BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Sudahkah Anda Peduli Autisme?

Sudahkah Anda Peduli Autisme?

    Written by  Citra Dyah Prastuti
    Wed,02 April 2014 | 08:00

Sudahkah Anda Peduli Autisme?Ilustrasi (www.iloveachildwithautism.com)
 
 

KBR68H, Jakarta – Di Indonesia jumlah anak penyandang autisme diperkirakan meningkat lima kali lipat setiap tahun. Autis adalah kelainan perkembangan sistem saraf seseorang yang dialami sejak lahir atau di masa balita. Saat ini diperkirakan jumlah penyandang autisme mencapai 3 juta orang. Prediksinya, 6 di antara 10 ribu kelahiran menyandang kelainan perkembangan ini.

Tapi pengetahuan dan pemahaman orang tentang autisme masih minim. Terbukti, masih banyak olok-olok misalnya menyebutkan orang yang sibuk dengan smartphone sebagai ‘orang autis’. Padahal bagi penyandang dan keluarga, ini jelas bukan sebuah bahan ledekan karena inilah kenyataan yang harus dihadapi sehari-hari mengingat salah satu penanda autisme adalah seperti hidup di dunia sendiri.

Ketua Yayasan Autisma Indonesia Melly Budiman dalam program Sarapan Pagi (1/4) mengatakan, sejauh ini belum ada survei detil tentang berapa banyak anak Indonesia yang adalah penyandang autisme. Namun penelitian terakhir di Amerika Serikat menunjukkan kalau 1 dari 68 anak adalah penyandang autisme. Sementara penelitian di Korea Selatan pada 2011 menunjukkan kalau 1 dari 38 anak di sana menyandang autisme.

Bulan April diperingati dunia sebagai bulan kepedulian autisme. Menurut Mellie, yang penting ditangani segera adalah deteksi dini sehingga bisa disiapkan serangkaian terapi untuk menangani gangguan perkembangan tersebut.

Apa saja persiapan perayaannya di Indonesia?

“Dua hari yang lalu kami turun ke jalan di Bundaran HI untuk membagikan brosur dan pin mengenai autisme. Besok kami akan mengadakan konferensi pers di Departemen Kesehatan, kemudian tanggal 14 April Yayasan Autisme akan mengadakan seminar mengenai memperjuangkan advokasi untuk anak-anak autistik karena mereka itu buta hukum dan perlu ada orang yang memperjuangkan.”

Ada advokasi tentu ada masalah, apa itu? 

“Banyak sekali. Misalnya tahun lalu ada seorang remaja autistik dijadikan kurir narkoba tertangkap, divonis 5 tahun penjara. Itu ramai sekali tapi akhirnya dia dilepas juga. Banyak sekali kejadian-kejadian yang tidak adil bagi anak-anak kita, misalnya pergi ke mal atau tempat bermain diusir sama satpam, mau sekolah mereka tidak diterima di beberapa sekolah.”

Kalau di bidang pendidikan dari pemerintah sudah menyediakan pendidikan yang layak dan tepat untuk anak-anak autistik ini?

“Sebetulnya di kelas itu sudah mengharuskan sekolah-sekolah untuk menerima anak-anak autistik ini. Banyak sekolah ditunjuk sebagai sekolah inklusif, berarti mereka harus menerima anak-anak ini di setiap kelas misalnya satu dan sudah mulai banyak penerimaan itu. Hanya tidak disertai dengan gurunya itu tidak mendapatkan pendidikan yang tepat, sehingga kadang-kadang ya memang di sekolah inklusif tapi pendidikannya tidak tepat seperti gurunya kurang mengerti, dijadikan bulan-bulanan oleh teman-temannya.”

Apa kewajiban dari negara terhadap anak-anak penyandang autisme?

“Sebetulnya mereka tidak boleh didiskriminasi. Apa pun yang anak-anak lain mendapat hak anak-anak autistik juga sama dalam pendidikan, kesehatan. Akan tetapi di lapangan itu tidak terjadi, sering sekali terjadi diskriminasi.”

Ada semacam tuntutan konkret kepada pemerintah?

“Sulit untuk melakukan tuntutan.”

Ada semacam peraturan khusus atau kurikulum khusus begitu?

“Betul, semua guru harus dilatih. Kemudian kalau suatu sekolah menerima anak autis di satu kelas misalnya teman-temannya itu harus dikumpulin diberi pengertian, ini teman yang satu lain dari yang lain tapi berbeda itu bukan jelek tapi harus diterima dan dibantu. Akan tetapi itu tidak dilakukan sehingga anak ini jadi bulan-bulanan, anak-anak yang sudah bagus berkembang lalu ke sekolah baru lalu dijadikan bulan-bulanan oleh teman-temannya. Perilakunya bisa kacau lagi padahal sudah bertahun-tahun diterapi.”

Selama ini apakah masih ada semacam cap atau stempel yang dilekatkan dari masyarakat bahwa autisme ini sama dengan cacat misalnya?

“Banyak sekali. Misalkan saja masyarakat secara tidak sengaja mengatakan kalau orang terus main Blackberry sehingga lupa lingkungan, mereka bilang seperti anak autis saja begitu jadi bahan candaan dan itu menyakitkan para orang tua.”

Lalu kalau penjelasan kepada masyarakat yang masih menganggap bahwa ini ada semacam disabilitas, bagaimana menjelaskan kepada masyarakat?

“Yayasan Autisme Indonesia itu sudah berdiri 17 tahun yang lalu dan sejak itu terus menerus mengadakan seminar, penyuluhan kami keliling Indonesia. Bicara seperti ini di radio, televisi, menulis di koran, majalah, dan turun ke jalan. Setiap tahun kami mengadakan Walk for Autism, tahun ini bulan Mei.  Jadi sejak tahun 2008 ada Walk for Autism, memang makin lama makin banya yang ikut berjalan bahkan tahun lalu sekitar lebih dari 6 ribu orang yang ikut jalan dari Monas ke Bundaran HI, balik lagi ke Monas. Anak-anak autistik juga ikut jalan tahun lalu ada sekitar seribu anak autistik, sehingga kami dapat rekor MURI bahwa jalan sehat peduli autis dengan peserta anak-anak autis terbanyak tahun lalu. Kami berkolaborasi dengan SIKIB (Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu) jadi para istri menteri ikut turun ke jalan.”

Apa yang ingin Anda sampaikan kepada orang tua yang masih belum membuka diri terhadap kondisi anaknya autis atau juga untuk masyarakat supaya tidak melakukan diskriminasi dan menerima penyandang autis ini dengan sepenuh hati?

“Kalau untuk orang tua bahwa autisme itu bukan suatu penyakit. Jadi jangan bilang penderita autis karena bukan penyakit, mereka tidak menderita dan kami biasa menyebut penyandang autisme. Jadi jangan malu, begitu dalam perkembangan itu ada kelainan langsung dibawa ke dokter. Karena kalau sedini mungkin ditangani kemungkinan untuk mengejar ketinggalan perkembangan itu masih besar, jangan disembunyikan karena malu. Untuk masyarakat memang anak-anak ini berbeda dalam cara berpikir, berperilaku tapi perbedaan itu bukan sesuatu yang jelek jadi harus diterima bahwa anak-anak ini memang anak berbeda. Karena kalau mereka diberi kesempatan diterima oleh masyarakat mereka berkembang, potensinya itu bagus. Sekarang misalnya ada suatu band musik namanya I am Star, terdiri dari empat anak autis yang sudah dewasa. Kalau mereka tidak diberi kesempatan ya tidak berkembang potensinya.”       

Sumber: http://portalkbr.com/berita/perbincangan/3194149_4215.html