BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Apa Kabar CTI?

KELAUTAN
Apa Kabar CTI?
4 Agustus 2015

Enam tahun berlalu sejak Prakarsa Segitiga Karang (Coral Triangle Initiative on Coral Reef, Fisheries, and Food Security/CTI-CFF) digaungkan oleh pemimpin enam negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Papua Niugini, Filipina, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste. Kerja sama multilateral itu bertujuan menjaga sumber daya laut, pantai, dan ketahanan pangan, serta perubahan iklim dan keanekaragaman hayati laut.
didie sw

Bagi Indonesia, Malaysia, Papua Niugini, Filipina, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste yang berada dalam kawasan Coral Triangle (CT6), kelestarian laut memiliki dampak besar karena menjadi sumber penghidupan bagi 120 juta orang penduduk. Indonesia sangat berkepentingan dalam kerja sama regional itu karena luas terumbu karang Indonesia terluas di antara 6 negara dan menjadi sasaran "empuk" praktik perikanan ilegal. Keberadaan Sekretariat Regional CTI-CFF di Manado, Sulawesi Utara, memberikan keuntungan bagi Indonesia memperkuat kerja sama regional dalam menjaga sumber daya hayati laut.

Lantas, apa kabar CTI-CFF yang mulai dibangun sejak 2012? Kantor permanen di Manado yang merupakan markas sekretariat regional itu kini belum bisa dipakai karena masih perlu perbaikan konstruksi bangunan di sana-sini. Padahal, kantor itu sedianya menjadi lokasi pertemuan tahunan tingkat pejabat senior CTI-CFF dan pertemuan dwi-tahunan tingkat menteri. Saat ini, CTI-CFF menempati kantor sementara di Jakarta.

Keberadaan CTI-CFF menjadi sangat penting karena kawasan segitiga terumbu karang ini merupakan yang terluas di dunia. Organisasi WWF dalam laporan tahun 2015 memperkirakan kekayaan laut di dunia bernilai lebih dari 2,5 triliun dollar AS. Bank Pembangunan Asia dalam laporan 2014 mencatat sektor kelautan telah menyumbang 1,2 triliun dollar AS terhadap pendapatan domestik bruto di 6 negara itu. Hasil perikanan tangkap di negara CT6 diperkirakan bernilai 9,9 miliar dollar AS dan berkontribusi sebesar 10,5 persen dalam pasar global.

Diperlukan gerak cepat menjaga ekosistem laut dan mengoptimalkan perikanan yang berkelanjutan. Rencana aksi (CTI RPOA) yang terbagi atas pengelolaan bentang laut, perikanan berbasis ekosistem, kawasan perlindungan laut, adaptasi perubahan iklim, dan spesies laut yang terancam punah menunggu tindak lanjut semua negara.

Jangan dilupakan, tidak sedikit dana yang digulirkan 6 negara itu untuk menjalankan komitmen bersama. Tahun 2015, kontribusi tiap negara untuk CTI-CFF meliputi Indonesia sebesar 284.197 dollar AS, Malaysia 151.244 dollar AS, Papua Niugini 85.355 dollar AS, Filipina 135.744 dollar AS, Kepulauan Solomon 82.471 dollar AS, dan Timor Leste 83.647 dollar AS.

Direktur Eksekutif Sekretariat Regional CTI-CFF Widi Pratikto, yang baru menjabat pada awal 2015 mengakui ancaman besar ekosistem laut dan terumbu karang, terutama berasal dari praktik penangkapan ikan ilegal. Aktivitas penangkapan ikan secara berlebihan dan praktik penggunaan bahan peledak menjadi penyumbang terbesar kerusakan ekosistem laut.

Namun, kesadaran menjaga ekosistem terus meningkat dari negara-negara CT6. Kerja sama dengan kelompok kerja Ecosystem Approach on Fisheries Management (EAFM) dan Pusat Pengembangan Perikanan Asia Tenggara (SEAFDEC) digulirkan untuk merumuskan rencana aksi implementasi pengelolaan perikanan berbasis ekosistem. Komitmen bersama regional hendaknya mampu menjadi acuan bagi setiap negara untuk saling menjaga keamanan kawasan. Yang tak kalah penting, ekosistem laut yang terjaga harus memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat pesisir.

(BM LUKITA GRAHADYARINI)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/08/04/Apa-Kabar-CTI

Related-Area: