BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Mengatasi Pengangguran dari Pendidikan Vokasi

Mengatasi Pengangguran dari Pendidikan Vokasi
Pendidikan vokasi menghadapi tantangan dalam menyediakan lulusan dengan kompetensi sesuai industri dan dunia kerja. Strategi untuk meningkatkan mutu pendidikan vokasi terus dirumuskan.


Audio Berita
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
2 April 2023 14:03 WIB


Pengangguran terbuka lulusan pendidikan vokasi di Indonesia masih tinggi. Penyumbang terbanyak justru dari lulusan sekolah menengah kejuruan. Karena itu, tetap dibutuhkan pelatihan bagi lulusan sekolah vokasi agar mudah memasuki pasar kerja.

Peneliti di Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Dwini Handayani, memaparkan hal itu dalam diskusi bulanan dinamika kependudukan bertajuk ”Penyiapan SDM Lulusan Vokasi di Masa Depan” yang digelar Lembaga Demografi FEB UI secara daring, Jumat (31/3/2023).

Berdasarkan olahan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2022, jumlah penganggur terbuka lulusan vokasi tahun 2022 sebesar 1,8 juta orang atau 22 persen dari total penganggur. Jumlah terbanyak disumbang lulusan SMK jika dibandingkan lulusan diploma satu (D-1), diploma dua (D-2), dan diploma tiga (D-3).

”Jumlah penganggur vokasi di Indonesia ini merupakan angka yang terbilang besar,” kata Dwini.

Peneliti Lembaga Demografi, Ratna Indrayanti, menambahkan, jumlah penganggur lulusan SMK tertinggi berasal dari bidang keahlian teknologi dan rekayasa serta bisnis manajemen, sedangkan yang terendah dari bidang keahlian energi dan pertambangan serta seni dan industri kreatif.

Adanya pengalaman lebih dari satu jenis pelatihan dapat memudahkan lulusan untuk masuk ke pasar kerja. ”Sayangnya, angkatan kerja yang mengikuti pelatihan dalam setahun terakhir masih sangat minim,” kata Ratna.

Dwini memaparkan, beberapa strategi kebijakan dibutuhkan untuk memenuhi permintaan tenaga kerja. Perlu ada pelatihan tenaga kerja yang responsif dan adaptif, sesuai permintaan pasar dan kebutuhan yang heterogen (umur, jender, potensi wilayah, dan jabatan pekerjaan), dengan modul yang fokus pada praktik dan magang. Selain itu, ada evaluasi secara berkala sesuai permintaan pasar.

Penciptaan lapangan pekerjaan berkelanjutan juga diperlukan dengan menelusuri lulusan. Hal itu disertai perbaikan basis data lulusan, peningkatan pelatihan keterampilan (lebih dari satu jenis pelatihan), pengembangan sistem informasi pasar tenaga kerja, dan penguatan sistem perlindungan sosial.

Perencana Ahli Utama Kedeputian Kependudukan dan Ketenagakerjaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Muhammad Iqbal Abbas menuturkan, perlu ada peta okupasi nasional untuk menciptakan link and match atau keselarasan.

Peta okupasi nasional merupakan peta kebutuhan okupasi riil industri dan dunia kerja pada suatu area fungsi berisi definisi dan diintegrasikan ke dalam kerangka kualifikasi sebagai acuan perencanaan dan pengembangan standardisasi.

Bagi tenaga kerja, siswa, dan peserta pelatihan, peta ini membantu pengembangan profesi. Bagi lembaga pendidikan dan pelatihan, peta ini mendukung pengembangan kurikulum dan profil lulusan pendidikan dan pelatihan. Bagi lembaga sertifikasi profesi, peta ini mendukung pengembangan perencanaan dan asesmen.

Sementara bagi otoritas sertifikasi (BNSP), peta ini mendukung pengembangan skema sertifikasi secara nasional. Untuk industri dan dunia kerja, peta ini mendukung rekrutmen berbasis kompetensi dan pengembangan karier profesional sumber daya manusia.


Ajak industri berinvestasi

Secara terpisah, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim dalam acara rapat kerja bersama Komisi X DPR mengutarakan, penguatan mutu pendidikan vokasi di sekolah menengah kejuruan (SMK) dilakukan dengan meluncurkan program SMK pusat keunggulan (SMK PK) tahun 2021.

Program SMK PK merupakan katalis perwujudan visi pendidikan Indonesia melalui transformasi SMK, salah satunya dengan pemadanan dukungan industri.

Hasilnya, pada tahun 2022, program SMK PK telah menjangkau 27,7 persen dari total siswa SMK di Indonesia, meningkat 9,18 persen dibandingkan program SMK PK tahun sebelumnya. Selain itu, 1.401 SMK PK telah tersebar di 34 provinsi dan telah menjangkau 365 kabupaten/kota.

Nadiem memaparkan, pada tahun 2023, secara akumulatif akan dikembangkan SMK PK yang diproyeksikan mencakup 30,50 persen dari total siswa SMK di Indonesia di 1.551 SMK PK. Tahun 2024, ditargetkan 41 persen total siswa SMK.

”Kemendikbudristek memprioritaskan SMK PK berdasarkan seberapa besar jumlah muridnya. Ini cara kami melihat bahwa sumber daya kita digunakan secara efektif untuk membantu masyarakat,” kata Nadiem.

Dari program SMK PK yang telah dijalankan, Nadiem memaparkan beberapa kontribusi tertinggi dari satu industri. Sebagai contoh, PT Panasonic Manufacturing Indonesia memberi skema pemadanan dana (SPD) pada 20 SMK PK dengan total investasi Rp 7,2 miliar untuk memperkuat pul talenta tenaga kerja.

Kemudian, PT Profesional Telekomunikasi Indonesia memberikan total investasi Rp 5 miliar untuk SMK PK Wisudha Karya, Kudus, dalam rangka mengembangkan kompetensi keahlian mekatronika.

Nadiem menjelaskan, pada tahun lalu, 373 SMK PK yang dipilih industri dikurasi dan ditetapkan mendapatkan SPD. Selain itu, 349 industri ditetapkan menjadi mitra SPD dan total komitmen invetasi industri mencapai Rp 439,25 miliar.

”Tahun ini, 557 SMK telah dikurasi, 527 industri yang nilai investasinya telah dikurasi, dan nilai hasil kurasi per 27 Maret mencapai Rp 403 miliar. Ini adalah investasi yang dilakukan industri,” ujar Nadiem.

Penguatan pendidikan vokasi juga dilakukan di level perguruan tinggi lewat program Kampus Merdeka Vokasi. Salah satu wujudnya adalah menyediakan hibah kompetitif (competitive fund) vokasi yang telah menjaring 519 mitra pada tahun 2022.

Salah satu praktik baik dilakukan oleh Politeknik Negeri Jakarta dengan menerapkan metode pembelajaran berbasis proyek atau project based learning (PBL) pada bidang energi terbarukan. Para mahasiswa menjalani magang industri satu semester di PT Indonesia Power.

”Industri diajak berkontribusi dalam pengembangan kompetensi mahasiswa sesuai standar dunia industri dan dunia kerja,” kata Nadiem.

Pada program macthing fund vokasi tahun 2022, sebanyak 172 proposal disetujui dari 652 proposal yang diajukan. Sebanyak 167 perguruan tinggi vokasi, 3.451 dosen, dan 503 mitra terlibat dengan pembiayaan Rp 133,01 miliar.

Program matching fund kampus vokasi dinilai memberi dampak positif dengan adanya peningkatan tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Beberapa peningkatan jumlah produk dalam negeri dan siap komersialisasi di antaranya meliputi pengembangan produk electrical door engine controller kereta api bekerja sama dengan Politeknik Negeri Madiun dan PT Inka dengan TKDN 45 persen.

Selain itu, ada pengembangan CNC training unit melalui kolaborasi antara Politeknik Manufaktur Negeri Bandung dan PT CNCCI yang menghasilkan TKDN 35 persen.

Deputi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Warsito menegaskan, pemerintah berkomitmen memastikan pendidikan vokasi tidak jadi penyumbang pengangguran melalui Instruksi Presiden tentang Revitalisasi SMK pada 2016.

Pada tahun 2019, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dikembalikan lagi ke Kemendikbudristek dan dibentuk Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi.

”Dalam perkembangannya, vokasi tidak hanya berupa pendidikan, tetapi juga pelatihan yang terintegrasi dengan industri dan dunia kerja. Di sini dukungan pada pendidikan vokasi semakin kuat dengan dikeluarkannya Perpres Nomor 68/2022 tentang Revitalisasi Pendidikan dan Pelatihan Vokasi,” ujar Warsito.

Dalam perkembangannnya, vokasi tidak hanya berupa pendidikan, tetapi juga pelatihan yang terintegrasi dengan industri dan dunia kerja.

Menurut dia, disadari bahwa kualitas pendidikan vokasi yang sesuai dengan standar dan kebutuhan dunia kerja di sejumlah daerah belum merata. Oleh karena itu, pelatihan vokasi masih tetap diperlukan.

Belum merata

Pendidikan dan pelatihan vokasi dinilai strategis sebagai salah satu metode meningkatkan sumber daya manusia. Namun, standardisasi kompetensi pendidikan dan pelatihan vokasi belum merata di Indonesia. Karena itu, industri perlu menyediakan pengajar berbasis kurikulum yang tepat agar industri tidak sekadar menjadi tempat magang.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit saat berkunjung ke Akademi Komunitas Toyota Indonesia di Karawang, Jawa Barat, pada Februari lalu mengungkapkan, sistem pendidikan dan pelatihan vokasi dinilai tepat untuk meningkatkan kompetensi kualitas tenaga kerja.

Dengan sistem pelatihan vokasi, pertukaran ilmu dan keterampilan dari perusahaan industri kepada tenaga kerja lebih mudah. Menurut Anton, PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMI) sudah melakukan sistem pelatihan vokasi dengan baik dalam memberi keterampilan selama enam bulan bagi tenaga kerja dan lulusannya dapat terserap menjadi karyawan PT TMMI.

Tenaga kerja yang diciptakan melalui pelatihan vokasi dinilai memiliki pengalaman lebih baik untuk direkrut perusahaan industri dibandingkan merekrut tenaga kerja yang tidak berpengalaman. Namun, pelatihan vokasi harus dilakukan dengan menyediakan pengajar berbasis kurikulum yang tepat agar industri tidak sekadar menjadi tempat magang.

Nantinya, lanjut Anton, untuk mendapat tenaga kerja seperti operator di pabrik, lebih dari separuh kompetensi operator sudah dimiliki tenaga kerja dengan sistem pelatihan vokasi. Pengalaman yang biasanya didapat selama dua tahun sudah bisa didapatkan hanya dengan enam bulan pelatihan vokasi.

”Sistem pelatihan vokasi tidak sekadar datang saja masuk di pabrik, tetapi ada sistem. Ada kurikulum, ada pengajar di tempat kerja, ada fasilitas, sistem monitoring, dan lainnya sehingga dalam periode sangat singkat, perusahaan bisa mendapatkan tenaga kerja yang andal dibandingkan masuk dengan jalur tanpa pelatihan,” ujar Anton.

Deputy Division Head Human Resource Division PT TMMI Henry S Wibowo menilai, keterampilan antar-SMK yang ada Indonesia tidak merata. Untuk mengisi celah tersebut, PT TMMI membuat pelatihan vokasi yang terintegrasi dengan sistem pemagangan dengan melatih kompetensi dan keterampilan tenaga kerja.

”Celahnya kadang tidak hanya keterampilan, tapi juga masalah sikap yang diinginkan dalam industri. Sebetulnya, di dalam, kami ada semacam kalibrasi juga melalui pelatihan supaya bisa bekerja secara efektif,” kata Henry.

Henry mengatakan, adanya pelatihan vokasi membantu peningkatan kompetensi lulusan sekaligus menyediakan tenaga kerja yang dibutuhkan. Jika jumlah lulusan lebih banyak daripada yang dibutuhkan perusahaan, industri lain siap merekrut tenaga kerja tersebut karena sesuai standar.

Dalam melakukan pelatihan vokasi, PT TMMI membuat sistem vokasi dengan 51 trainer bersertifikasi, 197 mentor, dan 87 asesor bersertifikat BNSP. Dari 2.587 tenaga kerja vokasi, 1.772 orang menjadi tenaga kerja kontrak, 380 karyawan, dan 435 masih dalam proses pemagangan. (MIS FRANSISKA DEWI)

Editor:
EVY RACHMAWATI


Sumber: https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/04/02/mengatasi-pengangguran-dari-pendidikan-vokasi?utm_source=newsletter&utm_medium=mailchimp_email&utm_con...