BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Kasus Terus Merebak di Sejumlah Daerah

Integrasikan Penanganan DBD
Kasus Terus Merebak di Sejumlah Daerah
Ikon konten premium Cetak | 1 Februari 2016 Ikon jumlah hit 63 dibaca Ikon komentar 0 komentar

JAKARTA, KOMPAS — Demam berdarah dengue yang mengganas di sejumlah provinsi adalah masalah klasik yang butuh penanganan terintegrasi. Hingga kini, belum ada vaksin atau obat yang efektif dari penyakit akibat virus Dengue, dan pencegahan yang efektif dari gigitan nyamuk Aedes aegypti .

Kepala Unit Dengue Lembaga Eijkman, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Tedjo Sasmono, Sabtu (30/1), di Jakarta, mengatakan, penanganan demam berdarah dengue (DBD) itu mesti memperhitungkan sejumlah faktor, yaitu keberadaan virus, vektor, hingga manusianya. "Bahkan, negara yang lebih maju, seperti Singapura, masih mengalami masalah DBD," ujarnya.

Dari aspek virus, sejauh ini ada empat tipe virus DBD di Indonesia. Seseorang yang pernah terkena DBD biasanya akan kebal. Meski telah kebal dengan virus tipe-1, belum tentu akan kebal virus tipe-2, tipe-3, dan tipe-4.

"Orang dewasa dan tinggal di daerah endemik DBD mungkin kebal karena pernah digigit nyamuk yang terinfeksi 4 tipe virus ini. Namun, yang paling rentan adalah anak-anak yang kekebalannya belum muncul," ucapnya.

Di daerah yang pernah terjangkit kejadian luar biasa (KLB) DBD, kemungkinan penduduknya kebal. Namun, anak-anak yang baru lahir setelah KLB biasanya tak kebal. "Ini menyebabkan serangan DBD jadi siklus. Selama nyamuknya ada, akan terus terjadi serangan," ujarnya.

Tedjo menambahkan, karakter virus Dengue ialah kemampuannya bermutasi gen dengan cepat. "Kini, di luar negeri banyak dikembangkan vaksin DBD. Jika nanti ditemukan vaksinnya, itu tak menjamin 100 persen penyakit itu hilang," kata Tedjo.

Pendekatan terbaru lewat rekayasa genetika dikembangkan pengendalian vektor dengan mengintroduksi nyamuk Aedes aegypti yang mandul. "Namun, mengandalkan itu saja tak cukup. Jadi, mesti komprehensif. Dari aspek pengobatan, masih tahap pengembangan. Belum ada yang bisa mengatasi tuntas. "Untuk saat ini, yang terpenting, jaga kelompok rentan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti," ujarnya.

Atasi gejala

Menurut Adityo Susilo, dokter spesialis penyakit dalam pada Divisi Penyakit Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, warga perlu mewaspadai gejala DBD. Gejalanya antara lain demam tinggi mendadak, disertai nyeri kepala, ulu hati, atau belakang bola mata. Selain itu, timbul bercak merah pada kulit.

Gejala itu harus cepat direspons agar mendapat evaluasi diagnostik dan tata laksana segera. "Jika tidak, bisa berlanjut ke stadium lebih berat," ucapnya. Tingkat keparahan infeksi dengue terbagi dalam empat stadium. Stadium 3 dan 4 tergolong berat dan masuk tahap sindrom shock tinggi karena dalam tahap itu bisa terjadi perdarahan. Kondisi pasien harus dipantau, jika kadar trombosit di bawah 150.000 per milimeter kubik berarti belum aman.

Sementara itu, di sejumlah daerah, kasus DBD terus merebak. Di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, aparat Komando Distrik Militer 0814 Jombang melaksanakan pengasapan di Dusun Sanan, Kecamatan Diwek, Jombang, Kamis dan Jumat lalu, menyusul kasus DBD di wilayah itu. Hingga Minggu (31/1), ada 139 kasus dan enam di antaranya meninggal.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto yang bertetangga wilayah dengan Jombang memutuskan berkampanye penanggulangan DBD. Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Mojokerto Siti Asiah mengatakan, sosialisasi dilakukan petugas puskesmas bersama aparat desa dan kecamatan dengan berkunjung ke rumah warga.

Sementara Kepala Dinas Kesehatan Kepulauan Riau Tjetjep Yudiana mengatakan, ada tren lonjakan kasus DBD, terutama di Batam dan Tanjung Pinang. "Januari ini 60 kasus di Batam dan 58 di Tanjung Pinang," ujarnya.

Di Bali, kasus DBD merebak di 9 daerah. Sejak awal Januari, ada 473 kasus DBD di provinsi itu, tiga di antaranya meninggal. "Kasus DBD di Bali belum KLB," ujar Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali I Ketut Suarjaya.

Pemerintah Kabupaten Kaimana, Papua Barat, belum menetapkan ada KLB DBD. Sebab, belum ada korban jiwa karena penyakit itu.

(AIK/JOG/ODY/RAZ/COK/FLO)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2016/02/01/Integrasikan-Penanganan-DBD

Related-Area: