BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Sawit, Denyut Nadi Mamuju Utara

Kesejahteraan Daerah
Sawit, Denyut Nadi Mamuju Utara

Oleh: Reny Sri Ayu

SEBUAH tugu berbentuk pohon sawit berdiri megah di bundaran dekat Kantor Bupati Mamuju Utara, Sulawesi Barat. Di sekeliling bundaran tampak beberapa tugu kecil berhias motif kain tenun dari sejumlah daerah di Indonesia. Monumen ini ternyata belum selesai. Sebab, di bagian atas tugu pohon sawit, menurut rencana, akan didirikan bola dunia.

”Tugu ini adalah penggambaran kehidupan dan kesejahteraan warga di Mamuju Utara,” ujar Bupati Mamuju Utara Agus Ambo Djiwa, belum lama ini, di Pasangkayu, ibu kota Mamuju Utara.

Sawit memang telah menjadi sumber penghidupan di Mamuju Utara meskipun di daerah lain kerap dituding kurang pro lingkungan, banyak memakan lahan, dan menyerap banyak air. Namun, bagi warga Mamuju Utara, sawit punya andil sangat besar dalam perkembangan kabupaten tersebut; setidaknya lebih dari lima tahun terakhir. Sawit menjadi salah satu faktor signifikan dalam mendukung peningkatan pendapatan per kapita, pertumbuhan ekonomi, dan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat secara umum.

”Itulah mengapa kami membangun tugu sawit dan menjadikan sawit sebagai ikon daerah ini,” kata Agus Ambo.

Agaknya, tak salah apa yang dikatakan Bupati Mamuju Utara, termasuk menjadikan sawit sebagai ikon daerah ini. Sebagian warga memang mengandalkan sawit sebagai sumber penghidupan. Tak hanya yang secara langsung bersentuhan, seperti petani sawit, tetapi berbagai usaha lain yang turut mendapat imbas dari sawit.

Dalam data Pemerintah Kabupaten Mamuju Utara, berdasarkan survei Badan Pusat Statistik daerah setempat, disebutkan, pendapatan dari sawit per kapita di daerah ini meningkat dari Rp 9.000.000 menjadi Rp 20.000.000. Pertumbuhan ekonomi bahkan naik dari 7 persen menjadi 14,47 persen. Adapun kemiskinan turun dari 17 persen menjadi 5 persen. Angka-angka lain, seperti pengangguran, juga menurun signifikan.

Namun, bagaimana dengan kenyataan para petani atau warga lain yang mendapat imbas dari sawit? Rata-rata pendapatan bersih mereka mencapai Rp 7.500.000-Rp 8.000.000 per petak. Satu petak adalah 2 hektar dan sedikitnya setiap petani memiliki kebun seluas 2 hektar.

H Syamsuddin (40), petani di Desa Letawa, Kecamatan Pasangkayu, misalnya, bisa meraup penghasilan sedikitnya Rp 7.500.000 per bulan. ”Kalau rajin dan buahnya bagus, bisa sampai Rp 8.000.000 lebih. Di Mamuju Utara, penghasilan seperti ini sudah lebih dari cukup untuk hidup dan menyekolahkan anak-anak,” tuturnya.

Lain lagi H Made Amin (42), petani di Desa Bulumario, Kecamatan Saruddu. Jika pada awalnya hanya punya dua petak kebun sawit, bapak tiga anak ini kini memiliki lima petak atau 10 hektar. Dia juga mempekerjakan hingga 10 orang tenaga buruh panen dan perawat kebun.

Penambahan luas kebun berasal dari keuntungan dan tabungan yang disisihkan dari penghasilan kebun awal. Made bahkan membeli dua truk yang disewakan untuk mengangkut tandan buah segar (TBS) hasil panen petani dan dua kendaraan untuk keperluan pribadi. Satu digunakan di Mamuju dan satunya dipakai anak sulungnya yang kuliah di salah satu Perguruan Tinggi Swasta ternama di Makassar.

”Alhamdulillah anak saya semua sekolah. Semua dari sawit. Setiap bulan sedikitnya saya mendapat hasil bersih paling sedikit Rp 40.000.000. Yang bekerja sama saya juga mendapat upah lumayan. Yang bagus dari sawit karena tidak susah memelihara serta merawat dan, jika sudah berbuah, akan terus berbuah hingga 30-an tahun,” papar Made.

Buruh panen di Mamuju Utara umumnya diupah Rp 1.000 per TBS. Jika rajin, seorang buruh panen bisa meraup penghasilan hingga Rp 100.000 per hari. Sementara buruh semprot diupah Rp 4.000 per tangki. Pendapatannya bisa sama dengan upah buruh panen.

Namun, ada juga yang tak langsung menggarap sawit, tetapi ikut terciprat rezeki dari tanaman ini. Salah satunya adalah Abdul Gani (35), seorang pandai besi. Dari usaha membuat berbagai peralatan sederhana untuk keperluan petani sawit, seperti dodos dan egrek, dia meraup uang hingga Rp 18.000.000 per bulan. Abdul Gani pun mempekerjakan sejumlah orang dengan upah harian Rp 50.000-Rp 75.000.

Kios dan toko-toko barang keperluan sehari-hari serta warung makan dan pasar pun selalu ramai sebagai dampak dari sawit.
Kapitalisasi kesejahteraan

Berkembangnya perkebunan sawit di Mamuju Utara tak lepas dari andil perusahaan sawit di daerah itu. Salah satu yang terbesar serta konsisten membina dan bekerja sama dengan petani adalah PT Astra Agro Lestari, yang masuk sejak tahun 1990-an. Kini, perusahaan tersebut memiliki lima anak perusahaan yang mengelola kebun sawit dan punya pabrik minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO). Kelima anak perusahaan itu menguasai kebun dengan status hak guna usaha lebih dari 30.000 hektar. Kebun PT Astra dikelola petani dalam program income generating activity (IGA). Adapun yang dikelola masyarakat di luar PT Astra ada sekitar 40.000 hektar tanaman sawit. Akan tetapi, hasilnya tetap ditampung Astra Agro Lestari.

Besarnya uang beredar dari sawit di antaranya bisa dilihat dari pembayaran hasil panen yang dilakukan anak perusahaan kepada petani yang masuk program IGA per bulannya. Di satu anak perusahaan, pembayaran kepada petani umumnya Rp 12 miliar-Rp 13 miliar. Ini belum termasuk pembayaran kepada petani yang tak masuk program, tetapi hasil panennya ditampung Astra Agro.

Lembaga Keuangan Mikro Mitra Sejahtera, yang masih satu grup dengan Astra Agro Lestari, misalnya, bisa memiliki sisa hasil usaha Rp 8 miliar, dari modal awal Rp 55.000.000.

Ini juga agaknya yang membuat sejumlah bank swasta, seperti Bank Mandiri, BNI, Bank Mega, dan Danamon, gencar membuka cabang di wilayah ini. Sesuatu yang hingga lima tahun lalu sepertinya mustahil terjadi di Mamuju Utara.

Pada masa datang, sawit tampaknya akan lebih berkembang menyusul rencana pembangunan refinery, yakni fasilitas untuk pengembangan produk turunan CPO. Proyek senilai Rp 1,7 triliun ini sudah mendapat izin dari pemerintah setempat dan telah memiliki lahan seluas 30 hektar untuk pembangunan pabrik.

Harapannya, bukan hanya perusahaan yang bisa mengapitalisasi modal, melainkan juga warga harus bisa meningkatkan kesejahteraan seraya menjaga lingkungannya tetap sehat dan asri.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000004429358