BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Model Proses Penganggaran Pembangunan Desa Secara Partisipatif

Publikasi Knowledge Sector Initiative

Summary: 

Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang desa (UU Desa) menegaskan komitmen politik dan konstitusional bahwa negera melindungi dan memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri dan demokratis sehingga dapat menjadi landasan yang kokoh dalam menciptakan masyarakat adil dan makmur. Konsep normatif yang terkandung dalam UU Desa ini oleh sejumlah kalangan disebut sebagai perubahan arah pembangunan di pedesaan. Sebab, antara lain, UU Desa ini mengakui dan memberikan otoritas lebih besar kepada desa dalam mengelola dirinya termasuk dalam perencanaan penganggaran pembangunan di desa. Selain itu, seperti tertuang dalam pasal 72 UU Desa, desa juga memperoleh jaminan berkaitan dengan sumber keuangan dari pusat (APBN) ataupun dari kabupatan / kota dan provinsi.

Setelah dua tahun implementasi UU Desa (dan regulasi lain yang mengikutinya), studi dan ungkapan kelompok terfokus yang diambil sebagai sampel secara umum mengindentifikasikan persepsi masyarakat (publik) yang meyakini kebijakan pemerintah mampu memajukan kondisi pedesaan. Selain itu di sejumlah desa mulai tampak kemampuan menangkap pemahaman dan menjalankan penganggaran pembangunan desa sebagai bagian dari kemandirian desa yang mengacu kepada “satu desa, satu rencana, satu anggaran”. Kini, penganggaran pembangunan desa menjadi arena membangun identitas dan eksistensi desa, dan juga arena pelembagaan model village self-planning dan perwujudan cita-cita good governance yang memberi ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan.

Permendagri No. 113 Tahun 2014, menegaskan keterkaitan antara proses perencanaan dan penganggaran pembangunan sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan, dimana APBDesa disusun dengan mengacu kepada RKPDesa. Akan tetapi dalam prakteknya di banyak tempat masih ditemui praktek inkonsistensi antara APBDesa dan RKPDesa, serta perubahan-perubahan yang dilakukan secara sepihak dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Berangkat dari kenyataan tersebut, kebutuhan akan partisipasi masyarakat di dalam proses penganggaran masih cukup kuat, bukan saja untuk memastikan APBDesa yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kebutuhan desa, melainkan juga untuk menumbuhkan rasa kepemilikan masyarakat desa.

Rating: 
No votes yet