JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kesehatan akan memperkuat fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dengan penekanan pada upaya promotif dan preventif pada tahun 2015 hingga 2019. Harapannya, puskesmas bisa menapis berbagai penyakit untuk memastikan rujukan berjenjang dalam Jaminan Kesehatan Nasional berjalan.Menteri Kesehatan Nila Moeloek, dalam jumpa pers, di kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, Selasa (3/2), mengatakan, sejauh ini ada banyak masalah kesehatan di Indonesia. Beberapa persoalan kesehatan itu antara lain tingginya angka anak balita yang stunting atau pendek, tingginya angka kematian ibu melahirkan, dan tingginya angka pernikahan usia dini.
Untuk itu, Kementerian Kesehatan (Kemkes) akan memperkuat puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP). Penguatan itu meliputi pembenahan infrastruktur dan fasilitas, serta penambahan tenaga kesehatan. Dengan demikian, akses masyarakat terhadap fasilitas kesehatan yang berkualitas menjadi lebih terbuka.
Dalam penguatan puskesmas ini, lanjut Nila, yang terpenting adalah membangun paradigma sehat. Pembangunan kesehatan tidak lagi melulu urusan Kementerian Kesehatan, melainkan juga melibatkan lintas sektor. Selain itu, upaya promotif dan preventif akan dikedepankan sebagai pilar utama kesehatan.
Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kemkes Akmal Taher berharap penguatan puskesmas akan menurunkan angka rujukan puskesmas ke rumah sakit, dari sekitar 15 persen saat ini menjadi hanya 10 persen.
Untuk puskesmas, secara bertahap sampai tahun 2019 Kemkes akan menyiapkan 6.000 puskesmas. Layanan kesehatan di ribuan puskesmas itu akan diperkuat untuk memenuhi standar pelayanan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas.
”Kami prioritaskan puskesmas dengan angka kematian ibu melahirkan tinggi, angka gizi buruk tinggi. Selain itu, kami utamakan puskesmas di daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan, daerah dengan kemampuan fiskal rendah dan indeks pembangunan rendah,” kata Akmal.
Model intervensiSelain itu, Kemkes akan membedakan model intervensi berbeda untuk puskesmas di daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan dengan puskesmas di pedesaan dan perkotaan. Model intervensi puskesmas di Papua dan Papua Barat akan berbeda dengan daerah lain yang pembangunan kesehatannya maju.
Adapun untuk fasilitas kesehatan rujukan, akan dibentuk 184 rumah sakit rujukan regional dan 14 rumah sakit rujukan nasional. Khusus daerah terpencil dan amat terpencil, pemerintah akan membangun RS tipe D Pratama dengan kapasitas 50 tempat tidur untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.
Sementara itu, di tempat terpisah, Ketua Dewan Pakar Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), A Razak Thaha, menjelaskan, kesehatan memerlukan paradigma menyeluruh. Jadi paradigma kesehatan tak hanya dilihat dari aspek kuratif, karena hanya punya daya ungkit 30 persen terhadap pembangunan kesehatan.
Puskesmas yang seharusnya berkonsep promosi dan pencegahan untuk menjaga kesehatan masyarakat, lebih banyak menghabiskan anggaran untuk kegiatan rapat dan membeli peralatan. Soal lain adalah, kebijakan pemerintah pusat bidang kesehatan berkutat pada dukungan medis dan jaminan kesehatan.
Anggaran Kementerian Kesehatan tahun lalu belum menunjukkan paradigma kesehatan secara menyeluruh. Dari total anggaran Rp 47,5 triliun, hampir Rp 20 triliun di antaranya untuk membiayai peserta penerima bantuan iuran (PBI) dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Selebihnya, dana Rp 27,5 triliun lebih banyak untuk pembiayaan RS, alat kesehatan, dan obat-obatan.
Ketua Dewan Kehormatan PB IDI, Farid Anfasa Moeloek, memaparkan, pemberdayaan masyarakat, termasuk peningkatan kesejahteraan, juga perlu dilakukan kementerian di luar Kemkes. Hal tersebut diharapkan dapat memberi daya ungkit yang besar pada pembangunan kesehatan nasional. (ADH/JOG)
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000011810411
-
- Log in to post comments
- 187 reads