BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Sampah Jadi Listrik di Palu

Sampah Jadi Listrik di Palu
Kerja Sama dengan Kota Boras di Swedia

 

PALU, KOMPAS — Pemerintah Kota Palu, Sulawesi Tengah, mulai memanfaatkan energi terbarukan dari sampah. Pada tahap pertama, energi yang dihasilkan mencapai 50 kilowatt untuk menerangi sekitar 60 rumah tangga yang ada di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Kawatuna di Kecamatan Mantikulore.

”Dengan karakter sampah berbeda, 1 hektar lahan tumpukan yang mulai dimanfaatkan ini diperkirakan menghasilkan 190 kW. Jadi, pemanfaatan pada proyek pertama ini baru sekitar seperempatnya,” kata Wakil Wali Kota Palu Andi Mulhanan Tombolotutu, di Palu, Jumat (23/5), seusai peresmian instalasi biogas di TPA Kawatuna.

Instalasi biogas itu diresmikan Gubernur Sulteng Longki Djanggola, dihadiri Wali Kota Palu Rusdy Mastura, Deputi IV Menteri Lingkungan Hidup Rasio Ridho Sani, Wakil Wali Kota Boras (Swedia) Tom Enderson, dan sejumlah pejabat dari Kedutaan Besar Swedia untuk Indonesia. Proyek biogas merupakan kerja sama antara Pemkot Palu dan Boras. Proyek mulai dikerjakan tahun lalu.

Potensi energi biogas dari sampah di TPA Kawatuna mencapai 804 kW. Volume ini bisa bertambah mengingat tingkat konsumsi masyarakat akan terus meningkat. Saat ini, sampah yang masuk ke TPA rata-rata 380 ton per hari atau 138.700 ton per tahun. Selain itu, dengan sistem penampungan, energi listrik juga bisa juga bertambah.

Menurut Andi, pada tahap kedua akan dibangun lagi sekitar 10 sumur untuk menyalurkan lebih banyak metana ke mesin pengolah sehingga menjangkau lebih banyak rumah tangga. Keenam puluh rumah yang dialiri listrik dari biogas TPA Kawatuna sejauh ini dibebaskan dari biaya.

Proyek itu akan dibarengi dengan edukasi kepada rumah tangga untuk memilah sampah organik dari non-organik. Ini dimaksudkan untuk mempermudah lokalisasi sampah yang memiliki kandungan metana tinggi.

Secara nasional, kata Ridho Sani, volume sampah yang dihasilkan mencapai 200.000 per hari atau 73 juta ton per tahun. Dari jumlah itu, baru sekitar 7 persen yang diolah menjadi kertas dengan produk turunannya, plastik, kompos, dan energi biogas. ”Di Swedia, pemanfaatan sampah sudah 99 persen. Tantangan kita ke depan adalah terus meningkatkan pemanfaatan sampah menjadi produk inovatif,” ujar dia.

Menurut Ridho, proyek kerja sama Pemkot Palu dan Boras bisa dijadikan replikasi bagi daerah lain di Sulteng dan Indonesia. Kabupaten lain yang memanfaatkan biogas dari sampah adalah DKI Jakarta, Kota Bogor (Jabar), dan Kota Surabaya (Jatim).

Enderson menilai, sampah merupakan salah satu masalah besar di Indonesia. Padahal, masalah persampahan menjadi bagian penting dari isu krisis ekologis dan perubahan iklim. ”Pemanfaatan biogas memiliki dampak besar terhadap aspek kehidupan lain, mulai dari lingkungan hingga ekonomi,” kata dia.

Karena itu, Gubernur Longki berharap, kabupaten lain di Sulteng mencontoh proyek ini. ”Semua pihak harus mendukung, termasuk PLN,” ujarnya.

Dalam rencana, Pemkot Palu akan berkoordinasi dengan PLN memanfaatkan energi terbarukan tersebut. Tak menyebutkan waktunya, tetapi Andi memastikan akan dibuatkan nota kesepahaman antara Pemkot Palu dan PLN guna memperluas jangkauan pemanfaatan biogas.

Terkait pendanaan proyek, Andi menjelaskan, jumlah anggaran yang dipakai mencapai Rp 24 miliar. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp 6 miliar digelontorkan Pemkot Palu dari APBD 2013. Sisanya disediakan Pemerintah Kota Boras. Namun, dengan tidak menyebut nilai, Enderson menyatakan, dana yang dikucurkan Boras sangat kecil. (VDL)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000006810384