BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Putus Sekolah Jadi Penghalang

wajib belajar 12 tahun
Putus Sekolah Jadi Penghalang
Ikon konten premium Cetak | 13 Agustus 2015 Ikon jumlah hit 140 dibaca Ikon komentar 0 komentar

JAKARTA, KOMPAS — Program wajib belajar 12 tahun tidak akan bisa terwujud jika jumlah anak yang putus sekolah masih tinggi, khususnya pada jenjang pendidikan dasar ke menengah. Data Educational Sector Analytical and Capacity Development Partnership Indonesia menyebutkan, lebih dari 7 juta anak usia sekolah 7-19 tahun belum sekolah.

Konsultan Educational Sector Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP) Indonesia Totok Amin Soefijanto mengemukakan hal itu pada diskusi "Program Wajib Belajar 12 Tahun 70 tahun Indonesia Merdeka: Negeri Impian Tanpa Anak Putus Sekolah", Rabu (12/8) di Jakarta. "Dari mereka yang berhasil selesai sekolah dasar, 95,3 persen lanjut ke sekolah menengah pertama. Sisanya putus di jalan karena masalah biaya. Bukan biaya di sekolah, melainkan biaya pendukung, seperti biaya menuju ke sekolah," kata Totok.

ACDP Indonesia menilai angka putus sekolah lebih signifikan di SMP dengan 1,74 persen murid putus sekolah dan 8 persen dari murid yang selesai SMP tidak lanjut ke SMA. Akibatnya, angka partisipasi kasar SMA hanya 76 persen (tahun 2011/2012).

"Putus sekolah paling banyak terjadi di masa transisi antarjenjang pendidikan," kata Totok. Tingkat putus sekolah relatif rendah pada tingkat pendidikan dasar, hanya 1,09 persen pada tahun ajaran 2011/2012.

Selain kondisi keluarga, penyebab lain putus sekolah adalah jarak tempuh ke sekolah terlalu jauh. Itu terjadi pada anak-anak yang tinggal di daerah terpencil dan penyandang disabilitas.

Bantuan biaya

Menanggapi masalah ekonomi itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Thamrin Kasman menjelaskan, pemerintah selama ini memberi bantuan, seperti biaya pendidikan di program Bantuan Siswa Miskin dan Bantuan Operasional Sekolah.

"Biaya mulai dari transportasi berangkat dari rumah, buku, seragam sekolah, hingga sepatu ada bantuan biayanya. Sebenarnya, orangtua tidak mengeluarkan biaya lagi," kata Thamrin.

Biaya pendidikan seharusnya bukan masalah karena bantuan biaya telah diberikan. Menurut Thamrin, seharusnya diwajibkan setiap anak usia 15-18 tahun mendapatkan pendidikan (wajib belajar). "Bukan sebagai pilihan lagi," ujarnya.

Konsultan ACDP Indonesia Abdul Malik menambahkan, wajib belajar 12 tahun dibutuhkan untuk membangun basis lebih kuat bagi pemerataan pendapatan. Anak yang putus sekolah tercecer sepanjang jenjang pendidikan dan tidak tertampung dalam jenjang pendidikan menengah atas adalah mereka dari lapisan sosial-ekonomi terendah.

"Untuk sukses wajib belajar 12 tahun, jangan hanya melihat akses atau menambah jumlah sekolah, tetapi juga mutunya harus diperbaiki," kata Malik.

Program wajib belajar 12 tahun tercantum di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Meningkatkan Angka Partisipasi Kasar pendidikan menengah menjadi kebutuhan mendesak mengingat adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada akhir tahun 2015 yang akan memungkinkan pergerakan bebas tenaga kerja di 10 negara-negara anggota ASEAN.

ACDP merekomendasikan pemerintah agar mengembangkan keterampilan dasar bagi peserta didik, baik yang berada di jalur kejuruan maupun umum. (LUK)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/08/13/Putus-Sekolah-Jadi-Penghalang

Related-Area: