BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Menanti Gebrakan Papan Rotan Di Pasar Global

Menanti Gebrakan Papan Rotan Di Pasar Global
Palu  (antarasulteng.com) - Kalau tidak ada aral melintang, mulai Juli 2014, Indonesia akan  memproduksi secara massal papan rotan menyusul sukses produksi perdana mesin papan rotan asal Taiwan yang diuji coba di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu, Sulawesi Tengah, belum lama ini.
Papan rotan temuan pakar dan desainer rotan dari Pusat Inovasi Rotan Nasinal (Pirnas) Dodi Mulyadi pada 2012 itu merupakan komoditas baru industri rotan Indonesia yang sudah dipromosikan di berbagai pameran internasional di Eropa dan terbukti sangat diminati pasar.
Dalam pameran International Mebel Messe (IMM) di Cologne, Jerman, Januari 2013, permintaan akan papan rotan 850 meter kubik senilai 2.000.000 dolar AS, jauh di atas nilai permintaan yang diperoleh pada pameran lainnya di luar Indonesia yang (hanya) 1,2 juta dolar AS, sedangkan transaksi langsung tercatat senilai Rp1,02 juta dolar AS
"Papan rotan ini inovasi baru, belum ada negara lain yang mengembangkannya. Ternyata responsnya positif dan permintaan cukup banyak," kata Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian Dedi Mulyadi kepada pers beberapa waktu lalu.
Namun, sayangnya produksi papan rotan yang dimotori Pirnas selama setahun terakhir dilaksanakan secara manual sehingga tidak mampu memenuhi permintaan pasar mancanegara dalam jumlah yang besar.
Kapasitas produksi papan rotan dengan cara manual hanya menghasilkan 5 meter kubik per alat per bulan, sementara alat yang dimiliki baru enam unit, itu artinya kemampuan produksi papan rotan baru 30 meter kubik setiap bulan.
Oleh karena itu, pada tahun 2013, Kementerian Perindustrian mengupayakan pengadaan mesin produksi papan rotan dari Taiwan dengan nilai investasi sekitar Rp2 miliar dan kini telah selesai dirakit di KEK Palu, bahkan telah menjalani uji coba produksi dengan hasil yang memuaskan.
"Hasilnya luar biasa. Namun, kami belum bisa memulai produksi secara massal karena butuh persiapan sumber daya manusia, baik jumlah maupun keahlian yang memadai," kata Ketua Pirnas Prof. Dr. Tanra Tellu di lokasi pabrik papan rotan yang pertama dan satu-satunya di Indonesia itu.
Mesin papan rotan ini terdiri atas tiga `line` produksi dengan kapasitas antara 70 meter kubik dan 90 meter kubik per bulan.
Dalam proses produksinya, rotan bulat dipotong-potong sepanjang 240 cm kalu dibentuk menjadi batangan segi empat ukuran 2 x 2 sentimeter. Rotan-rotan batangan segi empat ini kemudian memasuki alat pengeleman untuk membentuk lembaran papan seledar 30 sentimeter.
Dari mesin pengeleman dan pengepresan itu, lembaran-lembaran papan rotan yang sudah terbentuk memasuki alat pengeleman dan pengepresan lainnya untuk membuat lembaran papan yang lebih tebal sesuai dengan permintaan konsumen.
Setelah ukuran yang diinginkan terbentuk, papan-papan tersebut kemudian memasuki mesin pengamplasan sehingga dihasilkan papan rotan yang mulus dan siap diekspor atau digunakan untuk berbagai keperluan, baik untuk bahan baku mebel, dinding, lantai, tempat tidur, lemari, dan peralatan serta aksesorias rumah tangga, perumahan, dan perkantoran.
Berbagai Keunggulan
Papan rotan memiliki banyak keunggulan dibanding papan kayu mulai dari aspek produksi, transportasi, pemanfaatan, hingga hasil hutan yang ramah lingkungan.
"Papan rotan ini ringan, kedap suara, dan mudah dibentuk. Kalau diekspor, tidak membutuhkan ruang `space` yang lebar seperti mengekspor mebel rotan. Dari aspek produksi, papan rotan tidak memilih-milih jenis rotan sebagai bahan baku. Semua jenis rotan bisa dipake sebagai bahan baku," kata Tanra Tellu, ahli tanaman rotan dari Universitas Tadulako Palu itu.
Oleh karena itu, memproduksi papan rotan secara massal sangat menguntungkan dan memilih pasar yang sangat luas. Papan rotan masih bisa dibentuk menjadi balok dan lembaran-lembaran papan untuk berbagai keperluan. Bila dipakai untuk produk yang membutuhkan materi yang melengkung, papan rotan ini mudan dilengkung sesuai keinginan desainer.
"Jadi, penggunaan papan rotan ini sangat efisien dan efektif. Tidak akan banyak yang terbuang dibandingkan kayu," ujarnya.
Dari segi penggunaan bahan baku, kata Tanra Tellu, akan sangat menguntungkan petani rotan karena rotan apa saja yang mereka ambil di hutan, pasti ditampung pabrik papan rotan. 
"Jadi, petani pemungut rotan akan mendapatkan nilai tambah yang selama ini menikmati margin sangat rendah, yakni hanya sekitar 2,5 persen dari siklus perdagangan rotan," ujarnya.
Soal suplai bahan baku, dia mengaku tidak khawatir karena Sulteng merupakan produsen rotan terbesar di Indonesia. Selain itu, pabrik papan rotan di KEK Palu ini juga akan membangun kerja sama dengan pusat-pusat industri rotan di Sulawesi Barat dan Kalimantan Tengah untuk menampung bahan baku rotan yang tidak terpakai di tempat itu untuk menjadi bahan baku di pabrik papan rotan.
"Manfaat ekonomi pabrik papan rotan ini sangat besar yang akan dirasakan nilai tambahnya mulai dari hulu (pemungut rotan) sampai ke hilir, yakni di tingkat perajin, industri pengolahan, dan kerajinan serta pengekspor," ujarnya.
Pabrik papan rotan ini pun masih punya limbah pula, yakni sisa-sisa rotan yang terbuang saat batang rotan yang bulat dibentuk menjadi segi empat. Limbah ini bisa mencapai 52 persen. Sekarang sedang kita kaji, limbah ini bisa dimanfaatkan untuk apa, kata Tanra lagi.
Barang Jadi atau Bukan?
Pertanyaan yang perlu segera dijawab sebelum produksi papan rotan dilakukan secara massal adalah apakah papan rotna ini masuk kategori barang setengah jadi atau barang jadi.
"Papan rotan ini menjadi sumber penghasil devisa yang sangat potensial. Harga pokok propduksinya saja Rp7 juta sampai Rp8 juta. Namun, kalau papan rotan ini tidak dikategorikan barang jadi, tentu kami tidak akan bisa mengekspornya," kata Tanra Tellu lagi.
Sampai sekarang, kata dia, belum ada keputusan dari Kementerian Perindustrian soal harmonisasi papan rotan apakan barang jadi atau setengah jadi. Harmonisasi ini perlu segera ditetapkan Kemenperind karena hampir seluruh produksi papan rotan akan diekspor.
"Kalau papan rotan ini tidak termasuk produk barang jadi industri, tentu tidak bisa diekspor," ujarnya.
Menurut ahli tanaman rotan ini, papan rotan seyogianya masuk kategori barang jadi sekalipun produk akhirnya masih dalam bentuk papan berbagai ukuran sebab produksinya telah melalui berbagai tahapan industri yang mirip membuat barang jadi.
Ia yakin bila nanti bisa diekspor sebagai barang jadi industri rotan, papan rotan memberikan kontribusi yang signifikan dalam memenuhi target penghasilan devisa ekspor nasional pada tahun 2014.
"Soal pasar, tidak ada masalah. Pengusaha India sendiri telah mengatakan bahwa berapa pun produksi papan rotan ini mereka siap menampungnya. Belum lagi pasar di Malaysia, China, Eropa, dan Amerika Serikat," ujarnya.
Satu-satunya kendala yang dihadapi Pirnas untuk segera mengoperasikan mesin papan rotan dengan kapasitas yang maksimal adalah terbatasnya tenaga yang trampil dan alat prosesing rotan bulat menjadi rotan segi empat.
"Kami masih butuh puluhan tenaga yang terampil untuk mengperasikan mesin ini. Jadi, perlu waktu untuk melatih mereka," kata Tanra Tellu.
Ia juga menyebut bahwa mesin pengolah rotan bulat menjadi rotan segi empat hanya ada satu unit. Ini sangat tidak cukup untuk melayani tiga `line` produksi. Selain itu alatnya juga masih sederhana sehingga presisinya (ketepatan ukuran) juga tidak memadai," ujarnya.
Tanra Tellu mengatakan bahwa pihaknya telah mengusulkan ke Kemenperind untuk membantu pengadaan alat ini.(skd) 

Palu  (antarasulteng.com) - Kalau tidak ada aral melintang, mulai Juli 2014, Indonesia akan  memproduksi secara massal papan rotan menyusul sukses produksi perdana mesin papan rotan asal Taiwan yang diuji coba di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu, Sulawesi Tengah, belum lama ini.

Papan rotan temuan pakar dan desainer rotan dari Pusat Inovasi Rotan Nasinal (Pirnas) Dodi Mulyadi pada 2012 itu merupakan komoditas baru industri rotan Indonesia yang sudah dipromosikan di berbagai pameran internasional di Eropa dan terbukti sangat diminati pasar.

Dalam pameran International Mebel Messe (IMM) di Cologne, Jerman, Januari 2013, permintaan akan papan rotan 850 meter kubik senilai 2.000.000 dolar AS, jauh di atas nilai permintaan yang diperoleh pada pameran lainnya di luar Indonesia yang (hanya) 1,2 juta dolar AS, sedangkan transaksi langsung tercatat senilai Rp1,02 juta dolar AS

"Papan rotan ini inovasi baru, belum ada negara lain yang mengembangkannya. Ternyata responsnya positif dan permintaan cukup banyak," kata Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian Dedi Mulyadi kepada pers beberapa waktu lalu.

Namun, sayangnya produksi papan rotan yang dimotori Pirnas selama setahun terakhir dilaksanakan secara manual sehingga tidak mampu memenuhi permintaan pasar mancanegara dalam jumlah yang besar.

Kapasitas produksi papan rotan dengan cara manual hanya menghasilkan 5 meter kubik per alat per bulan, sementara alat yang dimiliki baru enam unit, itu artinya kemampuan produksi papan rotan baru 30 meter kubik setiap bulan.

Oleh karena itu, pada tahun 2013, Kementerian Perindustrian mengupayakan pengadaan mesin produksi papan rotan dari Taiwan dengan nilai investasi sekitar Rp2 miliar dan kini telah selesai dirakit di KEK Palu, bahkan telah menjalani uji coba produksi dengan hasil yang memuaskan.

"Hasilnya luar biasa. Namun, kami belum bisa memulai produksi secara massal karena butuh persiapan sumber daya manusia, baik jumlah maupun keahlian yang memadai," kata Ketua Pirnas Prof. Dr. Tanra Tellu di lokasi pabrik papan rotan yang pertama dan satu-satunya di Indonesia itu.
Mesin papan rotan ini terdiri atas tiga `line` produksi dengan kapasitas antara 70 meter kubik dan 90 meter kubik per bulan.

Dalam proses produksinya, rotan bulat dipotong-potong sepanjang 240 cm kalu dibentuk menjadi batangan segi empat ukuran 2 x 2 sentimeter. Rotan-rotan batangan segi empat ini kemudian memasuki alat pengeleman untuk membentuk lembaran papan seledar 30 sentimeter.

Dari mesin pengeleman dan pengepresan itu, lembaran-lembaran papan rotan yang sudah terbentuk memasuki alat pengeleman dan pengepresan lainnya untuk membuat lembaran papan yang lebih tebal sesuai dengan permintaan konsumen.

Setelah ukuran yang diinginkan terbentuk, papan-papan tersebut kemudian memasuki mesin pengamplasan sehingga dihasilkan papan rotan yang mulus dan siap diekspor atau digunakan untuk berbagai keperluan, baik untuk bahan baku mebel, dinding, lantai, tempat tidur, lemari, dan peralatan serta aksesorias rumah tangga, perumahan, dan perkantoran.

Berbagai Keunggulan
Papan rotan memiliki banyak keunggulan dibanding papan kayu mulai dari aspek produksi, transportasi, pemanfaatan, hingga hasil hutan yang ramah lingkungan.

"Papan rotan ini ringan, kedap suara, dan mudah dibentuk. Kalau diekspor, tidak membutuhkan ruang `space` yang lebar seperti mengekspor mebel rotan. Dari aspek produksi, papan rotan tidak memilih-milih jenis rotan sebagai bahan baku. Semua jenis rotan bisa dipake sebagai bahan baku," kata Tanra Tellu, ahli tanaman rotan dari Universitas Tadulako Palu itu.

Oleh karena itu, memproduksi papan rotan secara massal sangat menguntungkan dan memilih pasar yang sangat luas. Papan rotan masih bisa dibentuk menjadi balok dan lembaran-lembaran papan untuk berbagai keperluan. Bila dipakai untuk produk yang membutuhkan materi yang melengkung, papan rotan ini mudan dilengkung sesuai keinginan desainer.

"Jadi, penggunaan papan rotan ini sangat efisien dan efektif. Tidak akan banyak yang terbuang dibandingkan kayu," ujarnya.
Dari segi penggunaan bahan baku, kata Tanra Tellu, akan sangat menguntungkan petani rotan karena rotan apa saja yang mereka ambil di hutan, pasti ditampung pabrik papan rotan. 

"Jadi, petani pemungut rotan akan mendapatkan nilai tambah yang selama ini menikmati margin sangat rendah, yakni hanya sekitar 2,5 persen dari siklus perdagangan rotan," ujarnya.

Soal suplai bahan baku, dia mengaku tidak khawatir karena Sulteng merupakan produsen rotan terbesar di Indonesia. Selain itu, pabrik papan rotan di KEK Palu ini juga akan membangun kerja sama dengan pusat-pusat industri rotan di Sulawesi Barat dan Kalimantan Tengah untuk menampung bahan baku rotan yang tidak terpakai di tempat itu untuk menjadi bahan baku di pabrik papan rotan.

 

"Manfaat ekonomi pabrik papan rotan ini sangat besar yang akan dirasakan nilai tambahnya mulai dari hulu (pemungut rotan) sampai ke hilir, yakni di tingkat perajin, industri pengolahan, dan kerajinan serta pengekspor," ujarnya.

Pabrik papan rotan ini pun masih punya limbah pula, yakni sisa-sisa rotan yang terbuang saat batang rotan yang bulat dibentuk menjadi segi empat. Limbah ini bisa mencapai 52 persen. Sekarang sedang kita kaji, limbah ini bisa dimanfaatkan untuk apa, kata Tanra lagi.
Barang Jadi atau Bukan?

Pertanyaan yang perlu segera dijawab sebelum produksi papan rotan dilakukan secara massal adalah apakah papan rotna ini masuk kategori barang setengah jadi atau barang jadi.

"Papan rotan ini menjadi sumber penghasil devisa yang sangat potensial. Harga pokok propduksinya saja Rp7 juta sampai Rp8 juta. Namun, kalau papan rotan ini tidak dikategorikan barang jadi, tentu kami tidak akan bisa mengekspornya," kata Tanra Tellu lagi.

Sampai sekarang, kata dia, belum ada keputusan dari Kementerian Perindustrian soal harmonisasi papan rotan apakan barang jadi atau setengah jadi. Harmonisasi ini perlu segera ditetapkan Kemenperind karena hampir seluruh produksi papan rotan akan diekspor.
"Kalau papan rotan ini tidak termasuk produk barang jadi industri, tentu tidak bisa diekspor," ujarnya.

Menurut ahli tanaman rotan ini, papan rotan seyogianya masuk kategori barang jadi sekalipun produk akhirnya masih dalam bentuk papan berbagai ukuran sebab produksinya telah melalui berbagai tahapan industri yang mirip membuat barang jadi.

Ia yakin bila nanti bisa diekspor sebagai barang jadi industri rotan, papan rotan memberikan kontribusi yang signifikan dalam memenuhi target penghasilan devisa ekspor nasional pada tahun 2014.

"Soal pasar, tidak ada masalah. Pengusaha India sendiri telah mengatakan bahwa berapa pun produksi papan rotan ini mereka siap menampungnya. Belum lagi pasar di Malaysia, China, Eropa, dan Amerika Serikat," ujarnya.

Satu-satunya kendala yang dihadapi Pirnas untuk segera mengoperasikan mesin papan rotan dengan kapasitas yang maksimal adalah terbatasnya tenaga yang trampil dan alat prosesing rotan bulat menjadi rotan segi empat.

"Kami masih butuh puluhan tenaga yang terampil untuk mengperasikan mesin ini. Jadi, perlu waktu untuk melatih mereka," kata Tanra Tellu.
Ia juga menyebut bahwa mesin pengolah rotan bulat menjadi rotan segi empat hanya ada satu unit. Ini sangat tidak cukup untuk melayani tiga `line` produksi. Selain itu alatnya juga masih sederhana sehingga presisinya (ketepatan ukuran) juga tidak memadai," ujarnya.
Tanra Tellu mengatakan bahwa pihaknya telah mengusulkan ke Kemenperind untuk membantu pengadaan alat ini.(skd) 

Sumber: http://antarasulteng.com/berita/13804/menanti-gebrakan-papan-rotan-di-pasar-global