BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Hutan Mutis untuk Anak Cucu

Menjaga Nusantara
Hutan Mutis untuk Anak Cucu

Oleh: Kornelis Kewa Ama

SINAR matahari begitu panas, tetapi tubuh tetap terasa dingin, pekan lalu. Kelembaban udara di ketinggian sekitar 1.300 meter di atas permukaan laut, di bawah punggung Gunung Mutis, membuat pengunjung tetap nyaman. Rimbunan pohon mahoni dan ampupu diselingi mangga, nangka, pisang, kopi, cokelat, kemiri, dan jeruk.

Itulah program hutan kemasyarakatan yang dikelola masyarakat 76 desa di sekitar lereng Gunung Mutis, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur.

Gunung dengan tinggi 2.427 meter di atas permukaan laut itu dipenuhi hutan ampupu (Eucalyptus urophylla), yakni sekitar 40.000 hektar. Kayu pohon itu untuk bahan baku pulp dan kertas. Namun, permukiman yang terus melebar dan kebutuhan lahan pertanian yang meluas mengancam keberadaan hutan ampupu itu.

Bupati Timor Tengah Utara Raymundus Sau Fernandes, ketika meresmikan pengembangan hutan kemasyarakatan di Desa Fatuneno, sekitar 30 kilometer arah utara Kefamenanu, pekan lalu, mengatakan, hutan Mutis harus dijaga karena merupakan cagar alam satu-satunya di Pulau Timor. Hutan itu sekaligus ”jantung” kehidupan masyarakat Timor barat. Namun, di sisi lain, masyarakat juga membutuhkan lahan untuk pertanian, peternakan, dan pengembangan wilayah permukiman.

”Karena itu, atas usulan Pemkab Timor Tengah Utara, tahun ini Kementerian Kehutanan telah menyetujui pengalihan 1.003,25 hektar untuk hutan kemasyarakatan di kawasan Mutis. Hutan kemasyarakatan ini dikelola masyarakat, tetapi di bawah pengawasan Pemkab, LSM, dan kelompok tani. Pengembangan lingkungan ini juga bagian dari proyek padat karya dengan dana Rp 25 miliar dan proyek sari usaha tani senilai Rp 300 juta per desa yang diluncurkan 2013/2014,” kata Fernandes.

Kelompok Tani Sinar Mutis di Desa Fatuneno, Kecamatan Miomafo Barat, Timor Tengah Utara, telah membudidayakan sekitar 40 hektar hutan kemasyarakatan dengan tanaman ampupu, mahoni, mangga, nangka, kopi, cokelat, kemiri, jeruk, pinang, sirih, dan pisang. Di sela-sela tanaman itu, petani menanam jagung, umbi-umbian, dan kacang-kacangan, terutama pada musim kemarau.

Ia mengajak perwakilan 76 desa yang tersebar di empat kecamatan di sekitar lereng Mutis agar memanfaatkan hutan kemasyarakatan seluas 1.003,25 hektar tersebut dengan tanaman berumur panjang demi anak cucu di masa depan. Saat ini sudah sekitar 120 hektar hutan kemasyarakatan dikelola masyarakat dengan berbagai tanaman umur panjang, terutama ampupu, mahoni, cemara, dan jati putih, serta tanaman produktif, seperti jambu, pisang, mangga, dan nangka.

Sebelum pemerintah menyetujui adanya hutan kemasyarakatan, masyarakat adat sendiri sudah menyadari pentingnya konservasi dan penghijauan di sekitar lereng Mutis. Tanaman utama di wilayah Mutis, yaitu ampupu, yang sangat dominan di kawasan itu, tetap mendapat perhatian masyarakat.

”Saya selalu mendapat marah dari Bupati Belu dan Bupati Timor Tengah Selatan ketika terjadi banjir di Sungai Benanain. Setiap terjadi longsor dan banjir di dua tempat itu, saya selalu ditelepon. Mari kita konservasi hutan Mutis dengan cara yang efektif dan efisien demi lingkungan Mutis ke depan,” ungkap Fernandes.

Direktur Yayasan Mitra Tani Mandiri Timor (MTMT) Yoseph Maan melakukan pendampingan terhadap upaya konservasi lahan melalui budidaya hutan kemasyarakatan di sekitar lereng Gunung Mutis. Selama ini, masyarakat menanam dengan prinsip asal jadi atau dalam bahasa Dawan disebut ilamo, Tetapi, dengan pendampingan intens, semua kegiatan kelompok tani akan dikaji dengan mempertimbangkan aspek kelestarian lingkungan yang ada.

Kini, sudah sekitar 50.000 anakan ampupu, mahoni, dan jati putih dalam proses pembibitan untuk ditanam selama musim hujan, sekitar Desember 2014 hingga Maret 2015. Hari itu, mereka menanam sekitar 5.000 anakan dari total 50.000 anakan tersebut.

Tanaman yang tersisa akan dibagikan kepada setiap kelompok tani untuk dibudidayakan. Setiap keluarga wajib menanam 10-20 pohon dari berbagai jenis, kemudian mendapatkan beras untuk rakyat miskin (raskin). Pohon itu wajib dijaga atau dirawat sampai tumbuh mencapai usia tertentu, kemudian dimanfaatkan masyarakat sendiri.
Insentif raskin

”Insentifnya raskin yang sudah dibeli Pemkab senilai Rp 25 miliar. Proyek padat karya melalui raskin tidak hanya menyangkut perluasan lahan, tetapi juga kelestarian lingkungan sekitar. Tetapi, semuanya tetap bermuara pada kepentingan petani. Hasil hutan kemasyarakatan ini juga demi kepentingan masyarakat,” tutur Maan.

Dengan ini, petani tidak lagi terdorong mengolah lahan dengan sistem membakar.

Kepala Desa Fatuneno Willem Thaal mengatakan, proyek hutan kemasyarakatan diprioritaskan pada kawasan hutan yang terdegradasi karena longsor, pemeliharaan ternak, dan penambangan liar. Semua anggota kelompok di bawah binaan MTMT memiliki pandangan sama mengenai pengembangan hutan kemasyarakatan tersebut.

Kelompok Tani Sinar Mutis memiliki hutan kemasyarakatan sekitar 40 hektar. Sebagian besar tanaman sudah berusia 15 tahun dengan tinggi sampai 20 meter, terutama jenis kayu mahoni dan ampupu. Pohon-pohon ini dapat dipanen pada usia 20-25 tahun, tetapi sebelum ditebang harus ada pengganti di sekitarnya.

Di bawah lereng Mutis, terutama yang mencakupi tiga kecamatan, yakni Miomafo Barat, Miomafo, dan Miomafo Timur, terdapat 18 sungai dan anak sungai.

”Penebangan hutan Mutis masih terjadi. Mereka melakukan penebangan liar di beberapa titik. Tetapi, dengan kehadiran kelompok tani dan masyarakat hutan adat, kegiatan seperti itu mulai berkurang,” ujar Thaal.

Mutis memiliki peran strategis bagi ekosistem dan lingkungan di daratan Timor barat. Sejumlah tanaman (pohon) dan rumput khas Timor, hewan, dan binatang liar Timor masih tersisa di sekitar kawasan Mutis, termasuk rusa timor, kakaktua timor, monyet ekor panjang, monyet putih, dan nuri timor.

”Selamatkan anak cucu di pulau ini dari perubahan iklim global yang mengancam. Perubahan suhu udara mengingatkan semua pihak, terutama warga Timor, agar menjaga hutan,” kata Thaal.




Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008898084

Related-Area: