Kepedulian Sosial
Budaya Filantropi Indonesia Masih Bersifat Santunan
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia sebenarnya bisa menjadi model untuk kuatnya budaya filantropi yang berbasiskan religius atau agama. Sayangnya, potensi individu yang didorong keyakinan agama itu masih lebih bersifat penyantunan. Kepedulian sosial itu belum didorong untuk mendukung kegiatan-kegiatan filantropi yang lebih strategis untuk mengatasi persoalan bangsa.
Prapti U Anand, Peneliti Utama Lien Centre for Social Innovation, dalam peluncuran buku Levers For Change: Philanthropy in Select East Asian Countries, di Jakarta, Rabu (3/12), mengatakan, donor individu yang berbasiskan agama sebenarnya merupakan potensi. Apalagi, Indonesia menghadapi penurunan bantuan dari donor asing untuk mendukung program-program pembangunan sosial.
Menurut Prapti, kuatnya filantropi berbasis agama di Indonesia hanya perlu diarahkan untuk mendukung program filantropi strategis. Hal itu guna memecahkan persoalan besar secara berkelanjutan, seperti mengatasi ketidakadilan, kemiskinan, dan anti korupsi.
Indonesia bisa mencontoh Singapura yang mendorong tumbuhnya budaya filantropi komunitas. Pemerintah di negara itu mendukung kegiatan filantropi dengan kebijakan pengurangan pajak. ”Upaya membangun budaya filantropi komunitas di Singapura butuh waktu 10 tahun. Kini, filantropi bisa meningkat dua kali lipat,” ujar Prapti.
Kajian filantropi
Crystal Hayling dari Lien Centre for Social Innovation mengatakan, kajian filantropi empat negara, yakni Singapura, Indonesia, Thailand, dan Filipina, menunjukkan bahwa dalam tiga dekade pertumbuhan Asia luar biasa. Akan tetapi, kesejahteraan tidak merata. Berbagai persoalan sosial butuh ditangani dan itu memerlukan filantropi.
Permasalahannya, donor sering frustrasi untuk terlibat. Selain itu, masih perlu pemahaman bahwa filantropi yang dibutuhkan harus bergerak dari yang sifatnya amal atau penyantunan kepada filantropi strategis.
Untuk itu, perlu kondisi yang mendukung tumbuhnya filantropi, misalnya memahami persoalan masyarakat, investasi sosial, dan mencari cara yang efektif untuk berkontribusi. Masih berhubungan dengan hal itu, legalitas, transparansi, jaringan donor, peningkatan kapasitas lembaga swadaya masyarakat, kebijakan pengurangan pajak, dan pengumpulan data perlu dilakukan.
Hamid Abidin dari Public Interest Research and Advocacy Center mengatakan, kedermawanan masyarakat Indonesia terbilang tinggi, terkait keagamaan. Program yang didukung, umumnya, pendidikan dan perbaikan lingkungan. Penyumbang lebih suka menyumbang langsung, karitatif, dan belum paham masalah strategis. ”Masyarakat perlu didorong untuk berubah,” ujar Hamid. (ELN)
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010485324
-
- Log in to post comments
- 187 reads