BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Kualitas Eksekusi Jadi Kunci di 2015

Kualitas Eksekusi Jadi Kunci di 2015
Ekonomi Tumbuh 5,2 Persen

JAKARTA, KOMPAS — Kualitas eksekusi pemerintah dalam menjalankan program produktif sepanjang tahun 2015 akan menjadi pengungkit pertumbuhan ekonomi. Tahun depan, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,8 persen. Adapun proyeksi Bank Dunia adalah 5,2 persen.

Bank Dunia memaparkan Laporan Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia di Jakarta, Senin (8/12). Ekonom Bank Dunia Ndiame Diop, mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu, dan Direktur Pelaksana Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan hadir sebagai pembicara.

Ndiame berpendapat, di tengah tren perlambatan pertumbuhan ekonomi, Pemerintah Indonesia masih bisa mengungkit pertumbuhan ekonomi di atas proyeksi. Kuncinya ada pada eksekusi pemerintah atas program-program produktifnya.

Dalam laporannya, Bank Dunia menyatakan, pertumbuhan ekonomi pada 2014 cenderung melambat dengan pertumbuhan investasi maupun ekspor yang melambat.

Pada triwulan III-2014, produk domestik bruto (PDB) tumbuh 5 persen setahun. Angka ini lebih rendah dibandingkan triwulan II-2014 yang sebesar 5,1 persen. Secara akumulatif, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2014 sekitar 5,1 persen, dikoreksi dari proyeksi awal sebesar 5,2 persen.

Mengacu pada tren tersebut, yang dikombinasikan dengan faktor melambatnya pertumbuhan ekonomi secara global, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 sebesar 5,2 persen. Angka ini merupakan hasil koreksi perkiraan pada Juli 2014 yang sebesar 5,6 persen.

Pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015 menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,8 persen. Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro, beberapa waktu lalu, menyatakan, dengan tambahan ruang fiskal akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, dirinya optimistis target bisa tercapai.

Presiden Joko Widodo, menurut Ndiame, telah melewati ujian berat pertama, yakni persoalan subsidi BBM. Kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi memberikan tambahan ruang fiskal tahun 2015 di atas Rp 100 triliun.

”Kini kuncinya pada upaya mengeksekusi perubahan-perubahan,” kata Ndiame.

Hal itu, menurut Ndiame, menuntut tiga langkah, yakni peningkatan penerimaan pajak, peningkatan kualitas belanja pemerintah, dan fasilitas bagi pelaku bisnis.
Kualitas belanja

Dalam hal kualitas belanja anggaran, Ndiame menyoroti pola penyerapan anggaran belanja pemerintah yang selama ini menumpuk pada November-Desember. Jika hal serupa kembali terjadi pada 2015, dampak pertumbuhan ekonomi baru terasa pada 2016.

”Rencana pembangunan infrastruktur yang ambisius sangat krusial untuk pertumbuhan jangka panjang, tetapi tantangannya dalam jangka pendek adalah pada implementasinya,” ujarnya.

Mari menyatakan, tekanan faktor eksternal merupakan anugerah sehingga pemerintah tidak bisa terlalu memengaruhi. Hal yang bisa dilakukan adalah menjaga kepercayaan melalui konsistensi kebijakan.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok, tambah Mari, tidak hanya menekan ekspor Indonesia. Hal itu juga memberi peluang bagi Indonesia untuk menjadi basis industri manufaktur. Kuncinya pada daya saing .

”Dampak pembangunan infrastruktur adalah jangka menengah-panjang. Namun, dalam jangka pendek ada yang bisa dilakukan, yakni dengan mengoptimalkan infrastruktur yang ada. Misalnya, dengan memperbaiki tata kelolanya,” katanya.

Mari juga menyinggung sektor pariwisata yang langsung mendatangkan devisa tanpa harus mengeluarkan investasi besar.

Fauzi Ichsan berpendapat, tahun 2015 akan diwarnai isu mikro. Alasannya kebijakan makro lebih cepat menyesuaikan dengan kondisi. ”Joko Widodo dianggap mampu karena punya pengalaman di Jakarta. Meskipun sekarang skalanya nasional, investor telah memiliki ukuran dan memberikan sentimen positif,” ujarnya. (LAS) 



Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010557716

Related-Area: