Hak Kekayaan Intelektual
Hargai Inovasi Sedini Mungkin
JAKARTA, KOMPAS — Kesadaran masyarakat Indonesia tentang hak kekayaan intelektual masih kurang. Akibatnya, banyak inovasi atau hasil temuan lokal yang terlambat didaftarkan hanya karena ketidaktahuan.
Anggota staf Direktorat Kerja Sama dan Promosi Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Erik Saropie, mengatakan, pendaftaran paten, merek, desain industri, dan hak cipta di Indonesia masih sedikit. Padahal, untuk mengajukannya, penemu atau pencipta tinggal membuat semacam penjelasan, lalu menyampaikannya kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
”Direktorat akan menilai dan mengkajinya. Jika memenuhi syarat, direktorat memberikan sertifikat kepada pemohon,” kata Erik saat peluncuran situs web dan buku Biang Inovasi di Jakarta, Selasa (9/12).
Untuk mengantisipasi pembajakan hak karya intelektual, pencipta atau inovator diimbau langsung mendaftarkan karyanya
sebelum dipublikasikan. Langkah ini sering kali diabaikan karena inovator cenderung menunggu produknya diterima publik, baru kemudian mendaftarkan paten, merek, desain industri, dan hak cipta produk temuannya.
”Dengan didaftarkan, temuan diakui secara hukum oleh negara. Penyalahgunaan hak kekayaan intelektual kadang terjadi karena inovator tidak mendaftarkan produknya,” tambahnya.
Dito Respati atau biasa dipanggil Babab Dito, penemu tongkat narsis (tongsis), menyatakan belum sempat mematenkan dan mendaftarkan desain industri produk temuannya. Begitu produk itu laku keras di pasaran, banyak bermunculan produk tiruan.
”Waktu itu belum terpikir tongsis saya akan laku keras. Akhirnya, yang masih bisa saya daftarkan adalah mereknya,” ujar Dito yang empat bulan lalu menjual 100.000 tongsis.
Genjot industri kreatif
Praktisi industri kreatif sekaligus pengarang buku Biang Inovasi, Yoris Sebastian, mengatakan, pemerintah memiliki pekerjaan rumah untuk menggenjot industri kreatif dalam negeri. ”Para inovator perlu dirangkul. Dari merekalah industri manufaktur yang penuh kreativitas dan padat karya bisa menghasilkan pemasukan luar biasa,” ungkap Yoris.
Apabila para pelaku industri kreatif tidak pernah diperhatikan, Indonesia hanya akan menjadi negara negara konsumen, bukan kreator atau pencipta. Di kalangan swasta, untuk mewadahi berbagai inovasi, Herris Satya membuat situs web Bianginovasi.com.
”Yang terpenting saat ini adalah mengembangkan ekosistem kreatif lewat kerja sama banyak pihak. Hilangkan karakter kita yang banyak dijajah produk negara luar,” ucap Handoko Hendroyono, pelaku industri kreatif dari Jakarta Do Art. (ABK)
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010575736
-
- Log in to post comments
- 305 reads