Dana Iklim
Langkah Adaptasi Diusulkan agar Diterima
LIMA, SABTU — Di tengah kian tertinggalnya pendanaan untuk adaptasi, Dana Iklim Hijau diusulkan mendukung negara miskin dalam upaya menghadapi dampak perubahan iklim. Saat ini muncul pertanyaan, apakah langkah adaptasi dimasukkan dalam komitmen setiap negara yang akan disepakati secara global di Paris, Perancis, pada 2015?
Diskusi soal adaptasi mengemuka akhir pekan lalu di tengah Konferensi Perubahan Iklim PBB pada Pertemuan Para Pihak (COP) Ke-20 pada Kerangka Kerja PBB untuk Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) di Lima, Peru, 1-12 Desember 2014.
Pada Jumat (5/12), Norwegia berjanji memberikan Dana Iklim Hijau (Green Climate Fund) senilai 258 juta dollar AS (setara dengan Rp 3,2 miliar). Dengan demikian, janji menyediakan Dana Iklim Hijau dari negara besar sekitar 10 miliar dollar AS hampir tercapai. Jumlah komitmen untuk Dana Iklim Hijau 7,608 miliar dollar AS. Proyek yang akan didanai mulai dipertimbangkan tahun depan.
Dewan untuk Dana Iklim Hijau, yang terdiri dari 12 negara berkembang dan 12 negara maju, terbagi ke dalam dua kubu. Negara-negara berkembang, termasuk yang termiskin, menginginkan upaya adaptasi dihitung sebagai kontribusi. Menurut mereka, langkah adaptasi amat butuh dukungan dana dan bantuan teknis. Namun, negara-negara Uni Eropa dan Jepang menyatakan, komitmen setiap negara melalui Kontribusi Termaksud yang Ditetapkan secara Nasional (INDC) sebaiknya difokuskan pada mitigasi mengurangi emisi.
Tidak untuk adaptasi
Elina Bardram dari Komisi Eropa mengatakan, Uni Eropa memandang komitmen itu dibuat dengan pemikiran mitigasi di kepala sehingga seharusnya tidak diperluas ke arah adaptasi dan pendanaan iklim lainnya.
Semua negara diminta memberikan INDC yang akan disusun menjadi kesepakatan baru sebagai pengganti skema Protokol Kyoto yang berakhir tahun 2012. Komitmen yang direncanakan ditandatangani 2015 di Paris itu baru akan dijalankan pada 2020.
Perencanaan dan penggunaan dana adaptasi terkendala karena dana baru akan terpakai sekitar enam tahun lagi. Itu mempersulit perencanaan.
Adapun aktivis lingkungan mencurigai Jepang yang membolehkan penggunaan dana Dana Iklim Hijau untuk teknologi energi fosil, termasuk pembangkit listrik tenaga batubara. Delegasi Jepang di Lima mengatakan, Jepang belum mengambil posisi. Jepang diperkirakan memakai 1 miliar dollar AS dari dana iklim itu untuk membangun pembangkit listrik batubara di Indonesia.
Menurut laporan Program Lingkungan PBB (UNEP), pada tahun 2050, dana adaptasi akan berlipat 2-3 kali dibandingkan dengan perkiraan awal 70 miliar-100 miliar dollar AS per tahun meski dunia mengurangi emisi secara ambisius.
(AP/REUTERS/ISW)
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010544579
-
- Log in to post comments
- 374 reads