BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Suara dari Bumi Moloku Kie Raha

Maluku Utara
Suara dari Bumi Moloku Kie Raha

PERCEPATAN pembangunan di kawasan Indonesia timur telah lama dimulai. Akan tetapi, Provinsi Maluku Utara sebagai salah satu daerah di kawasan Indonesia timur belum merasakan dampak signifikan upaya itu.

Sejak berpisah dari Provinsi Maluku pada 1999, Provinsi Maluku Utara (Malut) yang memiliki 805 pulau, dengan 82 di antaranya berpenghuni, tak berkembang cepat. Dalam sejumlah pemeringkatan, Malut masih bertengger di posisi yang tidak kompetitif.

Badan Pusat Statistik Provinsi Malut dalam buku Maluku Utara Dalam Angka 2013 menuliskan, angka partisipasi sekolah kelompok usia 16-28 tahun hanya 68,26 persen. Jumlah itu lebih rendah dibandingkan pada usia 7-15 tahun yang melewati 90 persen. Artinya, banyak anak di Malut hanya bersekolah hingga jenjang sekolah menengah pertama.

Kondisi jalan yang menghubungkan tujuh kabupaten dan dua kota di Malut juga masih jauh dari standar. Dari 1.867,03 kilometer (km) jalan yang telah dikerjakan pemerintah provinsi, sepanjang 825,21 km adalah lapen, 470,42 km aspal, dan 571,40 km tidak diaspal. Jalan dalam kondisi rusak ringan ada 318,62 km dan rusak berat 926,30 km.

Pertumbuhan ekonomi Malut memang berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional, yakni mencapai 6,3 persen per tahun. Namun, pertumbuhan itu hanya ditopang faktor konsumsi. Daerah yang punya 106.758 hektar lahan pertanian ini tidak mampu memenuhi sendiri kebutuhan bahan pokok warganya sehingga harus disuplai dari provinsi lain.

Akibatnya, jumlah penduduk miskin tetap tinggi, yakni 242.112 jiwa atau sekitar 22 persen dari jumlah penduduk provinsi itu yang menurut sensus penduduk 2010 sebanyak 1.086.655 jiwa.

Sejumlah ketertinggalan itu sulit teratasi jika pemerintah provinsi dan kota/kabupaten di Malut dibiarkan berjalan sendiri. Dari sisi pendanaan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Malut yang Rp 1,6 triliun tidak cukup mengatasi berbagai persoalan yang muncul.

Melihat kondisi ini, Penjabat Gubernur Malut A Tanribali Lamo berharap pemimpin nasional pasca Pemilu 2014 dapat mempercepat pembangunan di kawasan Indonesia timur.

”Pemimpin yang kelak terpilih diharapkan mengatasi dan mengurangi angka kemiskinan melalui program pembangunan yang komprehensif dan berkesinambungan,” ujar Tanribali.

Rektor Universitas Khairun, Ternate, Husain Alting mengatakan, pemerintah pusat harus mempercepat pembangunan di Malut dengan memberikan kebijakan khusus, termasuk dalam hal anggaran.

”Persoalan sekarang, kebijakan dari pemerintah pusat untuk kawasan timur yang umumnya tertinggal masih sama dengan daerah lain yang sudah maju. Jika terus seperti ini, bagaimana mungkin bisa terjadi pemerataan kesejahteraan? Daerah lain tentu akan semakin maju dan kami semakin jauh di belakang,” ungkap Husain.

Sementara itu pengamat hukum dari Universitas Khairun, King Faisal Suliaman, menuturkan, terhambatnya pembangunan di Malut juga disebabkan buruknya perilaku sebagian pejabat di daerah itu. Komisi Pemberantasan Korupsi diharapkan memantau praktik korupsi di Malut.

Itulah suara dari Moloku Kie Raha (Negeri Empat Kerajaan), sebutan lain Malut. Mereka butuh fakta, bukan hanya janji dan retorika politik. Namun, Malut tetap optimistis, Indonesia tetap melihat dirinya sebagai satu kesatuan, termasuk di kawasan timur. (Fransiskus Pati Herin)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000005225778