BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Sulut Buka Pintu Investasi demi Kembangkan Pariwisata Kesehatan

Oleh KRISTIAN OKA PRASETYADI

Pemprov Sulut membuka lebar pintu investasi bidang kesehatan demi mewujudkan tekad menjadi destinasi pariwisata kesehatan bagi warga Indonesia timur. Namun, mahalnya tiket pesawat ke Sulut dinilai menjadi kendala.

MANADO, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara membuka lebar pintu investasi di bidang kesehatan demi mewujudkan tekad menjadi destinasi pariwisata kesehatan bagi warga Indonesia bagian timur. Pemerintah pusat bersedia terlibat dengan menyediakan fasilitas pelengkap. Akan tetapi, mahalnya biaya tiket pesawat ke Sulut menjadi kendala.

Tekad itu disampaikan Wakil Gubernur Sulut Steven Kandouw, Jumat (4/8/2023), dalam pembukaan Pameran Medis dan Pariwisata Kesehatan (Indonesia Medical Expo and Health Tourism) 2023 di atrium Manado Town Square 3. Sebanyak 30 badan usaha, seperti rumah sakit dan produsen alat kesehatan, membuka gerai dalam acara itu.

Steven menyatakan, dilihat dari sejumlah indikator, Sulut pantas menjadi destinasi pariwisata kesehatan. Pada 2022, indeks pembangunan manusia (IPM) Sulut mencapai 73,81, tertinggi di antara 10 provinsi di Sulawesi serta Maluku, Maluku Utara, dan Papua. Angka harapan hidup laki-laki di Sulut adalah 70,16 tahun dan perempuan 74,04 tahun, juga tertinggi di antara 10 provinsi di Indonesia bagian timur.

”IPM kita juga di atas rata-rata nasional (72,91) dan angka harapan hidup termasuk tinggi. Lalu, apakah kita berpuas diri? Jawabannya tidak. Sudah jadi roadmap (peta jalan) Pak Gubernur (Olly Dondokambey) untuk meningkatkan investasi di bidang kesehatan,” kata Steven.

Menurut Steven, dengan peningkatan investasi, Sulut yang penduduknya hanya sekitar 1 persen dari penduduk Indonesia bisa menjadi destinasi pelayanan kesehatan bagi sembilan provinsi lainnya di timur Indonesia. Apalagi, terdapat 57 rumah sakit di seluruh Sulut yang menurut data tahun 2022 diperkuat oleh 2.903 dokter.

Steven menambahkan, selama ini, Sulut telah menjadi tujuan wisata, pendidikan, serta investasi bagi warga di 10 provinsi di Indonesia bagian timur. Oleh karena itu, ia mengundang para investor untuk turut membangun sistem kesehatan di Sulut.

”Buat para investor, kalau mau bangun rumah sakit, langsung bangun saja. Perizinan bisa berjalan paralel dengan pembangunan. IMB (izin mendirikan bangunan) dan amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) yang jadi momok, sangat sulit, dan bertahun-tahun baru selesai, bukan dinomorduakan. Kita jadikan itu sebagai pelayanan, bukan sebagai kendala,” katanya.

Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Sulut Jimmy Panelewen menyatakan, keunggulan sistem kesehatan di Sulut mencakup beberapa penyakit yang paling prevalen, misalnya diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung, ginjal, dan stroke.

Berbagai pusat layanan untuk penyakit itu telah tersedia di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Prof dr RD Kandou, Manado. Kementerian Kesehatan pun menjadikan rumah sakit itu sebagai pengampu beberapa layanan prioritas Sulut dan beberapa provinsi terdekat, seperti Gorontalo, Sulteng, Kalimantan Timur, Maluku, Maluku Utara, dan seluruh Papua.

”Kalau pengampuan di RS Kandou betul-betul berjalan, itu nantinya akan mendorong pemerataan (layanan kesehatan) juga. Saya tidak bisa membohongi diri, masih ada pasien datang ke RS Kandou, tetapi tidak mendapatkan tempat tidur. Kalau ada rumah sakit baru yang bisa memberikan pelayanan at least setara, itu akan memberikan dampak ke masyarakat,” kata Jimmy yang juga merupakan Direktur Utama RSUP Prof dr RD Kandou.

Jimmy menyebut, peningkatan layanan itu sejalan dengan status Sulut sebagai destinasi pariwisata superprioritas. Ia berharap nantinya akan dapat dikembangkan pula wisata kesehatan (wellness tourism) yang menawarkan praktik kesehatan tradisional di Sulut, seperti bakera, yakni semacam spa dengan uap yang memanfaatkan rempah-rempah.

Tren global
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Maxi Rondonuwu menyebut, pariwisata kesehatan adalah tren global yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Beberapa daerah di negara lain telah berhasil menerapkan hal itu, seperti Shenzhen di China dan Penang di Malaysia.

Maxi memaparkan, Sulut punya potensi yang besar untuk mengembangkan pariwisata kesehatan karena memiliki daya tarik alam dan kekayaan budaya yang luar biasa. Pemerintah pusat pun siap mendukung dengan melengkapi berbagai fasilitas pendukung.

”Beberapa waktu lalu, Kemenkes telah ada MoU (nota kesepahaman) dengan perguruan tinggi asing untuk mengadakan alat whole genome sequencing (pengurutan keseluruhan genom). Awalnya 16 buah, sekarang sudah ada 40-an. Ini salah satunya kami sediakan di Sulut,” katanya.

Alat itu akan sangat bermanfaat untuk melaksanakan riset-riset penyakit serta genomik pada manusia, bahkan hewan. Dengan begitu, daerah akan dapat mengembangkan layanan kesehatan yang terpersonalisasi (personalized).

Kendati begitu, Maxi menyatakan, dukungan itu harus diimbangi pula dengan peningkatan sumber daya manusia di bidang medis. Ia juga meminta Sulut menuntaskan penyebaran penyakit menular yang belum tuntas, seperti malaria.

Sulut juga masih menjadi provinsi dengan jumlah kasus rabies terbanyak keenam selama Januari-April 2023, yaitu 1.104 kasus. Di samping itu, capaian deteksi tuberkulosis baru 33 persen, sekitar sepertiga dari sambilan target nasional sebesar 90 persen. Temuan kasus HIV juga baru 24 persen dengan perkiraan 602 orang yang belum ditemukan.

”Kalau masih banyak penyakit menular, orang akan ragu untuk datang. Ini akan mengganggu medical tourism. Di samping itu, ada hal lain yang perlu ditingkatkan, seperti perilaku hidup dan lingkungan bersih,” kata Maxi.

Sementara itu, Suherman Widyatomo, pemilik RS Sentra Medika yang salah satu cabangnya terletak di Minahasa Utara, menyebut Sulut memiliki potensi pariwisata kesehatan yang besar. Itulah kenapa Suherman kemudian membangun Hotel The Sentra Manado tepat di sebelah RS Sentra Medika.

Dia berharap pemerintah bisa memainkan peran yang lebih besar untuk mendukung pengembangan pariwisata kesehatan di Sulut. Salah satu dukungan yang dibutuhkan adalah menurunkan harga tiket pesawat.

Kalau masih banyak penyakit menular, orang akan ragu untuk datang. Ini akan mengganggu medical tourism.

”Gimana turis mau ke sini kalau sekali jalan harga tiketnya Rp 3 juta? Saya mohon kepada Pemerintah Sulut, tiket ke Manado itu harus diturunkan harganya,” kata Suherman. Dia mencontohkan, harga tiket paling murah dari Jakarta ke Manado sekitar Rp 2,4 juta, sementara dari Semarang, Jawa Tengah, Rp 2,9 juta.

Terkait hal ini, Steven Kandouw menyatakan, pengembangan pariwisata kesehatan di Sulut hanya menarget warga dari wilayah timur Indonesia, terutama Papua. Meski begitu, harga tiket dari Papua ke Sulut juga relatif mahal. Hanya ada dua penerbangan dari Jayapura, Papua, ke Manado yang tarifnya Rp 2,3 juta-Rp 2,9 juta, sementara sisanya di atas Rp 4,4 juta. Harga tiket tersebut sama dengan relasi Jayapura-Jakarta.

Editor:
HARIS FIRDAUS

Sumber: https://www.kompas.id/baca/nusantara/2023/08/04/sulut-buka-pintu-investasi-demi-kembangkan-pariwisata-kesehatan

Related-Area: