BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Mengenal Dispensasi Perkawinan Pasca Revisi UU Perkawinan

Terjadinya pernikahan dini sudah terlalu banyak di Indonesia, tentu perkawinan ini adalah perkawinan yang di bawah usia minimal untuk menikah. Padahal, menikah bukan hanya sekadar saling mencintai, tetapi juga persoalan tentang bagaimana jika kelak mempunyai anak, apakah kita siap untuk merawat dan memberikan hak-haknya.

Angka perceraian yang terjadi juga tinggi sekali, apalagi banyak yang mengajukan percerai dimana usia pernikahan belum mencapai 5 tahun dan para penggugat masih dalam usia yang muda. Maka dari itu, pemerintah memutuskan untuk merevisi UU Nomor 1 Tahun 1974 ke UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan. Dimana sebelum direvisi, usia minimal untuk mengajukan pernikahan adalah 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita. Setelah mengalami revisi, akhirnya UU menetapkan usia minimal 19 tahun untuk pria dan wanita.

Alasan mengapa direvisinya UU ini adalah karena batas usia minimal tidak sejalan dengan perlindungan anak. Alasan lain juga karena banyak praktik perkawinan paksa atau perjodohan paksa yang dilakukan di daerah-daerah pelosok Indonesia. Pencegahan ini bermaksud agar para calon mempelai bisa siap dalam segi psikologis, ekonomi, kesehatan, dan sosiologi, serta mampu memilih pilihannya sendiri.

 
Revisi UU ini ternyata tidak membuat berkurangnya permohonan dispensasi kawin, justru membuat semakin banyak orang mengajukan dispensasi kawin ke pengadilan agama. Padahal, pemerintah sudah mengharapkan dengan adanya revisi ini masyarakat lebih bijak dan lebih memikirkan kematangan dalam menjalani rumah tangga.

Melansir dari Pa-kajen.go.id, dispensasi kawin adalah pemberian hak kepada seseorang untuk menikah meski belum mencapai batas minimum usia pernikahan. Menurut data Pengadilan Agama Watansoppeng pada tahun 2018 permohonan dispensasi kawin sebanyak 13.822, pada tahun 2019 sebanyak 24.864, dan pada tahun 2020 sebanyak 64.196.

Tentu saja permohonan dispensasi kawin tidak begitu saja dikabulkan, hakim perlu banyak pertimbangan dan diperlukan banyak kententuan khusus sebagai syarat pengajuan, Berikut ini merupakan hal yang wajib disiapkan:

  1. Permohonan dispensasi harus orang tua yang mengajukan.
  2. Permohonan diajukan secara sukarela ke pengadilan.
  3. Hakim wajib mendengar keterangan dari orang tua kedua belah pihak dan kedua calon mempelai untuk menetapkan permohonan dispensasi kawin.
  4. Surat pernyataan dari kedua calon mempelai bahwa menyanggupi segala kewajiban yang timbul dari ikatan pernikahan.
  5. Surat pernyataan penghasilan yang disetujui pihak berwenang.
  6. Calon mempelai harus menyertakan Ijazah sebagai bukti telah menyelesaikan kewajiban belajar.

Calon mempelai menyertakan bukti surat rekomedasi keterangan sehat dari dokter spesialis bidan dan psikolog.
Ada hal yang bisa membuat permohonan dispensasi kawin bisa dikabulkan hakim, yaitu apabila kelengkapan bukti bersifat fakta setelah pertimbangan hakim dari aspek psikologi, ekonomi, sosiologi, dan kesehatan. Dispensasi kawin juga sewaktu-waktu dapat disetujui jika dalam kondisi yang sangat terdesak, kondisi yang dimaksud adalah kondisi dimana tidak ada pilihan lain dan harus segera dilaksanakan perkawinan. Kondisi apa saja yang termasuk sangat mendesak? tentu saja kondisi seperti terjadinya hamil di luar pernikahan.

Perlu diingat, dispensasi kawin ini janganlah kita jadikan sebagai peluang untuk menikah diusia dini, karena bagaimanapun pemerintah sudah merevisi UU dengan batasan usia minimal dan melihat dari berbagai aspek. Jangan sampai menikah hanya karena sudah terlanjur berpacaran lama, keterpaksaan, atau karena merasa lelah dengan kehidupan, karena adanya perubahan UU tentang batas usia minimal  ini diharapkan bisa menekan angka pernikahan dini.

Perubahan ini juga bertujuan agar calon pengantin mempunyai kesiapan dan kematangan dalam membina rumah tangga, bukan hanya kesiapan mental tetapi juga kesiapan dari segi kesehatan. Kesiapan diri bisa menciptakan rumah tangga yang baik dan keturunan yang sehat, serta anak bisa mendapat hak-haknya seperti akses pendidikan setinggi mungkin, mendapat kasih sayang yang semestinya agar kesehatan jiwa bisa terjaga.

Sumber: https://geotimes.id/opini/mengenal-dispensasi-perkawinan-pasca-revisi-uu-perkawinan/