Pendapatan PLN Capai Rp2,7 Triliun
no teaser
- Read more about Pendapatan PLN Capai Rp2,7 Triliun
- Log in to post comments
- 123 reads
no teaser
no teaser
no teaser
Lembanga Study Kajian dan Sosial 2011/Hal 1-14
Kab. Gowa Sulawesi Selatan
Resume Berita: Pendidikan Gratis Dalam Konteks Indonesia
Kaharuddin
Fenomena pendidikan gratis dalam implementasinya masih terjadi di berbagai Kabupaten, jenis masalah dalam pendidikan gratis masih berwarna-warni, sebagaimana kutipan kami di media. Hanya saja yang menarik dalam kutipan ini, adanya kabupaten yang dinilai sebagai kabubaten penggagas pendidikan gratis dan kabupaten percontohon pendidikan gratis, yaitu kabupaten Jembrana dan Kabupaten Gowa, serta Kabupaten Sinjai. Namun fenomena didalam pelaksanaannya masih terus terjadi. Apakah karena konsep pendidikan yang merupakan sinerjitas dari konsep provinsi yang tidak searah sehingga fenomena ini masih menjalar atau konsep kabupaten yang tidak mampu melakukan sebuah perencanaan kebijakan. Masalah tersebut dapat dilihat pada beberapa penjelasan berikut.
Sentuhan pendidikan gratis Sulawesi Selatan terlihat masih terfokus pada siswa yang ada di sekolah, padahal pemerataan pendidikan dinilai sudah diinplementasikan seiring dengan penerapan pendidikan gratis 2008. Landasan lahirnya konsep pendidikan gratis disebabkan kaerna tingginya angka putus sekolah yang disebabkan ketidakmampuan masyarakat dalam konteks pembiayaan. Namun pada realitasnya, subtansi dari pelaksanaan belum menyentuh pada wilayah anak-anak yang putus sekolah. Disini terlihat bahwa kebijakan pendidikan dan konsep pemerataan terlihat masih simpang siur dan ambiguitas, antara perencanaan dengan tujuan yang akan dicapai. dilihat dari pandangan DPRD Provinsi Komisi E, sebagaimana berikut.
Pendidikan gratis di Sulawesi Selatan masih dinilai kurang maksimal, pasalnya program pendidikan gratis tersebut belum menyentuh anak putus sekolah. sentuhan program tersebut hanya sebatas pada anak yang kurang mampu, menurut DPRD Provinsi Komisi E Andi Mustaman. (TribunTimur, 2010)
Selain dari pandangan Komisi E DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, tentang penuntasan anak putus sekolah yang tidak maksimal. Berarti kebijakan program pendidikan gratis di Sulawesi Selatan tidak berdasarkan pada fenomena realitas di masyarakat. Lebih jelas nya dapat dipahami bahwa, konsep pemerataan pendidikan secara subtansial masih jauh dari tujuan “pendidikan untuk semua†pada penjelasan UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN tahun 2005-2025 serta UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU Nomor 25 Tahun 2004 yang merupakan sistem perencanaan Nasional.
Ketidakmampuan pemerintah melihat kenyataan di lapangan dalam pengambilan kebijakan dapat dilihat dari hasil rilis LSM Kibar, tentang tingkat persentasi anak yang putus sekolah di Sulawesi Selatan selama pendidikan gratis diinplementasikan, masih ribuan orang yang tidak terakomudir, berarti profesionalisme perencanaan belum baik.
sejumlah anak putus sekolah yang belum tersentuh pendidikan gratis masih terjadi, seperti di Sulawesi Selatan, 10.000 (sepuluh ribu) anak yang belum tersentuh pendidikan gratis, 1/2 dari jumlah tersebut rata-rata berdomisili di Makassar dengan umur 9-12 tahun dan aktifitas yang di lakoninya berbeda-beda, diantaran ada yang jadi penjual asongan, gelandangan dan pengemis. sesuai hasil rilis LSM Kibar. (Makassar News, 2011)
Tingginya anak putus sekolah di Sulawesi Selatan merupakan hal fenomenal terhadap kebijakan pendidikan. selain dari itu, sorotan juga muncul dari beberapa kebijakan yang dianggap kurang realistis dalam implementasi pendidikan gratis, Hal ini terungkap pada hasil survei LSM Kopel di bawah ini. Hasil survei menunjukkan ketimpangan sinerjitas penganggaran pendidikan gratis antara kabupaten dan provinsi masih terjadi. Senada dengan itu, budaya transparansi dan pengawasan di tubuh pemerintahan masih rendah dan lemah. Sehingga solusi dari ketimpangan pengimplementasian pendidikan mengalami jalan buntuh. Perencanaan dan pengambilan kebijakan yang tidak sistimatis serta tidak didorong dengan political well, sehingga menjadi kontroversi dalam pelaksanaannya.
survei pendidikan gratis yang dilakukan oleh LSM KOPEL, yang terkait dengan penganggaran, seperti DAK dan BOS di Sulawesi Selatan. hasil survei yang di ungkap Madjid Bati terdapat beberapa fenomena, seperti: a) tidak adanya transparansi penyaluran bantuan operasional sekolah, b) pembagian biaya pendidikan yang 60% untuk kabupaten dan 40% untuk provinsi banyak yang tidak menyanggupi, c) pungutan masih terjadi diberbagai sekolah. selain dari itu, fenomena kondisi bangunan sekolah khususnya di kota Makassar masih memprihatinkan. (KopelOnline, 2011)
Fenomena pendidikan gratis yang terjadi di Sulawesi Selatan sebagaimana sebelumnya, ternyata juga terjadi dibeberapa Kabupaten. Gejolak tersebut dapat di lihat, seperti halnya di Kabupaten Gowa. Kabupaten tersebut yang dinilai berhasil dalam penerapan pendidikan gratis sekaligus sebagai daerah percontohan pendidikan gratis. ternyata masih banyak masalah dalam konteks infrastruktur.
Temuan DPRD Kabupaten Gowa terlihat ketidakseriusan pemerintah dalam melayani hak-hak rakyat dalam bidang pendidikan. Padahal pemenuhan fasilitas pendidikan merupakan kewajiban pemerintah untuk warganya agar tercipta kenyamanan dalam proses belajar mengajar. Senada dengan itu, kelengkapan fasilitas belajar juga merupakan nilai positif bagi peningkatan prestasi siswa. Analisis kebijakan dan pengawasan di kabupaten tersebut bisa dinilai masih kurang evaluasi, karena rendahnya tingkat evaluasi kebijakan dalam mengantisipasi perpindahan penduduk sehingga setiap ajaran baru pendaftar untuk masuk pada setiap jenjang sekolah tidak dapat diantisipasi yang akhirnya melambung tinggi.
Temuan DPRD pada kunjungan ke beberapa kecamatan. Sekolah ditemukan belum memiliki fasilitas yang lengkap seperti bangku, di antaranya SMP Negeri 2 Barombong, SMP Negeri 1 Bungaya, SMK Negeri 2 Pallangga, SD Negeri Tarantang, SMP 1 Bontonompo dan SMP 1 Bajeng. Diantara sekolah tersebut, selain tidak memiliki bangku belajar, siswa terpaksa belajar di lantai. padahal sekolah tersebut sudah cukup lama dan anggaran pendidikan dinilai cukup besar "40%". selain dari fenomena infrastruktur yang terjadi di Kabupaten Gowa, membludaknya pendaftar pada setiap ajaran baru, mulai dari tingkat SD/SMP/SMA juga menjadi masalah yang komersial, menurut Kabid Diknas (Sappe) hal ini dikarenakan, siswa yang mendaftar di kabupaten gowa selama pendidikan gratis diterapkan, sebahagian berasal dari Kabupaten Takalar dan Makassar, sehingga pendaftar melambung tinggi. (SwaraPendidikan, 2011)
Masalah pendidikan yang terjadi di kabupaten gowa sebagaimana diatas, juga terjadi di Kabupaten Sinjai sebagaimana berikut. Fenomena pendidikan gratis tersebut bisa dinilai tidak jauh beda dengan permasalah di Kabupaten Gowa, yaitu ketidakmampuan pemerintah dalam melakukan sebuah perencanaan sebelum kebijakan pendidikan gratis diterapkan, akibatnya sebahagian siswa akan terbengkalai dan angka putus sekolah bisa bertambah. Padahal tujuan dari pendidikan gratis adalah pemerataan pendidikan dan pengurangan angka putus sekolah. Akan tetapi, jika realitasnya seperti ini, maka yang terjadi malah sebaliknya.
kebijakan pendidikan di Kabupaten Sinjai. Pada tahun ajaran 2010-2011 siswa pada jenjang (SD) tidak bisa lagi melanjutkan harapannya ke jenjang (SMP), dan begitu juga (SMP) harapannya untuk masuk pada jenjang (SMA) tidak bisa lagi, karena ruangan/bangunan sekolah tidak bisa lagi menampungnya. (Bataviase, 2011)
Sehubungan dengan hal di atas, pemerintah kabupaten Sinjai, secara multidisipliner dapat digeneralisasikan bahwa dalam pengambilan kebijakan pendidikan gratis belum signifikan, artinya kemampuan pemerintah secara politis, sosial masyarakat, dan ekonomi belum dikaji secara menyeluruh. Sehingga fenomena pendidikan gratis yang diterapkan pada tahun 2003 masih mengundang kontroversi sebagaimana berikut.
Pendidikan gratis yang sudah berjalan dari tahun 2003 masih melahirkan kontroversi dalam pelaksanaannya, Wakil Ketua DPRD Sinjai "Muchtar A Mappatoba" menilai, pendidikan gratis di kabupaten tersebut belum siap diterapkan, pasalnya dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa masalah, seperti masih terjadinya pungli di sekolah berupa pembayaran bangku. Selain itu, sistem dan perencanaan pendidikan dinilai tidak sistimatis dan terencana terhadap pengembangan sekolah. Termasuk ketersediaan infrastruktur sekolah dalam menampung siswa pada setiap jenjang pendidikan. (Fajar Online, 2010)
Implementasi dari konsep pendidikan gratis Sulawesi Selatan dari beberapa fenomena yang terjadi dibeberapa kabupaten, secara kualitatif dapat dideskrifsikan bahwa konsep tersebut dalam pelaksanaannya masih kurang. Baik dari segi kebijakan, evaluasi, dan perencanaan. Berarti dapat didefenisikan bahwa fungsi manejemen dalam perumusan tersebut bisa dinilai masih lemah baik di Kabupaten/Kota maupun di Provinsi Sulawesi Selatan.
Sehubungan dengan dinamika implementasi kebijakan pendidikan gratis di Sulawesi Selatan dan beberapa Kabupaten/Kota. Fenomena yang sama juga terjadi di beberapa Kabupaten di Indonesia. Seperti berikut yang terjadi di Tangerang.
Kepala Sekolah SMP 15, dan SMP 12, Rahmat Komaluddin dan Syaipul Muhidin menilai, Anggaran pendidikan "Dana Bantuan Operasional Sekolah" (BOS) untuk 2011 dinilai bermasalah bagi beberapa sekolah, seperti yang terjadi di Tangerang. Fenomena tersebut berupa pertentangan antara kebijakan sekolah dengan aturan BOS, pertentangan tersebut berupa porsi pembiayaan guru honorer, seperti dalam aturan BOS, porsi untuk guru honorer hanya dijatah 20%, sedangkan kebijakan sekolah selama itu memberikan porsi 30% sehingga hal tersebut menjadi beban sekolah. selain dari itu, konsep pendidikan gratis juga dinilai masih tidak dipahami oleh beberapa sekolah. Bahkan hasil pendataan yang dilakukan pihak dinas kabupaten, beberapa sekolah yang dinyatakan berhak menerima BOS, justru menolaknya. (Republika, 2011)
Fenomena Kabupaten Tangerang sebagaimana di atas, dalam hal kebijakan pendanaan pendidikan gratis. Secara internal sekolah dan kabupaten, terlihat tidak ada sinkronisal. Berarti dalam pengelolaan pendidikan gratis baik di sekolah maupun Kabupaten belum terbangung sebuah ruang komunikasi antar keduanya. sehingga pengambilan kebijakan masih tidak terencana dan masih bersifat dominasi selera kekuasan “aroganâ€. Padahal dasar dari sebuah kebijakan adalah mengatur, mengarahkan, dan mengembangakan agar tercipta sebuah komunikasi dalam sebuah komunitas dalam mencapi tujuan yang diharapkan. Artinya pemerintah memberikan ruang komunikasi pada setiap pelaksana pendidikan baik sekolah, komite sekolah, toko masyarakat sehingga sinerjitas dalam mengimplementasikan pendidikan berjalan sesuai rencana dan harapan.
Selain dari fenomena pendidikan gratis di tangerang, hal serupa juga terjadi di Kabupaten Jembrana. Fenomena menarik di Jembrana, karena kabupaten tersebut dinilai sebagai kabupaten yang sukses dalam implementasi pendidikan gratis dan juga dinilai sebagai kabupaten penggagas pendidikan gratis pertama di Indonesia. namun secara realitas fenomena tersebut juga tidak terhindar dari implementasinya, sebagaimana di bawah ini.
minimnya pencairan dana DAK di kabupaten Jembrana telah melahirkan kontroversi antara pihak Legislatif dan Eksekutif, Laporan yang di terima Legislatif tentang belum dicairkannya dana DAK ke sekolah ditambah dengan pemanggilan kepala dinas pendidikan kabupaten Jembrana yang hanya diwakili oleh stafnya, menambah kekecewaan Legislatif. Padahal pemanggilan tersebut hanya sebatas untuk dimintai laporan tentang pengelolaan dana DAK yang berjumlah 36 miliar. Akhirnya pihak Legislatif mengasumsikan dana DAK tidak ada yang dicairkan sedikitpun, sehingga berdampak pada DPRD kaerna harus dapat pinalti. Ternyata keterlambatan tersebut karena pengaruh dari pusat dan pola pencairan yang berbeda, karena harus sistem tender dan langsung di sekolah. (Balipost, 2011)
Pendidikan gratis di Kabupaten Jembrana sebagaimana di atas, hal itu terlihat pada pencairan dana DAK untuk sekolah yang tak kunjung turun. Selain dari perdebatan dana DAK, kontroversi Legislatif dan Eksekuti juga menjadi warna di Jembrana, di sini terlihat bahwa sinerjitas dalam pengelolaan program masih belum terbagung dengan maksimal. Padahal kedua lembaga tersebut seharusnya membangun sinerjitas agar program dapat terimplementasikan dengan baik, sebagaimana tujuan konstitusi, fungsi Legislatif secara umum sebagai fungsi pengawasan dan Eksekutif sebagai pelaksana. Dua lingkaran tersebut antara Eksekutif dan Legislatif, kerjasama adalah harga mati bagi keduanya. Untuk tetap menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing, bukan malah saling mengkerdilkan. Perdebatan dan kontroversi menandakan ketidakprofesionalismenya suatu kepemimpinan dalam melakukan problem solving. Dampak dari semua itu akan menjadi beban sekolah sebagai pelaksana kebijakan. Hal serupa dapat juga dilihat sebagaimana berikut.
Keterlambatan pencairan bantuan operasional pendidikan untuk sekolah SMK dan SMA di Jembrana telah menjadi beban para guru dan siswa, diantaranya sekolah SMK dan sekolah SMA. Beban tersebut dapat dirasakan karena dana BOP merupakan dana beasiswa dan dana untuk gaji guru honor serta dana operasional sekolah. padahal dana tersebut merupakan fundamentel bagi sekolah, yang tidak seharusnya terlambat cair. keterlambatan pencairan dinilai karena adanya perubahan pola, dimana yang awalnya, pencairan dilakukan tiap semester dan sekarang pertriwulan. (Bali AntarNews, 2011a)
Fenomena yang terlihat di atas, antara pencairan dana DAK, BOP, serta Kontroversi antara pemerintah eksekutif dan Legislatif. Merupakan suatu tanda tanya, apa fenomena tersebut terjadi karena ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola perencanaan sebelum suatu kebijakan diputuskan. Padahal implementasi kebijakan pendidikan gratis bermula pada tahun 2001, yang dinilai sudah cukup lama dan matang dalam pelaksanaannya. Sehubungan dengan itu, kebijakan secara evaluasi dapat di tafsirkan dan digeneralisasikan dalam penerapan pendidikan gratis belum maksimal. Hal tersebut terlihat dari beberapa masalah yang ada. Artinya evaluasi implementasi dan evaluasi kebijakan tidak berjalan. Sehubungan dengan itu, Selain dari masalah di atas, fenomena tersebut dapat di lihat di bawah ini.
Sidang Paripurna DPRD Kabupaten Jembrana telah merekomendasikan agar target (PAD) dinaikan, selain dari itu, salah satu dari Fraksi menyoroti pendidikan, pemkab Jembrana diharapkan memberikan perhatian pada bidan pendidikan, khususnya pada sekolah swasta. fraksi menilai, pemkab terlihat mematikan sekolah swasta, hal itu terlihat pada saat penerimaan siswa baru di setiap sekolah negeri. pencapain APM tahun 2010 yang sebesar 75,6% dalam bidang pendidikan, beberapa fraksi menilai masih rendah khususnya pada tingkat SMA, SMK, MA, dan paket C. (BaliAntarNews, 2011b)
Ketidakseimbangan pengelola pendidikan sebagaimana pandangan DPRD Kabupaten Jembrana sebagaimana yang dimaksud di atas, bisa berdampak buruk bagi salah satu sekolah. Karena sekolah tersebut bisa saja mandul atau tidak beraktifitas, akibat dari kekurangan siswa. Peranan pemerintah melalui kebijakan yang netral tampak membeda-bedakan status dan latar belakang sekolah adalah solusi bagi terciptanya good goverment. Namun substansi dari kebijakan, terhadap fenomena pendidikan terlihat suatu kelemahan dari sisi gaya atau model evaluasi yang bersifat input, proses dan output, dalam konteks administrasi.
Konsep kebijakan dan evaluasi program yang tidak sistimatis dan terarah pada sebuah tujuan, akan berdampak pada kekacauan pelaksanaan. Sehingga kerugian tidak hanya terjadi pada kegiatan sekolah, namun berdampak pada prestasi siswa, maka keburukan pendidikan akan terus terjadi pada setia saat. Ruang lingkup kebijakan baik dari segi, perumusan, implementasi, kinerja dan lingkungan, semestinya menjadi landasan dalam melahirkan konsep-konsep baru. Untuk mengukur semua itu, maka metode evaluasi merupakan hal fundamental, dengan melihat input, dan output kebijakan. Dengan begitu pelaksana kebijakan tidak akan lari dari tujuan atau konsep-konsep yang telah dirumuskan, maka evaluasi dalam pelaksanaanya tetap harus berjalan seiring dengan konsep tersebut. Artinya harus tercipta suatu sinerjitas antara implementasi dengan evaluasi, sehingga problem solving terhadap apa yang terjadi dilapangan bisa cepat mendapatkan solusi melalui kebijakan, bukan top down. Seperti di kabupaten Jembrana dan kabupaten lainnya diberbagai provinsi, fenomena pendidikan masih terus terjadi.
Fenomena tersebut dapat juga dilihat pada Kabupaten Banyuwagi, sebagaimana di bawah ini. Penolakan pendidikan gratis yang terjadi karena dinilai hanya sekedar label yang tidak sesuai dengan realitas. Kejadian tersebut dapat diinterpretasikan, bahwa monitoring kebijakan dalam proses pelaksanaan pendidikan gratis g berjalan atau tidak sama sekali, sehingga pungli masih terus terjadi. hal ini bisa saja terjadi di kabupaten lain dan bukan di Banyuwangi saja, sehingga masalah proses implementasi masih manjadi fenomenal.
Terjadinya berbagai penyimpangan pendidikan disebabkan karena, ketegasan, manejemen, peraturan, serta monitoring yang baik belum menjadi landasan yuridis. Artinya dalam aplikasinya masih bersifat setengah hati. Seakan-akan hanya sebagai pelepas tanggung jawab.
sorotan pendidikan gratis yang berbentuk penolakan pun terjadi di Banyuwangi, penolakan tersebut terjadi karena dinilai pembohongan publik. penolakan yang dilakukan oleh beberapa demonstrasi mahasiswa karena pemerintah menyatakan pendidikan gratis telah diterapkan di kabupaten tersebut namun pungutan masih terjadi di setiap sekolah. (BaliPos, 2010)
Terjadinya pungli di Kabupaten Banyuwangi, ternyata juga terjadi di Kabupaten Ternate. Terjadinya fenomena yang serupa, bisa saja karena pola pemikiran “untung rugi†pada beberapa individu di sekolah masih diadopsi, atau perhatian kesejahteraan guru yang tidak maksimal, sehingga konsep dagang masih tercipta pada lingkungan tersebut. Sehingga substansi dari fenomena tersebut adalah perumusan kebijakan sebagai kunci untuk keluar dari masalah yang tidak bersifat seimbang “equilibriumâ€.
Pungli yang terjadi di Ternate dan beberapa Kabupaten dalam kaitannya dengan pendidikan di sekolah, karena hal tersebut telah menjadi budaya para pendidik. Dengan demikian, untuk menghentikan badai yang berbentuk pungli di sekolah, agar siswa tidak menjadi bulan-bulanan guru, adalah perangkat hukum dari kebijakan yang mesti jelas dan diimplementasikan secara nyata. Akan tetapi, secara realitas, konsep pendidikan gratis di Kabupaten Ternate sangat tidak realistis, karena perda sebagai badan hukum dinilai belum ada. Berarti sebahagian pemerintah dalam pengembangan cara pendidikan masih kurang profesional, baik dari segi manejemen, perumusan perencanaan, kebijakan dan tujuan serta arah dari pendidikan nasional juga masih belum diadopsi dengan baik.
Pendidikan gratis yang dinilai slogan pemerintah, karena sudah dua tahun penerapan pendidikan gratis dijalankan, namun pungutan di sekolah tetap terjadi. Pungutan tersebut bukan hanya terjadi pada satu jenjang sekolah, namun itu terjadi pada semua sekolah yang mulai dari SD/SMP/SMA dan lainnya. Terjadinya pungli pada sekolah di Ternate, menurut Sulaiman disebabkan karena tidak adanya aturan paten yang mengikat sekolah (PERDA). (Antaranews, 2010)
Senada dengan hal sebelumnya, sebagaimana di atas, konsep pendidikan gratis dengan berbagai fenomena yang terjadi di Indonesia secara umum, dan kabupaten secara khusus memang masih dinilai lemah, sebagaimana pernyataan Bambang Sudibyo sebagai Menteri Pendidikan Nasional pada saat itu. Permasalahan pendidikan menurutnya karena adanya ketidajelasan konsep dan rumusan pendidikan pada tingkat Kabupaten dan Provinsi. Sehingga dalam penerapannya masih tumpangtindih antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten. Dampak dari perencanaan yang kurang matang sehingga melahirkan pro dan kontrak antara persepsi masyarakat dan pelaksanaan pendidikan gratis.
Munculnya persepsi masyarakat yang bersifat negatif terhadap pendidikan gratis, bisa dinilai karena sosialisasi dari konsep tersebut yang tidak jalan, ataukah penglibatan masyarakat “aspirasi†dalam perumusan kebijakan tidak terakomudir. Sehingga pemahaman dan partisipasi masyarakat terhadap pendidikan gratis ambigu.
Menurut Bambang Sudibyo selaku Menteri Pendidikan Nasional pada saat itu menilai, dalam pendidikan gratis harus lebih memperjelas dan mempertajam bentuk dari layanan pendidikan tersebut. seperti dari segi pendanaan, apa yang disubsidi oleh pusat, apa yang disubsidi oleh provinsi dan kabupaten/kota, serta apa yang mesti dipenuhi orang tua siswa agar tidak terjadi salah tafsir pada masyarakat. (Kompas, 2009)
Terjadinya pemahaman multi tafsir terhadap pendidikan gratis sebagaimana diatas, dinilai karena tidak jelasnya formulasi pendefenisian pembiayaan di Kabupaten, selain dari itu, dapat juga dilihat sebagaimana di bawah ini. Konsep pendidikan gratis masih terlihat kurang jelas dalam penjabarannya. Berarti sistem perencanaan yang tertuan dalam perda di kabupaten masih belum sistimatis, dan belum berlandaskan pada dasar wilayah atau kondisi daerah masing-masing. Konsep pendidikan gratis pun masih dinilai ambigu, belum sinerji dengan konsep pendidikan pusat. Artinya perencanaan pendidikan gratis belum bersifat menyeluruh, masih berdasarkan kemauan pemerintah kabupaten.
Fenomena rumusan pendidikan juga tidak hanya terjadi di kabupaten, akan tetapi juga terjadi di pusat, hal tersebut terlihat, bahwa peraturan pusat tentang penjabaran pendidikan gratis masih kurang up to date dengan konsep yang ada di kabupaten, sehingga, pencairan anggaran kadang terlambat sebagaimana yang terjadi di kabupaten Jembrana, sebagaimana pembahasan sebelumnya.
Selain dari mutu dan model pendidikan gratis, kini yang menjadi problem adalah perda pendidikan gratis. seperti yang diungkap Bambang Sudibyo selaku Menteri Pendidikan Nasional pada saat itu di Bandung, bahwa perda pendidikan gratis harus dirilis sesuai kondisi pendidikan daerah, serta mendefinisikan istilah "gratis", karena aturan pusat masih dinilai kurang up to date. (TempoInteraktif, 2009)
Sehubungan dengan itu, beberapa permasalahan pendidikan sebagaimana di atas, serta beberapa pandangan Bambang Sudibyo selaku Menteri Pendidikan Nasional pada saat itu, dapat didefenisikan karena, lemahnya dari segi evaluasi perumusan, pengawasan, dan kebijakan. Sehingga menjadi fenomena dalam lingkungan pendidikan. munculnya fenomena pendidikan di berbagai Kabupaten, khusunya di Jembrana, berarti terjadi sebuah ketimpangan kebijakan, perencanaan dan pelaksanaan dalam pengelolaan pendidikan secara menyeluruh. Sehingga memerlukan kajian untuk menemukan sebuah formulasi konsep yang lebih jelas dan transparan.
Daftar Rujukan
Antaranews. (2010). 24/2. Program Pendidikan Gratis di Malut Masih Slogan, from http://arsipberita.com/show/program-pendidikan-gratis-di-malut-masih-slogan-67629.html
BaliAntarNews. (2011a). 7/9. Bantuan Operasional Pendidikan Di Jembrana Cair Retrieved 5/8, 2011, from http://bali.antaranews.com/berita/13924/bantuan-operasional-pendidikan-di-jembrana-cair
BaliAntarNews. (2011b). 8/8. DPRD Jembrana Minta Target PAD Dinaikkan Retrieved 10/9, 2011, from http://bali.antaranews.com/berita/13091/dprd-jembrana-minta-target-pad-dinaikkan
BaliPos. (2008). 2/4. Kelulusan 0 % di Swasta dan 10 % di Negeri Pendidikan Jembrana Disorot Retrieved 5/9, 2011, from http://www.balipost.com/balipostcetak/2008/4/2/b18.htm
BaliPos. (2010). 1/6. Demo Tolak Pendidikan Gratis Ricuh Retrieved 6/9, 2011, from http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=1&id=36272
Balipost. (2011). 11/12. Minim, Realisasi DAK Pendidikan di Jembrana Retrieved 6/8, 2011, from http://www.tkp2e-dak.org/newsview.asp?kk=236&dkd=berita
Bataviase. (2011). 3/3. Masalah Baru dari Pendidikan Gratis Retrieved 5/4, 2011, from http://bataviase.co.id/node/588428
FajarOnline. (2010). 10/7. Sinjai Dinilai Tidak Siap Terapkan Pendidikan Gratis Retrieved 8/9, 2011, from http://bola.fajar.co.id/read/98140/123/iklan/index.php
Kompas. (2009). 2/7. Dibutuhkan Perda Pendidikan Gratis Retrieved 5/9, 2011, from http://edukasi.kompas.com/read/2009/02/07/14455267/Dibutuhkan.Perda.Pendidikan.Gratis.
KopelOnline. (2011). 25 juni Hasil Survei KOPEL Terkait DAK Pendidikan, BOS, dan Pendidikan Gratis di Sulsel Retrieved 5/9, 2011, from http://www.kopel-online.com/?option=com_content&view=article&id=1268%3Ainilah-hasil-survei-kopel-terkait-dak-pendidikan-bos-dan-pendidikan-gratis-di-sulsel&catid=42%3Arokstories&Itemid=1&fontstyle=f-larger
MakassarNews. (2011). 4/5. Pendidkan gratis belum sentuh 10 ribu anak putus sekolah di Makassar Retrieved 8/9, 2011, from http://makassarnews.lokal.detik.com/2011/05/04/pendidkan-gratis-belum-sentuh-10-ribu-anak-putus-sekolah-di-makassar/
Republika. (2011). 2/10. Dana BOS 2011 Bikin Guru & Pegawai Honorer Terjepit Retrieved 5/10, 2011, from http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita/11/02/10/163411-dana-bos-2011-bikin-guru-pegawai-honorer-terjepit
SwaraPendidikan. (2011). 14/6. Pendidikan Gratis di Gowa Timpang Retrieved 6/9, 2011, from http://www.swarapendidikan.com/berita-pendidikan/pendidikan-gratis-di-gowa-timpang.html
TempoInteraktif. (2009). 10/2. Daerah Diminta Bikin Perda Pendidikan Gratis Retrieved 5/9, 2011, from http://www.tempo.co/hg/pendidikan/2009/02/10/brk,20090210-159433,id.html
TribunTimur. (2010). 15/6. Pendidikan Gratis di Sulsel Belum Sentuh Anak Putus Sekolah Retrieved 7/10, 2011, from http://202.146.4.121/read/artikel/111304/sitemap.html
Institutional Facilitator
no teaser
no teaser
no teaser
no teaser
no teaser