BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Pemerintah Jadi Penggerak Ekonomi

Pemerintah Jadi Penggerak Ekonomi
Kepercayaan Pasar Masih Kurang
Ikon konten premium Cetak | 30 Juni 2015

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah bisa menjadi pelopor penggerak ekonomi dengan mempercepat realisasi anggaran semester II-2015 sehingga sektor swasta bisa bergerak. Program jangka pendek bisa segera digerakkan agar meningkatkan kepercayaan pasar dan mendorong sektor swasta berinvestasi.

Pemerintah hendaknya juga mampu membalikkan persepsi publik dengan menunjukkan perkembangan proyek-proyek pemerintah yang saat ini sedang berjalan. Proyek itu di antaranya infrastruktur jalan tol, jembatan, jalur kereta api, dan waduk.

Langkah tersebut diharapkan bisa mengubah persepsi publik yang pesimistis dengan kondisi perekonomian saat ini. Dengan demikian, publik menjadi optimistis karena melihat perkembangan proyek pemerintah secara konkret.

Demikian harapan sejumlah ekonom saat berdialog dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Senin (29/6). Presiden didampingi Tim Komunikasi Teten Masduki. Ekonom yang hadir adalah Iman Sugema, Hendri Saparini, Djisman Simanjuntak, Anton Gunawan, Destry Damayanti, A Prasetyantoko, Poltak Hotradero, Tony Prasetiantono, Lin Che Wei, Arif Budimanta, dan Raden Pardede.

Mereka berdialog selama hampir dua jam, tanpa kehadiran menteri bidang ekonomi. Menjelang akhir pertemuan, Wakil Presiden Jusuf Kalla bergabung.

”Saya diundang melalui pesan layanan singkat dari Teten Masduki. Intinya, Presiden ingin bincang-bincang santai mengenai kondisi perekonomian. Dalam pertemuan itu, kami bicara blak-blakan,” kata Tony kepada Kompas.

Menurut Tony, ia menyampaikan kepada Presiden, saat ini pasar meragukan target pemerintah yang berlebihan. Target itu antara lain berkaitan dengan ekspor serta swasembada pangan.

Para ekonom juga menyinggung soal nilai tukar rupiah yang terus melemah. Selain itu, disebutkan juga soal proyek infrastruktur yang hendaknya terus dikawal hingga tuntas, bukan hanya saat groundbreaking.

Dua hal penting

Secara umum, ada dua hal penting yang harus didorong Indonesia, yakni pembangunan infrastruktur dan stabilitas politik.

Destry, yang ditemui seusai pertemuan, mengatakan, para ekonom menyampaikan kepada Presiden strategi jangka pendek dan panjang yang harus diambil pemerintah. Soal inflasi yang terkait dengan daya beli masyarakat, pemerintah diharapkan turut berperan.

”Mau tidak mau pemerintah harus menjaga suplai makanan. Yang penting kesejahteraan masyarakat sambil memperbaiki struktur ekonomi. Kalau stabilitas kurs memang ada masalah suplai dan permintaan dollar AS. Kalau pemerintah bisa membalikkan persepsi, dengan sendirinya investasi asing akan masuk sehingga mendorong dan menambah suplai dollar AS,” kata Destry.

Teten Masduki menyatakan, Presiden memang memanggil para ekonom untuk mendengarkan langsung masukan terkait situasi ekonomi saat ini.

Lin Che Wei menyebutkan, pemerintah sebaiknya lebih fokus pada program prioritas. Selain itu, pemerintah juga disarankan fokus pada eksekusi masalah ketimbang memperbanyak target. Dengan demikian, pencapaian pemerintah berdampak lebih baik pada perekonomian.

”Kami tidak membicarakan masalahnya bagaimana, tetapi kami bicara bagaimana cara menyelesaikannya,” katanya.

Arif Budimanta berpendapat, masalah perekonomian saat ini memang banyak. Pemerintah harus memperkuat daya beli masyarakat.

”Jika daya beli masyarakat baik, faktor produksi dan industri tetap hidup. Kami lebih banyak diskusi tentang pertumbuhan ekonomi. Harapannya muncul kepercayaan publik,” kata Arif.

Anton memaparkan, Presiden juga perlu membuat arah kebijakan yang tegas untuk menyikapi ekspor sejumlah komoditas yang turun. Jika harus mengganti komoditas ekspor ke arah manufaktur, perlu dipikirkan perubahan strukturnya.

”Fokus, misalnya kita coba benahi ekspor kita, termasuk di dalamnya daya saing kita, dengan memangkas hal-hal yang terkait dengan inefisiensi,” katanya.

Respons Presiden

Menurut Tony, Presiden merespons dengan baik berbagai masukan tersebut, antara lain dengan menegaskan akan mengawal proyek infrastruktur hingga selesai. Presiden juga memandang kondisi perekonomian saat ini tidak terlalu jelek. Pelambatan ekonomi memang terjadi meskipun tidak terlalu parah.

”Pak Jokowi merasa kepercayaan pasar kurang. Justru ini penting bagi beliau, misalnya pelemahan rupiah, ini kan soal persepsi pasar,” lanjut Tony.

Tony mengakui, dalam pertemuan itu muncul keperluan figur menteri yang bisa meyakinkan pasar.

Menurut Destry, Presiden menyatakan, saat ini sejumlah program sudah berjalan. Namun, perkembangan program tersebut akan mulai terlihat pada semester II-2015.

Kemarin, nilai tukar rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah. Rupiah menyentuh Rp 13.356 per dollar AS, melemah 18 poin dibandingkan dengan akhir pekan lalu. Adapun IHSG pada posisi 4.882,578 atau melemah 40,427 (0,821 persen).

Ekonom Senior Standard Chartered Bank Indonesia Eric Alexander Sugandi menjelaskan, penurunan IHSG dipengaruhi krisis utang Yunani, yang cicilan dan bunga utangnya jatuh tempo akhir Juni 2015, tetapi belum mendapatkan kreditor baru untuk membayarnya. ”Hal ini menyebabkan nilai tukar euro melemah dan memperkuat nilai tukar dollar AS. Terjadi pelemahan mayoritas mata uang dunia termasuk rupiah,” katanya.

Wacana Bank Sentral AS, The Fed, yang akan menaikkan suku bunga acuan menjelang akhir tahun ini juga menguat. Jika suku bunga The Fed naik, nilai tukar mata uang dollar AS kian kuat.

”Dengan tren rupiah yang makin lemah, investor menghadapi potensi penurunan nilai aset portofolio di Indonesia jika dikonversi ke dollar AS. Hal ini berpengaruh pada penurunan harga aset portofolio,” ujarnya.

Kepala Ekonom dan Riset Samuel Aset Managemen Lana Soelistianingsih menjelaskan, dalam kondisi tekanan dari pasar global, tidak muncul sentimen positif dari dalam negeri. Pembangunan infrastruktur yang diharapkan jadi sentimen positif belum terealisasi.

Selain itu, Indonesia, kata Lana, juga bukan satu-satunya tujuan investasi pemilik dana. Masih ada India dan Tiongkok.

Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II Otoritas Jasa Keuangan M Noor Rachman mengatakan, IHSG di bawah level 4.900-an memang perlu diperhatikan. OJK memastikan tidak ada pelanggaran aktivitas perdagangan saham. Namun, menurut dia, volatilitas IHSG masih wajar karena terpengaruh kondisi dalam dan luar negeri.

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad menambahkan, OJK siap siaga mengantisipasi kemungkinan terburuk terkait pasar modal. Saat ini OJK belum akan mengeluarkan kebijakan seperti pembelian kembali saham dan upaya penyelamatan lainnya.

(SON/WHY/NDY/AHA/MED/NAD/IDR)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/06/30/Pemerintah-Jadi-Penggerak-Ekonomi

Related-Area: