BPBD Kabupaten Tasikmalaya Kundang Sodikin, di Tasikmalaya, Selasa.

Berdasarkan panduan tata kelola mitigasi bencana Tasikmalaya 2014-2019, ancaman bencana alam mengelilingi 351 desa di 39 kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya. Ancaman bencana ini mulai dari letusan gunung api, longsor, banjir, hingga tsunami.

Kundang mengatakan, kondisi ini membuat Kabupaten Tasikmalaya mendapat predikat sebagai daerah rawan bencana kedua di Indonesia. Sepanjang tahun 2013, terjadi 331 kejadian bencana alam. Dari jumlah itu, lebih dari 50 persen di antaranya adalah tanah longsor. Total kerugian mencapai Rp 23 miliar atau setara dengan anggaran peningkatan kesejahteraan penduduk miskin Kabupaten Tasikmalaya pada tahun yang sama.

”Besarnya kerugian yang ditimbulkan membuat semua pihak harus membuka mata pentingnya mitigasi bencana di Tasikmalaya,” kata Kundang.

Selain bekerja sama dengan ratusan relawan bencana untuk sosialisasi, BPBD Kabupaten Tasikmalaya juga dibantu Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) guna melatih masyarakat agar sadar bencana.

Perwakilan IOM Tasikmalaya, Prima Bayu Sejati, mengatakan, selain ikut menyusun panduan mitigasi bencana Tasikmalaya 2014-2019, pihaknya juga menggagas desa tangguh bencana. Kedua konsep itu akan diuji rencana kontingensi agar masyarakat bisa mandiri meminimalkan potensi kejadian bencana. (ENG/CHE)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000005951052