BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Empat Kabupaten di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara Merancang Peta Strategi Penghidupan Petani Berwawasan Lingkungan

Penulis: Shinta Purnama Sarie dan Enggar Paramita

Komponen lingkungan sebagai salah satu dari tiga komponen dalam proyek AgFor Sulawesi melangsungkan pemaparan hasil analisis pengkajian kerentanan melalui Lokakarya Strategi Penghidupan Berwawasan Lingkungan pada bulan Desember 2013. Hasil analisis kerentanan  berupa profil kelompok desa (cluster profile) serta informasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman (KKPA) disajikan di empat kabupaten di wilayah kerja AgFor Sulawesi, yaitu Bantaeng, Bulukumba, Konawe, dan Kolaka Timur.

Ni’matul Khasanah, peneliti sekaligus fasilitator lokakarya menyatakan bahwa secara umum lokakarya bertujuan untuk meningkatkan mata pencaharian yang berkelanjutan dan bersumber pada agroforestri dan kehutanan. Sedangkan secara khusus, lokakarya bermaksud menyatukan masyarakat dan berbagai pihak di tingkat kabupaten untuk bersama-sama menyusun strategi pengelolaan lahan dan penghidupan yang berwawasan lingkungan berdasarkan hasil temuan kajian kerentanan dan analisa KKPA.

Kajian kerentanan dilakukan dengan menggunakan metode Capacity Strengthening Approach to Vulnerability (Casava) yang dikembangkan oleh peneliti World Agroforestry Centre (ICRAF). Berbeda dengan metode kajian kerentanan yang umumnya hanya mempelajari resiko akibat perubahan iklim, Casava secara menyeluruh mengkombinasikan resiko perubahan biofisik (termasuk di dalamnya perubahan iklim), sosial-ekonomi, dan faktor kebijakan yang dapat menurunkan produktifitas dan laba, serta praktik agroforestri dan eksploitasi kehutanan.

Pengumpulan data Casava dilakukan sejak Juli 2012 hingga Mei 2013 melalui pengamatan langsung di lapangan, studi pustaka, focus group discussion (FGD), dan wawancara dengan informan kunci. Desa-desa di empat kabupaten dikelompokkan berdasarkan letak geografis, topografi, dan kondisi biofisik, lalu dianalisis berdasarkan lima topik kajian yakni perubahan penggunaan dan tutupan lahan, keragaman hayati, sumber daya air dan pemanfaatannya, sistem usaha tani, dan pasar. Perolehan data dianalisis dan dituangkan dalam profil kelompok desa (cluster profile).

Selanjutnya selama bulan Agustus-September 2013, profil kelompok desa didiskusikan kembali lewat FGD di tingkat kecamatan. Dihadiri oleh masyarakat dari empat kabupaten, perangkat pemerintahan, penyuluh, Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), tokoh masyarakat, tokoh adat, DPRD kabupaten, Badan Usaha Masyarakat (Bumas) kali ini diskusi mengajak peserta untuk melihat aspek KKPA melalui analisis potensi dan permasalahan desa, mengidentifikasi peluang di masa depan guna mencapai strategi penghidupan berwawasan lingkungan, serta mengetahui ancaman bagi strategi tersebut.

Hasil kajian kerentanan dan analisa KKPA ditingkat kelompok desa inilah yang kemudian dipaparkan di tingkat kabupaten melalui Lokakarya Strategi Penghidupan Berwawasan Lingkungan. Dalam lokakarya, verifikasi analisis KKPA dilaksanakan bersama peserta, yang disusul dengan penetapan visi dan misi yang digali dari masing-masing kelompok desa dengan menggunakan metode outcome mapping.  

Ni’matul Khasanah memaparkan bahwa metode outcome mapping digunakan untuk agar penyusunan menjadi lebih terarah. Ia menambahkan bahwa pendekatan outcome mapping mengutamakan perubahan perilaku para pihak yang terlibat dalam program.

Dari pemaparan data di lokakarya, diketahui bahwa setiap cluster memiliki KKPA yang bervariasi. Di kelompok desa Kajang misalnya, kekuatan utamanya adalah lahan yang subur dan adat istiadat yang masih kuat, sedangkan kelemahannya adalah sumber air yang menyusut dan pengetahuan pertanian yang masih kurang. Setelah kelompok desa mengidentifikasi KKPA yang dimiliki, kemudian mereka diajak untuk menentukan visi yang ingin dicapai, dan misi yang akan dilakukan untuk mencapai visi. Dalam diskusi tersebut, kelompok desa Kajang sepakat untuk mengangkat ‘Terwujudnya masyarakat Kajang yang sejahtera yang berperilaku hidup sehat dan ramah lingkungan berlandaskan kearifan lokal’ sebagai visi mereka. Diskusi juga mengidentifikasi mitra-mitra potensial untuk mendukung terwujudnya visi dan misi.

“Lokakarya ini bagus diadakan karena menampung masukan-masukan, merumuskan masalah-masalah sehingga menghasilkan solusi bagi kabupaten Bulukumba,” kata Taufik SH., Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bulukumba yang turut berpartisipasi dalam lokakarya.

Ke depannya, strategi yang telah disusun selama lokakarya akan menjadi kerangka acuan bagi kelompok kerja (Pokja) di tingkat kabupaten yang terdiri dari para pihak, dalam mengelola lahan dan penghidupan berwawasan lingkungan.