PEREKONOMIAN
Tantangan Koordinasi
5 Agustus 2015
Perekonomian Indonesia menghadapi tantangan yang cukup kompleks, baik dari sisi eksternal maupun domestik. Hal itu dinyatakan Bank Indonesia seusai rapat koordinasi dengan pemerintah, Selasa (4/8). "BI dan pemerintah terus memperkuat koordinasi untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi," demikian BI dalam pernyataan persnya.
handining
Setidaknya ada tiga hal dari sisi eksternal membayangi perekonomian Indonesia. Pertama, pertumbuhan ekonomi global yang lebih melambat dibandingkan dengan perkiraan semula. Kedua, harga komoditas ekspor yang masih terus turun. Ketiga, potensi gejolak di pasar keuangan global yang masih tinggi.
Dari sisi domestik, tantangannya cukup pelik. Pertama, bersumber dari realisasi stimulus fiskal yang masih belum secepat perkiraan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Kedua, volatilitas pasar keuangan domestik yang cukup tinggi. Ketiga, adanya sejumlah kendala struktural lainnya yang masih mengemuka.
Menjelang akhir pekan kedua Juli lalu, Dana Moneter Internasional (IMF), misalnya, memproyeksikan ekonomi dunia akan tumbuh 3,3 persen tahun ini, berkurang dari angka proyeksi 3,5 persen pada April lalu. Perkiraan 2016 akan meningkat menjadi 3,8 persen. Kontraksi ekonomi Amerika Serikat (AS) pada triwulan I-2015 di tengah cuaca musim dingin parah menjadi pertimbangan. IMF pun menurunkan proyeksinya bagi AS sebesar 0,6 persen menjadi 2,5 persen.
Terbaru, data ekonomi AS masih variatif. Harapan kenaikan suku bunga The Fed yang meningkat setelah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC), pekan lalu, dan tekanan pelemahan harga komoditas mampu menjaga kekuatan dollar AS di pasar global. Turunnya imbal hasil US Treasury menandakan harapan kenaikan suku bunga terhalangi turunnya ekspektasi inflasi di tingkat global.
Sambil tetap melihat perkembangan atas Yunani, mata pelaku pasar dan pemerintah di tingkat global menatap lekat-lekat pergerakan ekonomi Tiongkok. Volatilitas di bursa saham di Negeri Tirai Bambu itu menimbulkan sejumlah pertanyaan, terutama apakah perekonomian itu juga terseret pusaran perlambatan. Produk domestik bruto (PDB) Tiongkok pada triwulan II-2015 naik 7 persen, tidak berubah dari triwulan sebelumnya. Hal ini di atas ekspektasi para pelaku pasar yang sebelumnya memperkirakan PDB Tiongkok sekitar 6,8 persen. IMF juga tidak mengubah perkiraan pertumbuhan Tiongkok di angka 6,8 persen tahun ini.
Di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah cenderung terus tertekan. IHSG melemah ke level sekitar 4.700, turun 8 persen sejak awal tahun. Rupiah di pasar spot menembus Rp 13.500, level terendah mata uang rupiah dalam 17 tahun terakhir. Angka cadangan devisa yang akan diumumkan pada akhir pekan ini berpeluang turun melihat aktivitas intervensi yang cukup aktif beberapa waktu terakhir.
Pertumbuhan triwulan II-2015 yang akan diumumkan pada tengah pekan ini rawan kembali turun ke level 4,6 persen dari angka 4,7 persen di triwulan sebelumnya. Survei Konsumen BI terbaru mengindikasikan meski masih dalam level optimistis, tingkat keyakinan konsumen pada Juli melemah dari bulan sebelumnya. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Juli sebesar 109,9, turun 1,4 poin dari bulan sebelumnya.
BI dan pemerintah telah sepakat berkoordinasi melalui sejumlah bauran kebijakan, seperti moneter, fiskal dan reformasi struktural. Koordinasi menjadi kunci. Terlepas dari semua itu, pernyataan pemerintah dan BI perlu lebih berhati-hati dalam menghadapi gejolak. (BENNY D KOESTANTO)
Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/08/05/Tantangan-Koordinasi
-
- Log in to post comments
- 113 reads