Senin, 08 Desember 2014
Batas Negosiasi Perubahan Iklim
Jeffrey D. Sachs, Penasihat Khusus Sekretaris Jenderal PBB mengenai Millennium Development Goals.
Dibutuhkan pendekatan baru jika dunia benar-benar hendak menyelesaikan krisis perubahan iklim. Saat ini negara-negara besar memandang perubahan iklim sebagai soal negosiasi siapa yang harus mengurangi emisi CO2-nya (terutama dari penggunaan batu bara, minyak, dan gas). Semua sepakat mengurangi sedikit emisi CO2-nya seraya mendorong negara-negara lain mengurangi lebih banyak. Amerika Serikat, misalnya, bersedia mengurangi sedikit--jika Cina berbuat sama.
Selama dua dekade, kita telah terjebak dalam mindset sedikit dan banyak yang keliru ini dalam dua hal. Pertama, gaya di atas tak mungkin dilaksanakan. Emisi CO2 sekarang ini meningkat, bukan menurun. Industri perminyakan di dunia sedang berpesta-pora--mengolah, mengebor, bereksplorasi di Kutub Selatan mengubah batu bara menjadi gas, dan membangun sarana gas alam cair (LNG) yang baru. Dunia telah merusak sistem suplai pangan dan iklim ini.
Kedua, dekarbonisasi sistem energi itu secara teknologi rumit. Persoalan riil yang dihadapi Amerika bukanlah persaingan yang datang dari Cina, melainkan rumitnya menggeser suatu ekonomi senilai US$ 17,5 triliun dari bahan bakar fosil ke bahan bakar alternatif rendah karbon. Persoalan yang dihadapi Cina juga bukan Amerika, melainkan bagaimana menyapih ekonomi kedua terbesar di dunia ini (bergantung pada data yang mana yang digunakan) lepas dari ketergantungan yang besar pada batu bara. Ini merupakan masalah rekayasa, bukan masalah negosiasi.
Yang pasti, raksasa-raksasa ekonomi ini bisa melakukan dekarbonisasi jika mereka mengurangi output secara tajam. Tapi, baik Cina maupun Amerika tidak bersedia mengorbankan jutaan pekerja dan triliunan dolar pendapatan. Pertanyaannya adalah bagaimana melakukan dekarbonisasi tanpa harus mengubah pendapatan ekonomi. Para juru runding iklim tidak bisa menjawab pertanyaan itu, tapi para inovator, seperti Elon Musk dari Tesla dan ilmuwan seperti Klaus Lackner dari Columbia University, bisa.
Dekarbonisasi sistem energi dunia membutuhkan tindakan untuk mencegah produksi listrik dunia yang besar dan terus membengkak serta meningkatkan emisi CO2 atmosfer. Dekarbonisasi juga mensyaratkan peralihan ke armada transportasi nol-karbon dan lebih besarnya produksi listrik per kilowatt-jam energi. Listrik nol-karbon ada dalam jangkauan kita. Tenaga surya dan angin sudah bisa menghasilkan semua itu, tapi sebelumnya perlu ditetapkan dulu kapan dan di mana ia dibutuhkan. Kita perlu terobosan penyimpanan sumber energi bersih yang tidak setiap saat bisa diperoleh ini.
Tenaga nuklir, suatu sumber energi nol-karbon penting lainnya, juga perlu memainkan peran yang besar di masa depan--sekaligus menunjukkan perlunya meningkatkan kepercayaan publik akan keamanannya. Bahkan bahan bakar fosil pun bisa menghasilkan listrik nol-karbon jika strategi carbon capture and storage (CCS, atau tangkap dan simpan karbon) itu digunakan. Lackner merupakan tokoh terkemuka di dunia dalam menyusun strategi CCS yang baru.
Elektrifikasi transportasi sudah lama kita kenal, dan Tesla dengan kendaraan listriknya yang canggih telah menarik minat dan imajinasi masyarakat. Namun kemajuan teknologi lebih lanjut diperlukan untuk menurunkan biaya kendaraan listrik ini, meningkatkan keandalannya, dan memperluas jangkauannya. Musk, yang ingin sekali mempercepat pengembangan kendaraan ini, membuat sejarah pekan lalu ketika ia membukakan pintu digunakannya paten milik Tesla oleh pesaing-pesaingnya.
Teknologi juga menawarkan terobosan-terobosan baru efisiensi energi. Desain bangunan yang baru telah memangkas biaya penghangatan dan penyejukan gedung dengan lebih banyak mengandalkan penyekatan, ventilasi alami, dan tenaga surya. Kemajuan di bidang nanoteknologi menawarkan prospek bahan bangunan yang lebih ringan yang tidak banyak membutuhkan energi untuk diproduksi, sehingga membuat baik bangunan maupun kendaraan lebih efisien energi.
Dunia butuh dorongan bersama untuk mengadopsi listrik rendah karbon ini. Semua negara perlu teknologi rendah karbon yang baru dan banyak di antaranya masih di luar jangkauan komersial. Maka itu negosiasi iklim harus fokus pada bagaimana bekerja sama memastikan tercapainya terobosan teknologi yang membawa manfaat kepada semua negara.
Mereka harus mengambil pelajaran dari kasus-kasus di mana pemerintah, ilmuwan, dan industri bergandengan tangan menghasilkan perubahan-perubahan besar. Jika kita minta pemerintah dan ilmuwan melakukan kerja sama mengenai teknologi perang, tidakkah kita harus berbuat hal yang sama untuk menyelamatkan planet bumi ini dari polusi karbon?
Dekarbonisasi yang dalam dan terarah merupakan tugas semua pemangku kepentingan, termasuk industri bahan bakar fosil. Dan kita semua harus berpihak pada kelanjutan hidup dan kesejahteraan manusia. * HAK CIPTA: PROJECT SYNDICATE, 2014.
Sumber: http://koran.tempo.co/konten/2014/12/08/358964/Batas-Negosiasi-Perubahan-Iklim
-
- Log in to post comments
- 281 reads