INDUSTRI KREATIF
Industri Film Perlu Kebijakan Kondusif
Ikon konten premium Cetak | 10 Februari 2016 Ikon jumlah hit 0 dibaca Ikon komentar 0 komentar
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan pemerintah untuk membuka 100 persen investasi asing di industri film nasional diapresiasi pekerja film Indonesia. Namun, kebijakan ini merupakan langkah awal yang perlu diikuti dengan pembuktian keberpihakan pemerintah terhadap pemain lokal. Hal itu antara lain dapat dilakukan dengan memberikan insentif dan melindungi kualitas karya lokal.
Hal itu mengemuka dalam Pernyataan Bersama Pekerja Kreatif Film Indonesia terhadap Revisi Daftar Negatif Investasi Sektor Usaha Film, Selasa (9/2), di Jakarta. Sejumlah organisasi berpartisipasi dalam pernyataan sikap, antara lain Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi), Persatuan Produser Film Indonesia (PPFI), Gabungan Studio Film Indonesia (Gasfi), Indonesia Motion Picture and Audio Association (Impact), Indonesia Film Directors Club (IFDC), Sinematografer Indonesia (SI), dan Rumah Aktor Indonesia (RAI).
"Ada empat subbidang usaha perfilman yang terbuka 100 persen bagi asing, yakni jasa teknik, pembuatan film, pengedaran atau distribusi, dan ekshibisi atau bioskop. Masing-masing harus dipetakan kebutuhannya seperti apa," ujar Ketua Aprofi Sheila Timothy.
Sheila mengatakan, setelah pemetaan kebutuhan itu, sejumlah persoalan perlu diselesaikan pemerintah. Di hulu industri atau produksi film misalnya, masalah yang kerap terjadi, rumah produksi berskala usaha mikro, kecil, dan menengah lebih banyak dibandingkan dengan yang berbasis perusahaan besar.
Aprofi juga mengusulkan agar pemerintah menyiapkan paket ekonomi yang mendukung, seperti memberikan insentif khusus. Misalnya, pendanaan dengan syarat khusus muatan film budaya untuk menggairahkan produksi yang berkualitas. Hal ini dapat dilakukan melalui kebijakan Badan Ekonomi Kreatif dan Otoritas Jasa Keuangan.
Terkait kekhawatiran invasi budaya melalui film asing, kata Sheila, ini sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman yang mengharuskan sekurang-kurangnya 60 persen dari seluruh jam pertunjukan film untuk film lokal selama enam bulan berturut-turut. Regulasi itu merupakan jaring pengaman yang harus ditegakkan.
Pada subbidang ekshibisi atau bioskop, desakan yang muncul adalah agar pemerintah segera menetapkan tata edar film sesuai amanat Undang-Undang Perfilman Pasal 29. Selain itu, juga dibangun sistem informasi yang terintegrasi untuk film laris. Dengan sistem ini, data film asing dan nasional dapat diakses secara harian, berisikan jumlah penonton, layar, dan jam tayang.
Sementara itu, sutradara Hanung Bramantyo berpendapat, pengawasan regulasi merupakan salah satu bentuk keberpihakan pemerintah terhadap produksi film dalam negeri. Investasi juga memungkinkan pekerja asing berdatangan lebih banyak. Karena itu, pemerintah perlu meningkatkan kapasitas sumber daya manusia Indonesia.
Ketua Umum PPFI Firman Bintang menambahkan, insentif berupa pengurangan beban pajak produksi film diperlukan.
(MED/IVV)
Sumber: http://print.kompas.com/baca/2016/02/10/Industri-Film-Perlu-Kebijakan-Kondusif
-
- Log in to post comments
- 139 reads