BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Belasan Distrik Tak Berlistrik

Belasan Distrik Tak Berlistrik

BOVEN DIGOEL, KOMPAS — Sebanyak 15 dari total 20 distrik di Kabupaten Boven Digoel, Papua, hingga saat ini belum memiliki layanan listrik. Hanya 10 persen dari 57.691 penduduk yang telah menikmati listrik di wilayah yang telah dimekarkan sejak 2004 itu. Namun, sebagian hanya mendapat listrik enam jam pada malam hari.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Bidang Fisik dan Sarana Prasarana Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Boven Digoel, hanya lima distrik yang telah ada layanan listrik, yakni Bomakia, Jair, Mandobo, Mindiptana, dan Kouh.

”Lima distrik itu terdiri atas 31 kampung. Masih tersisa 81 kampung yang belum memiliki listrik,” kata Kepala Subbidang Fisik dan Sarana Prasarana Bappeda Kabupaten Boven Digoel Marto Pasaun saat ditemui di Tanah Merah, ibu kota Boven Digoel, Jumat (5/12).

Marto menuturkan, hanya sekitar 2.000 warga di sejumlah wilayah di Distrik Mandobo yang merasakan layanan listrik selama 24 jam. Sementara ribuan warga di empat distrik lainnya baru mendapatkan layanan listrik dari pukul 18.00 hingga 00.00 WIT.

”Kami mempunyai tujuh mesin pembangkit listrik tenaga diesel yang hanya berkapasitas 2 megawatt. Beban puncak penggunaan listrik sudah mencapai 1,4 megawatt,” katanya.

Menurut Marto, warga di wilayahnya memiliki layanan listrik secara swadaya menggunakan genset berbahan bakar solar. ”Namun, jika pasokan solar di Boven Digoel habis, mereka sama sekali tidak menggunakan listrik,” ungkapnya.

Ia menambahkan, Dinas Pertambangan Boven Digoel berencana memasang jaringan listrik dengan sistem solar cell pada tahun depan memanfaatkan tenaga panas matahari.

”Menurut rencana, kami akan memasang fasilitas itu di empat distrik sebagai lokasi percontohan. Biaya pemasangan satu fasilitas hingga Rp 2 miliar,” tutur Marto.

Julia Banyup (34), warga Kampung Persatuan, mengungkapkan, dirinya hanya memakai pelita dengan bahan bakar minyak tanah selama delapan tahun ini. ”Saya siap membayar biaya pemasangan jaringan listrik. Namun, pemerintah belum berinisiatif menyediakan layanan listrik bagi kami,” tutur Julia.

Kepala Distrik Iniyandit, Yan Karowa, menuturkan, kehidupan warganya sangat memprihatinkan tanpa adanya layanan listrik. ”Rata-rata mereka masih menggunakan getah pohon damar yang telah dikeringkan sebagai alat penerang di malam hari. Itu berfungsi seperti lilin,” kata Yan.
Pemadaman bergilir

Dari Kalimantan Barat dilaporkan, di daerah itu kerap terjadi pemadaman listrik secara bergilir. Di Kota Pontianak, ibu kota provinsi, misalnya, dalam seminggu minimal dilakukan satu kali pemadaman bergilir. Sementara di daerah pedalaman, bahkan dalam seminggu bisa lebih dari tiga kali pemadaman. Hal itu mengganggu kelancaran pelaku usaha swasta serta aktivitas masyarakat dan perkantoran.

Nistain Odop (30), warga Kota Pontianak, Jumat, mengatakan, di Jalan Sungai Raya, Kota Pontianak, tempatnya tinggal, kerap terjadi pemadaman listrik secara bergilir. ”Pemadaman bergilir menyulitkan. Apalagi saya memiliki studio arsitek dan bekerja dengan komputer sehingga sangat bergantung pada ketersediaan energi listrik,” ujar Nistain.

Pemadaman listrik bisa sampai tiga jam. Pekerjaan yang seharusnya bisa diselesaikan lebih cepat menjadi terlambat. Jika menggunakan genset, biaya yang dikeluarkan untuk bahan bakar sangat besar.

Silas (32), warga lain, mengatakan, seringnya pemadaman listrik merusak alat-alat elektronik di rumah. Apalagi tidak ada pengumuman terkait jadwal pemadaman bergilir. ”Pemadaman bergilir sudah sejak lama menjadi keluhan masyarakat Kalbar. Namun, hingga kini tidak ada perbaikan,” katanya.

Menanggapi kondisi itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Pontianak Andreas Acui Simanjaya menuturkan, sektor usaha menengah ke bawah yang sangat terpukul dengan pemadaman bergilir misalnya usaha fotokopi, pembuatan es krim, dan industri kecil makanan ringan. ”Mereka tidak memiliki biaya jika harus menggunakan genset saat listrik padam. Produksi mereka tidak efisien,” paparnya.

Andreas menuturkan, seringnya pemadaman listrik menunjukkan buruknya kinerja PT PLN yang juga lamban menyelesaikan masalah. Ia mengingatkan, pada 2015, Indonesia akan memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN. Ketersediaan energi listrik sangat penting dalam memacu daya saing perekonomian.

Deputi Manajer Hukum dan Humas PT PLN Wilayah Kalbar M Doing menuturkan, pemadaman masih terjadi karena kapasitas mesin PLN masih kekurangan 20 megawatt. Selain itu, kondisi mesin juga tak memadai sehingga sering diperbaiki. Saat diperbaiki, ada pemadaman.

PLN berencana akan membeli mesin, salah satunya dari Malaysia. Selain itu, akan membangun pembangkit listrik tenaga uap di Jungkat, Kabupaten Mempawah. ”Pada pertengahan 2015 diperkirakan pengerjaan sudah selesai,” ujarnya. (flo/esa)


Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010505275

Related-Area: