BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Minat Baca Anak Rendah, Perlu Terobosan Baru?

Minat baca masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak, masih sangat rendah. Data dari United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) menunjukkan, persentase minat baca anak Indonesia hanya 0,01 persen. Artinya, dari 10.000 anak bangsa, hanya satu orang yang senang membaca.

Menurut Pendiri Yayasan Pengembangan Perpustakaan Indonesia, Trini Hayati, salah satu penyebab rendahnya minat baca anak adalah kesulitan akses untuk mendapatkan buku. Semangat baca yang tinggi pun menjadi tidak berarti tanpa adanya buku yang bisa dibaca.

“Rasa tertarik ada tapi untuk mendapatkan akses buku susah. Jadi, minat baca anak kurang,” ujar Trini, seperti dikutip Kompas.com, Kamis (11/5/2017).

Sebagian besar masyarakat Indonesia kesulitan mengakses buku. Masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT), contohnya. Masih sedikitnya jumlah perpustakaan dan koleksi buku di wilayah NTT tak bisa dipungkiri ikut membatasi tumbuhnya minat baca.

Pegiat literasi asal Manggarai Barat, NTT, Wilfridus Babun, mengungkapkan perpustakaan di desanya hanya memiliki 50 buku. Mereka juga sangat kekurangan buku anak-anak.

“Kebanyakan ada buku-buku SMA dan dewasa. Padahal anak-anaklah yang paling sering datang,” kata Wilfridus, seperti dikutip Kompas.com, Selasa (2/5/2017).

Minat baca karena terbiasa

Selain kesulitan akses memperoleh buku anak-anak, tidak adanya penanaman kebiasaan membaca sejak dini menjadi penyebab rendahnya minat baca anak. Hal tersebut diungkapkan oleh Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Yayuk Basuki.

Orang tua perlu menyediakan waktu khusus untuk membacakan buku dan menemani anak untuk membaca. “Karena itu, orangtua harus menjadi contoh dan kontrol yang baik bagi anak,” ujarnya, seperti dikutip Kompas.com, Senin (25/5/2015).

Pendapat serupa juga disuarakan oleh penggagas tabloid anak Berani, Witdarmono. Orangtua, sebagai guru pertama bagi anak, memiliki peran penting dalam menumbuhkan minat baca.

“Di lingkungan keluarga, budaya membaca harus diajarkan sejak dini. (Sebab) membaca dapat menumbuhkan kejujuran anak dan membuat mereka memegang nilai-nilai positif,” ucap Witdarmono, seperti dikutip Kompas.com pada Kamis (19/5/2016).

Dia melanjutkan, anak-anak akan fokus belajar membaca ketika mendengar suara orangtuanya. Dengan mendengar suara ibu atau ayah, anak akan merasa tenang sehingga mampu berkosentrasi membaca buku.

Karena itu, membacakan buku cerita yang sesuai dengan usia dan ketertarikan anak bisa menjadi cara jitu dalam menumbuhkan minat baca mereka. Dengan tumbuhnya semangat membaca, diharapkan jendela pengetahuan dan inspirasi anak pun akan terbuka lebar.

Mengingat pentingnya membaca bagi anak tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan khusus terkait gerakan literasi masyarakat. Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo menerbitkan kebijakan pengiriman buku ke seluruh penjuru tanah air secara gratis melalui PT Pos Indonesia pada tanggal 17 setiap bulannya. Pada hari itu, semua masyarakat dapat turut menyumbangkan bukunya.

Namun, sebenarnya masyarakat tak perlu menunggu sebulan sekali atau repot-repot pergi ke kantor pos setiap kali ingin menyumbang buku. Kini, sudah semakin banyak pegiat literasi yang menerima sumbangan berupa dana yang nantinya akan dibelikan buku untuk disumbangkan. Bahkan, perusahaan seperti BCA memiliki gerakan #BukuUntukIndonesia.

Partisipasi dana dari masyarakat akan dibelikan buku. Selanjutnya, buku-buku itu disumbangkan ke Sekolah Dasar Negeri di 60 daerah yang masih kekurangan buku. Tujuannya, agar anak Indonesia memiliki pengetahuan dan wawasan yang #LebihBaik lagi serta memiliki kesempatan mengejar mimpinya.

Masyarakat yang ingin menyumbangkan dana dapat melakukan transaksi di situs web blibli.com. Sebagai bentuk apresiasi, penyumbang akan mendapat hadiah berupa kaus.

 

Siap menjadi bagian dari pegiat menanamkan semangat baca anak Indonesia?

 

Sumber : http://edukasi.kompas.com/read/2017/06/22/17223781/minat.baca.anak.rendah.perlu.terobosan.baru.