KEMISKINAN
RI Belum Punya Data Akurat
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia belum memiliki data akurat perihal kemiskinan dan tidak meratanya kesejahteraan. Bahkan, ada beberapa versi untuk data tersebut.
Badan Pusat Statistik menerbitkan data kemiskinan berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Data BPS menyebutkan, kemiskinan berkurang dari 11,66 persen pada tahun 2012 menjadi 11,3 persen pada tahun 2013.
”Padahal, menurut data Bank Dunia, ada 13,3 persen rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan,” kata Anne Booth, Guru Besar Ekonomi Asia dari School of Oriental and African Studies, di Jakarta, Jumat (13/6). Booth membawakan presentasi berjudul ”Poverty and Inequality in Indonesia—From Soeharto to Susilo Bambang Yudhoyono.
Selain itu, menurut Bank Dunia, 18,1 persen rakyat Indonesia juga memiliki pendapatan di bawah 1,25 dollar AS per hari. Dengan asumsi Rp 11.800 per dollar AS, pendapatan masyarakat dalam kelompok tersebut kurang dari Rp 14.750 per hari.
Data BPS per September 2013, ada 28,55 juta orang miskin di Indonesia. Sebanyak 10,63 juta orang berada di perkotaan dan 17,92 juta orang di perdesaan.
Booth menambahkan, masih ada kendala mengukur kesenjangan dan ketidakmerataan kesejahteraan di Indonesia. Kendala itu berupa belum ada rumus dan definisi kriteria yang tepat tentang standar kesejahteraan ekonomi.
Survei untuk menentukan angka kemiskinan dilakukan dengan mendatangi rumah penduduk satu per satu. Peneliti sering kali kesulitan mencari sampel yang tepat dan menjamin kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan.
Pertanyaan tersebut mencakup pola konsumsi untuk makanan dan nonmakanan. Termasuk di dalamnya, konsumsi benda dan kegiatan yang bersifat sekunder atau tersier.
”Contohnya, pertanyaan mengenai pendidikan hanya untuk memastikan individu itu bersekolah. Namun, tidak mencari tahu mengenai mutu pendidikan yang didapat,” ujar Booth.
Padahal, mutu pendidikan merupakan salah satu variabel penyebab kemiskinan. Pendidikan yang buruk membuat seseorang tidak memiliki kemampuan bekerja dalam bidang profesional. Akibatnya, individu tersebut melakukan pekerjaan kasar dengan upah di bawah besaran upah minimum.
Kesepakatan
Siwage Dharma Negara, peneliti ekonomi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, mengatakan, perlu ada kesepakatan antara pemerintah, akademisi, dan ekonom mengenai definisi kemiskinan. Kesepakatan itu juga mencakup kriteria penilaian.
Menurut Siwage, saat ini masih banyak kelompok yang tidak terdata secara benar. Hal itu, misalnya, orang-orang yang melakukan pekerjaan kasar dan hidup dalam kemiskinan di kota besar. Namun, kelompok ini rutin mengirim pendapatan ke kampung halaman sehingga keluarga di sana bisa hidup sejahtera.
”Orang-orang seperti ini statusnya tidak jelas. Apakah mereka kelompok masyarakat kelas menengah atau miskin? Akibatnya, akurasi data kemiskinan menjadi sulit dicapai,” kata Siwage.
Garis kemiskinan menurut BPS berdasarkan data yang dioleh dari Susenas pada September 2013 sebesar Rp 292.951 per kapita per bulan. (A15)
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000007206338
-
- Log in to post comments
- 226 reads